Katakepo.blogspot.com - Ya, inilah watak politisi kita: segera mengklaim atas keberhasilan,
segera ingkar atas kegagalan. Boro-boro memberikan apresiasi kepada
pelatih dan pemain yang merebut Piala AFF U-19, Ketua DPR Marzuki Alie,
malah mengklaim, bahwa pihaknya punya andil besar dalam kemenangan ini.
Juga Presiden SBY. Kok bisa?
"Rata-rata mereka yang masuk dalam
U-19 tahun pernah main dalam LPI. LPI saya gagas tahun 2009 yang dibuka
oleh SBY saat Pilpres 2009," kata Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai
Demokrat itu. LPI yang dimaksud Marzuki adalah Liga Pelajar Indonesia.
Inilah kompetisi sepak bola antarpelajar SMP, SMA dan universitas, yang
digelar sejak empat tahun lalu. "LPI ini organisasi nonprofit," tegas
Marzuki.
Sampai di sini, kita memberi acungan jempol buat
Marzuki. Gagasan nonprofitnya membuahkan hasil. Padahal, kalau mau
jujur, pertandingan antarpelajar sesungguhnya, bukan soal baru. Sudah
dipraktikkan bertahun-tahun. Tapi LPI memang menawarkan kompetisi
teratur sehingga prestasi bisa diukur.
Tetapi ketika Marzuki
mengatakan, kompetisi antarpelajar itu diselenggarakan atas kerja sama
PSSI, Kemendiknas, dan Kemenpora, kita mulai mengerti situasi dan latar
belakanya. "LPI satu-satunya lembaga pembibitan sepak bola yang diakui
pemerintah," tegasnya. Coba bayangkan, kalau SBY bukan presiden, kalau
Marzuki bukan ketua DPR, apa mungkin gagasan itu bisa terwujud?
Karena
itu, bisa dipahami kalau LPI jadi wadah tunggal yang diakui pemerintah.
Tentu saja ada implikasinya. "LPI hanya mengkoordinasikan ke tiga
lembaga tersebut. Sifatnya hanya melaksanakan. Sedangkan biaya yang
dikeluarkan dari APBN, dikeluarkan langsung oleh masing-masing
kementerian," tutur Marzuki.
Pertanyaannya, sudah berapa banyak
dana APBN yang dikeluarkan untuk LPI selama empat tahun? Lalu siapa saja
yang terlibat dalam LPI? Mungkin benar LPI nonprofit, tetapi percayakah
Anda, ada orang (politisi, birokrat, atau orang bola) yang tulus ikhlas
begitu saja mau bercapek-capek mengurus sepak bola pelajar?
Jika
Timnas U-19 diklaim sebagai keberhasilan LPI, bagaimana dengan Timnas
U-16, yang gagal meraih sukses dalam AFF U-16, beberapa waktu lalu?
Mengapa Marzuki diam saja, seakan tak ada hubungannya dengan dengan LPI?
Kita
harus bangga dengan apa yang diraih oleh Timnas U-19. Karena tim inilah
yang mempersembahkan gelar setelah 22 tahun bangsa besar ini kalah
melulu di lapangan bola. Tapi kita juga tidak bisa menutup mata, tim ini
menang juga faktor kebetulan. Vietnam tampil lebih baik; tak hanya
tampak dalam permainan malam itu, tetapi juga pertandingan sebelumnya,
yang berhasil menekuk timnas.
Tetapi di sini kita tidak sedang
bicara soal permainan sepak bola, tetapi permainan politik yang
memanfaatkan sepakbola sebagai olah raga paling populer di jagad
Indonesia. Marzuki, bahkan SBY sekalipun boleh saja mengklaim, bahwa
keberhasilan Timnas U-19 adalah atas gagasan dan jasanya. Namun
percayalah, klaim itu tidak begitu saja mudah dipercaya banyak orang.
Bukti
sederhananya adalah, berita tentang klaim Marzuki itu justru diragukan
orang di dunia maya. Semua orang berkomentar negatif, bahkan cenderung
melecehkan. Malah di antara mereka justru melihat, gagasan LPI tidak
lain adalah upaya untuk memanfaatkan dana APBN untuk kepentingan lain.
Mungkin
Marzuki tidak punya niat korupsi. Tetapi dana berlimpah di Kemendiknas
dan Kemenpora, adalah lahan besar bagi para politisi untuk menangguk
duit haram. Kasus Hambalang dan tender soal UN adalah petunjuk nyata
soal itu.
Lagi pula, waktu 20 tahun terakhir ini sudah
menunjukkan: jika sepak bola diurus oleh para politisi, hasilnya tidak
akan pernah baik. Bukan hanya soal sepak bola bukan bidangnya, tetapi
mengurus sepak bola perlu dedikasi, fokus. Jika diurus sambil lalu,
timnas hanya jadi bulan-bulanan tim negara lain, seperti selama ini.
Apalagi jika motifnya hanya mencari keuntungan: pencitraan atau
pendapatan.
Politisi memang pekerjaan yang menuntut banyak
bicara, banyak berdebat, dan banyak berdiskusi. Tetapi bicara
asal-asalan, justru bisa jadi sasaran. Banyak politisi yang tidak
percaya dengan kemampuan sosial media dalam merespons bicarannya. Mereka
percaya duit bisa membeli suara rakyat. Silakan saja, pemilu nanti akan
membuktikan.
No comments:
Post a Comment