Katakepo.blogspot.com - Ketika ada seseorang berbuat salah (atau ekstremnya, jahat) kepada kita,
mungkin yang terpikir pertama kali adalah membalas dendam. Entah itu
pasangan kita selingkuh, boss membuat hidup kita seperti neraka, sahabat
yang menikam dari belakang, atau apa pun.
Kita ingin orang
tersebut mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia
perbuat kepada kita. Kalau bisa sih, lebih parah. Ini normal.
Tetapi
menurut saya, daripada kita sibuk berpikir keras mengenai bagaimana
melampiaskan rasa sakit hati dengan balas dendam kepada orang lain,
lebih baik kita berdamai dengan hal tersebut.
Karena,
satu-satunya cara untuk menahan keinginan membalas dendam adalah dengan
menerima kejadian tersebut dan mengganti keinginan untuk membalas dengan
berpikir positif. Atau dengan kata lain: ikhlas dan melanjutkan hidup.
Jangan
merendahkan diri kita dan menjadikannya satu level dengan orang yang
berbuat salah/jahat dengan kita dengan melakukan hal yang membuatnya
merasakan kepedihan yang sama. Kalau kita melakukan hal tersebut, lalu
apa bedanya kita dengan mereka?
Jawaban teman saya: ‘Memang nggak ada, tapi kan bikin hati puas.”
Menurut
saya, yang namanya balas dendam nggak akan mengenal kata puas. Pada
saat membalas dendam, kita bisa tenggelam terlalu jauh dan saat itu
sudah terlalu susah untuk mengontrol diri. Ibarat bola salju yang
menggelinding turun dari puncak bukit, semakin lama semakin besar,
kekuatan yang berkali-kali lipat, dan bisa melukai kita. Pada saat kita
ingin berhenti, mungkin terlalu susah — atau telat.
Lagipula,
dengan melakukan balas dendam, sebenarnya kita sedang merencanakan
kehancuran hidup jangka panjang. Bayangkan berapa banyak waktu dan
energi yang terbuang untuk memikirkan apa yang harus kita lakukan supaya
orang lain merasa tersiksa.
Belum lagi perasaan sakit hati yang
pasti akan terus menerus ada karena tiap kali kita memikirkan rencana
tersebut, pasti rasa sakitnya muncul kembali. Lukanya akan terus menerus
terbuka, padahal seharusnya sudah sembuh. Penderitaan karena rasa sakit
hati nggak berkesudahan akan menjadi teman kita, yang pasti menimbulkan
aura negatif. Dan menjadi negatif itu capek, serius deh.
Jadi harus bagaimana?
Menurut
Confucius, balas dendam yang paling efektif adalah dengan melanjutkan
hidup dan bahagia menjalaninya. Biasanya orang yang penuh rasa kebencian
nggak suka melihat orang lain bahagia. Tunjukkan kepada orang yang
menyakiti kita bahwa seluruh hal negatif yang yang telah dia lakukan,
nggak berpengaruh terhadap kita.
Buktinya, kita masih bisa
menjalani hidup dengan baik dan lebih bahagia. Jangan berikan mereka
kepuasan dengan melihat kita menderita. Mungkin pada satu titik, kita
akan menyadari bahwa nggak ada yang balas dendam yang lebih sempurna
selain memberikan maaf.
Oleh karena itu, kita butuh melanjutkan
hidup alias move on. Hidup itu ke depan, bukan terus-terusan menoleh ke
belakang. Makanya, kaca spion di mobil itu hanya ditaruh sedikit di
kanan dan di kiri, karena fokus kita ada di depan. Melihat ke belakang, hanya sebagai pengingat dan supaya kita lebih awas dalam perjalanan.
Balas
dendam itu mudah, tapi mengambil jalan lain menunjukkan bahwa kita
adalah individu yang dewasa, yang tahu bagaimana menyikapi masalah dan
mengendalikan emosi.
Lagipula, saya percaya akan karma. Kalau
kita melakukan hal jelek, pasti semesta akan membalasnya. Begitu pun
sebaliknya. Nggak usah kita repot-repot membalas dendam karena pasti
mereka akan menerima balasannya, dan kalau kita beruntung, Tuhan akan
memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat hal tersebut terjadi.
No comments:
Post a Comment