Katakepo.blogspot.com - Dalam sensus pertanian tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak
hanya mencatat sumber daya alam (SDA) pertanian, tapi juga sumber daya
manusia (SDM). Hasil survei sementara sepanjang Mei 2013, BPS mencatat
penduduk yang bertani sebagai pekerjaan sehari-hari semakin berkurang.
Kepala BPS Suryamin mengatakan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian
kini sebesar 26,13 juta. Sebanyak 5,04 juta petani 'hilang' atau tidak
lagi menjadi petani. Sensus terakhir pada 2003, jumlah rumah tangga
usaha pertanian mencapai 31,17 juta rumah tangga.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengungkapkan bahwa kejadian ini sudah
diramalkan dari jauh-jauh hari. Pasalnya, pemerintah tidak mendukung
pengembangan sektor pertanian ini.
"Miss management oleh pemerintah baik dari sisi kebijakan maupun
penganggaran. Jangankan mendongkrak kinerja, menjaga saja pemerintah
tidak bisa," ujarnya pada merdeka.com di Jakarta, Senin (2/9) malam.
Enny mengakui bahwa tergerusnya jumlah pekerja pertanian memang
disebabkan oleh proses industrialisasi. Pekerja usia produktif lebih
memilih untuk bekerja di luar sektor tersebut seperti menjadi tenaga
kerja indonesia (TKI) atau tenaga kerja wanita (TKW).
"Rata-rata usia 30 ke atas baru ingin bekerja sebagai petani," tuturnya.
Langkanya pekerja di pertanian membuat sektor ini harus memberi upah
cukup tinggi sebagai aspek penarik minat. Tingginya upah, sementara di
sisi lain pendapatan tidak maksimal, membuat ketidakefisienan.
Pengamat lulusan Universitas Diponegoro ini mengatakan jika
pemerintah harus melakukan sejumlah pekerjaan rumah bila ingin melakukan
perbaikan. Perbaikan kebijakan dan penganggaran menjadi harga mati.
"Tidak ada inovasi teknologi dan lembaga untuk mendorong produktivitas selama ini. Ini yang harus diperbaiki," jelasnya.
Penghidupan kembali fungsi penyuluh dan peningkatan jumlah anggaran
diyakini menjadi solusi atas permasalahan ini. Kebijakan pemerintah juga
harus menyentuh langsung para petani.
"Kebijakan pembangunan infrastruktur dasar saat ini masih lebih berat
ke aspek jalan dan sangat sedikit untuk kebutuhan pertanian," ucap
Enny.
Pemerintah juga harus menggenjot inovasi dan mendorong implementasi
hasil penelitian dari sejumlah lembaga atau perguruan tinggi di bidang
pertanian. "Selama ini hasil penelitian sejumlah universitas hanya
menghiasi perpustakaan," ungkapnya.
Pemerintah sendiri mengakui mencetak sawah baru sangat sulit saat
ini. Makin tergerusnya lahan pertanian menjadi salah satu faktor
berkurangnya pekerja di sektor ini.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan telah berjanji
mendukung program ketahanan pangan dengan mendorong pembukaan lahan
sawah baru. Tahun lalu, Dahlan mengaku hanya sanggup mencetak 3.000
hektar lahan sawah baru dari target 20.000 hektar.
Pencetakan lahan tahap pertama ini akan dilakukan di Kalimantan Barat
tepatnya di Ketapang. Dalam pengembangan sawah ini, Dahlan akan meminta
Batan Teknologi untuk membuat iradiasi benih atau lahan agar padi yang
dihasilkan bisa berkualitas.
"Yang saya kaget sawah itu untuk pertama tanam hasilnya cuma 3 ton
per hektar. Saya ingin tahu nanti apa bisa ditingkatkan," ungkap Dahlan
ketika ditemui di Gedung Kementerian BUMN.
Dahlan mengakui bahwa mencetak lahan sawah baru sangat sulit. Bahkan
lebih sulit dari membuat real estate atau perumahan. Oleh karena itu
Dahlan sedikit pesimis dengan target pencetakan 20.000 hektar sawah baru
di 2012.
"Bikin sawah garapnya harus hati hati, ini betul betul praktik yang
historical. Ga bisa disamakan dengan buat real estate," tambahnya.
No comments:
Post a Comment