Thursday, September 12, 2013

Melepas Kutukan Roro Jonggrang di Prambanan

Katakepo.blogspot.com - Candi Prambanan dikampung halaman saya Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat lebih dikenal dengan nama Candi Roro Jonggrang, saya mengenalnya sekitar tahun 1990an waktu pemerintah orde baru sering menayangkan film-film bernilai budaya melalui media layar tancap. Sebenarnya penayangan Legenda Roro Jonggrang bukanlah sebagai film yang utama untuk dipertunjukkan melainkan sebagai film tambahan agar menarik minat warga dalam menonton film dokumenter yang menyajikan teknik-teknik bercocok tanam tanaman lamtoro, tanaman padi, tanaman palawija, dan tanaman pisang yang dibudidayakan oleh warga di kampung halaman sayapada waktu itu. Namun karena cerita legenda itu memiliki aksi-aksi silat, dan nilai nilai yang terkandung didalamnya merupakan keluhuran budi pekerti yang dianut masyarakat, maka semua warga menyukainya,tak terkecuali mulai dari kalangan muda hingga tua anak anak tumpah ruah dilapangan tempat diselenggarakannya Layar Tancap, dan yang terutama lagi “gratis”.Penyelenggarapun sukses mendapatkan penonton yang berlimpah.
Saya termasuk orang yang menghayati legenda itu dalam filmnya, alur ceritanya, para tokohnya, kesaktian para tokohnya, sifat sifat tokohnya hampir tidak ada satupun yang terlupakan hingga sekarang. Ingin rasanya menyelami suasana pada masa pembangunan Candi oleh Bandung Bondowoso yang melegenda itu, merasakan ketulusan cinta seorang pangeran kepada seorang putri melalui sebuah pemenuhan janji yang mustahil yaitu sebentuk Candi berjumlah 1000 dan dibuat dalam waktu semalam, lalu merasakan sisa-sisa energi para roh yang merasuki bebatuan Candi melalui pahatan pahatan relief yang detail tentang kehidupan mahayana dan kresnayana, lalu ingin membelai Roro Jonggrang yang telah menjadi sebuah arca, siapa tahu sayalah yang ditunggu untuk membebaskannya dari belenggu kutukan yang menyiksa (hehe, narsis), lalumenatap parasnya nan cantik jelita, lalu mencari tahu letak sebuah Candi yang belum rampung pada bagian arcanya karena keburu subuh, yaitu Candi sebagai tempat diabadikannya Roro Jonggrang menjadi arca batu akibat kutukan Pangeran Bandung Bondowoso.
Keinginan itupun akhirnya terkabul, pada agustus 2013 cita cita untuk berkunjung ke Candi Prambanan menjadi kenyataan. Hari itu tanggal 21 Agustus 2013, saya mempersiapkan segala sesuatunya untuk perjalanan yang telah lama saya inginkan itu, termasuk yang utama adalah bahan referensi. Dikampung halaman saya, banyak kawan kawan yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta, dan diantara mereka ada seseorang yang kampung halamannya tidak jauh dari Prambanan, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mengorek informasi tentang sejarah maupun suasana mistis yang melingkupi pengetahuan masyarakat seputaran Candi Prambanan. Berbagai informasi terus saya lakukan hingga menjelang hari keberangkatan, suasana bathin saya telah dipenuhi dengan setumpuk sejarah dan sekeranjang mistisme Prambanan, hal ini tentunya setelah banyak menggali dari penuturan teman serta berlimpahnya rekaman tulisan dan gambar di internet.Agar lebih mantap lagi, saya mencetak Peta DIY, Denah Candi, hubungannya dengan Candi lain, sejarah pemugaran Candi, legenda Roro jonggrang, serta cerita lain yang berhubungan dengan Prambanan, kemudian saya jilid sesistematis mungkin. Hasilnya, setumpuk cerita dalam satu bendel tentang Prambanan yang akan memandu saya menelusuri Rorong Rorong mistis dalam CandiPrambanan.
Penentuan rute yang tepat dalam melakukan perjalanan tentulah menjadi hal yang sulit karena banyak rute perjalanan hanya menawarkan kecepatan untuk sampai ditujuan. Rute yang baik untuk sebuah kegiatan pelancongan menurut saya, ketika didalam perjalanannya itu, seorang pelancong sudah merasakan suasana-suasana ditempat tujuannya. Untuk mendapatkan hal itu saya mengambil rute melalui pulau dewata, Bali. Perjalanan ke bali menggunakan jalan darat via travel (sebentuk minibus) dari sumbawa ke mataram dan dilanjutkan dari mataram ke bali menggunakan bus. Didalam bus kebetulan saya bersama seorang kakek yang berasal dari Prambanan namun beliau tinggal dimataram selama ini. Kakek tersebut hendak pulang ke kampung halamannya setelah sekitar 20 tahun merantau di Mataram. Beliau banyak bercerita tentang Prambanan. beliau bercerita seolah beliau bernostalgia dengan masa kecilnya yang penuh dengan pengalaman mistis dalam masa-masa renovasi Prambanan. Menurut beliau pernah satu kejadian dalam renovasi ada sepotong batu yang tidak busa diangkat oleh berapa orangpun dan alat apapun, karena peristiwa tersebut batu itu tidak pernah dipindahkan, sehingga dibiarkan saja seperti itu. Menurut beliau Prambanan itu keramat, dibuat oleh bantuan para ruh yang kasat mata yang takut cahaya subuh. Perjalanan bersama kakek itu ibaratkan mendapatkan seorang guide yang menjelaskan Prambanan secara mendetail.
Ketika sampai dibali, kakek itu mengatakan bahwa bentuk rupa bangunan Candi Prambanan menyerupai pura pura di pulau Bali. “Tidak dapat disangkal bahwa Prambanan adalah warisan budaya agama hindu pada masa jayanya.”. ungkap beliau dengan santai. Bali menurut saya sangat pantas untuk mengawali suasana mistis di Prambanan. Konon katanya keterampilan pahat memahat di bali diawali dari prakarsa raja bali saat itu untuk mendatangkan guru guru pahat dari magelang. Warga diajarkan cara memahat batu dan kayu, hingga sekarang ini kita dapat melihat hasil dari tangan terlatih pemahat batu di bali. Secara perlahan Angle perjalanan mulai saya temukan dibali setelah melihat pahatan pahatan batu yang bertebaran dimana mana.
Dua hari di bali, tepatnya dirumah saudara saya dibelakang Istana Tampaksiring,saya telah cukup merasakan bagaimana rumitnya proses pembuatan CandiPrambanan yang dikenal dalam penelusuran sejarah sebagai Candinya Ummat Hindu itu. Aroma aroma mistis kebudayaan hindu sangat kental saya rasakan melalui tarian bali yang banyak dipersembahkan untuk pelancong dibeberapa pagelaran kesenian di bali. Hindu yang membudaya di Bali sangatlah mistis, saya membayangkan betapa mistisnya saat pembangunan Prambanan oleh Bandung Bondowoso bersama para ruh yang membantu ketika legenda itu terjadi. Ingin rasanya segera menyentuh karya para ruh yang mistis itu di Candi Prambanan.
Dari bali saya menggunakan bus untuk melanjutkan perjalanan ke surabaya. Sepanjang jalan dipulau bali saya menemukan banyak miniatur Candi dalam bentuk gapura batas dusun, batas desa, hingga batas kabupaten. Sungguh luar biasa kebudayaan ini yang telah mempersembahkan ukiran dan pahatan dalam tumpukan tumpukan batu yang tersusun artistik. Tidak dapat disangkal jika ada pameo yang mengatakan bahwa keindahan bali adalah keindahan kayangan tempat bersemayamnya para dewata.
Setelah melewati selat bali, akhirnya kapal ferry yang membawa bus yangsaya tunggangi merapat ke pelabuhan ketapang. Senang rasanya karena saya telah berada di pulau yang penuh misteri masa lampau ini. Pulau ini memiliki banyak Candidiatasnya salah satunya yaitu Candi tujuan saya, Prambanan. pulau ini telah melahirkan banyak orang besar yang berpengaruh hingga keseluruh pelosok nusantara. Sebut saja patih gadjah mada, sebut lagi para wali songo, sebut lagi soekarno, soeharto, dan tak lupa jokowi. Perjalanan dari pelabuhan kemudian dilanjutkan ke terminal Purabaya Surabaya.
Sesampai diterminal Purabaya saya menyaksikan begitu banyak orang dengan begitu banyak bus, silih berganti tiada henti. Membayangi pembangunan Prambanan mungkin seperti inilah para ruh berlalu lalang memikul batu-batu seribu Candi. Tak disangka malam telah larut disaat bus tiba di Purabaya, untuk menuju Yogyakarta harus menggunakan bus lain dengan jurusan Yogyakarta. Eits.. walaupun larutnya malam menidurkan banyak orang, bus tetaplah bus dan selalu ada ke jurusan manapun diterminal purabaya surabaya. Tak selang berapa lama setelah mengambil tempat duduk didalam bus, perjalanan menuju Yogyakarta pun dimulai. Karena jalanan gelap dan lampu penerang jalan juga tidak ada, jalan terbaik untuk menikmati malam yaitu dengan tidur.
Keesokan harinya sekitar pukul 09:00 bus telah tiba di terminal Giwangan, Yogyakarta. Untuk menuju ke Prambanan saya telah berjanji dengan seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di Universitas Gadjah mada. Untunglah ada mahasiswa dari kampung halaman saya yang berkuliah di Yogyakarta, dan bersedia menjadi pemandu perjalanan menuju Prambanan. berbekal sepeda motor yang tampaknya dikirim dari Sumbawa karena berplat EA, kamipun melaju.
Dalam perjalanan ini saya menggunakan ransel semata, maksud saya untuk memudahkan saya membawanya kesana kemari saat di yogyakarta. Tak lama berselang setelah sepeda motor melaju, kamipun akhirnya tiba di Prambanan. Aroma, dan ketakjubannya seolah memeriahkan dunia dimata saya. Gegap gembita perasaan saya membahana dan saya terpana. Mencoba membayangkan jutaan ruh masih meliuk-liuk diangkasa Prambanan, dengan riang gembira mereka mengangkat bebatuan yang telah dipahat menyusunnya menjadi bangunan semegah ini. Sungguh rumit arsitektur yang dibuatnya sehingga membuat saya berdecak kagum dan pantas untuk berfikir ini memang ruh halus yang mengerjakannya.
Candi itu Berdiri megah di seberang Sungai Opak, CandiPrambanan menjadi saksi bisu jejak kemasyhuran masa lalu. Siapa pendirinya dan kapan mulai didirikan, jawaban pastinya masih berupa dugaan.ada yang mengatakannya bersamaan dengan borobudur pada 856 masehi, ada juga yang mengatakan pada abad ke 8, abad ke 9, abad ke 10, abad ke 12. Bagi saya menikmati keindahan Prambanan cukuplah memuaskan saya daripada mendebati tahun pembangunannya karena saya bukanlah seorang sejarawan.
Saya seolah memasuki taman ritual, dimana orang-orang yang mengenakan selendang batik berlatar putih adalah dan disebut sebagai para pengikut ritual. Perlahan saya mengenakan batik itu sambil menatap penasaran bagaimana ujung Candi yang besar dan berat itu diletakkan diatas sana, pada masa itu tanpa katrol ataupun mesin derek. Setelah kain batik itu terpakai, saya mencoba mengelilingi bangunan itu dari altarnya yang paling bawah. Seolah olah mencoba mencari-cari jejak kaki Bandung Bondowoso, mukaku tertunduk pelan dan mata menatap ke arah kaki.
Langkah demi langkah kemudian saya naik ke altar berikutnya, mencoba membelai bebatuan yang telah runtuh berserakan. Saya tidak merasakan apapun saat membelainya. Mungkin energi para ruh itu telah lenyap seiring dengan keruntuhan cecandian itu. Secara perlahan saya melanjutkan ke altar teratas dimana 3 Candi besar bertengger yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga Candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga Candi itu menghadap ke timur. Setiap Candi utama memiliki satu Candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu ketiganya adalah kendaraan bagi masing-masing dewa. Selain itu, masih terdapat 2 Candi apit, 4 Candi kelir, dan 4Candi sudut. Sementara, Altar dibawahnya tampak banyak sekali bangunan Candi, menurut petugas yang berada disana jumlahnya sebanyak 224 Candi.
Setelah mengamati keseluruhan wilayah Candi dari altar utama, saya menggunakan helm pelindung untuk memasuki Candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, didalamnya saya menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Disinilah saya melihat bahwa cerita legenda Roro Jonggrang dengan Ramayana saling mengambil peran. Arca Durga adalah Roro Jonggrang yang dimaksud dalam Legenda yang menjadi tujuan saya untuk datang ke Candi Prambanan ini.
Setelah saya selesai mengamati Candi terbesar saya kemudian keluar dan beralih ke Candi berikutnya yaitu Candi wisnu. Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara Candi Siwa, saya menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Lalu Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, saya menemukan satu ruangan berisi arca Brahma. Kedua tokoh ini dalam kisah ramayana merupakan dewa dewa kecil yang mengikut pada Dewa shiwa.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti ‘terbit’ atau ‘bersinar’, biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda busa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa). Ditaman bermain Candi Prambanan sebelum pulang saat mengelilingi halaman Candi, saya melihat seekor burung garuda dalam sangkar. Dalam beberapa referensi tentang burung ini yang saya ketahui bahwa ia berasal dari habitat yang tidak jauh dari gunung Merapi.
Burung garuda adalah burung penyelamat, Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di Candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief Candi yang memuat kisah Ramayana. Kisah ramayana saya ketahui ketika saya masih Sekolah Dasar sekitar Tahun 1990an, stasiun Televisi Pendidikan Indonesia alias TPI yang sekarang berubah menjadi MNC TV secara kontinyu menyiarkan film tersebut setiap pekannya, jika ditanya pada orang orang seumuran saya tentang kisah ramayana tentulah mereka familier dengan kisah tersebut. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di Candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.
Mengamati relief relief yang beragam tentulah membutuhkan kejelian untuk kemudian merangkum apa yang hendak disampaikan oleh sipembuat Candi. Namun bagi saya sekedar mengetahui saja sudah cukup memberikan kepuasan tersendiri apalagi Candi ini adalah warisan kekayaan budaya bangsa. Pada salah satu relief yang paling tampak jelas adalah relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di CandiPrambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang banyak di pulau Masakambing.
Menjelang magrib, saya beranjak pulang. Meninggalkan legenda Roro Jonggrang ditempat yang menginspirasi pembuatnya. Kemudian yang tersisa adalah kisah kisah legenda Ramayana yang telah diadaptasi dengan kehidupan manusia ditempat dan waktu itu. Melalui burung para pemahat itu bercerita, melalui pohon, melalui, binatang, melalui manusia, dan melalui para dewa. Yang menjadi masalah adalah tanpa aksara.
Boleh jadi, perjalanan ke Prambanan adalah perjalanan yang paling mengesankan selama hidup saya. Dalam perjalanan itu saya telah berkelebat dengan informasi informasi sejarah yang rasional dan cerita cerita legenda yang mistis. Dua bentuk metode pengetahuan manusia antara rasional dan mistis kembali diuji dalam benak saya melalui perjalanan kali ini. Prambanan adalah kemegahan Bangunan yang sangat menakjubkan dan telah dikemas oleh sastra dalam bentuk legenda. Dipenghujung lancongan saya dari sebuah jembatan pantau, di sebelah lapanganCandi, hati saya bergetar dengan dasyatnya, betapa negeri ini diperkaya oleh variasi budaya antar ruang dan antar waktu. Kekayaan itu telah melahirkan peristiwa peristiwa hebat. Banyak dari peristiwa itu kemudian menjadi buah bibir dimasyarakat, menjadi cerita dari negeri asalnya kepada negeri lain, menjadi penghubung antar generasi, menjadi jembatan antar dua pengetahuan yaitu rasional dan mistis, lalu melegenda dalam dongeng dongeng sebelum tidur si anak.

    

No comments:

Post a Comment