Katakepo.blogspot.com - Candi Prambanan dikampung halaman saya Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat lebih dikenal dengan nama Candi Roro Jonggrang, saya mengenalnya sekitar tahun 1990an waktu pemerintah orde baru sering menayangkan film-film bernilai budaya melalui media layar tancap. Sebenarnya
penayangan Legenda Roro Jonggrang bukanlah sebagai film yang utama
untuk dipertunjukkan melainkan sebagai film tambahan agar menarik minat
warga dalam menonton film dokumenter yang menyajikan teknik-teknik
bercocok tanam tanaman lamtoro, tanaman padi, tanaman palawija, dan
tanaman pisang yang dibudidayakan oleh warga di kampung halaman sayapada
waktu itu. Namun karena cerita
legenda itu memiliki aksi-aksi silat, dan nilai nilai yang terkandung
didalamnya merupakan keluhuran budi pekerti yang dianut masyarakat, maka
semua warga menyukainya,tak terkecuali mulai dari kalangan muda hingga
tua anak anak tumpah ruah dilapangan tempat diselenggarakannya Layar
Tancap, dan yang terutama lagi “gratis”.Penyelenggarapun sukses
mendapatkan penonton yang berlimpah.
Saya termasuk orang yang menghayati legenda itu dalam filmnya, alur
ceritanya, para tokohnya, kesaktian para tokohnya, sifat sifat tokohnya
hampir tidak ada satupun yang terlupakan hingga sekarang. Ingin rasanya menyelami suasana pada masa pembangunan Candi oleh Bandung Bondowoso yang melegenda itu,
merasakan ketulusan cinta seorang pangeran kepada seorang putri melalui
sebuah pemenuhan janji yang mustahil yaitu sebentuk Candi berjumlah
1000 dan dibuat dalam waktu semalam, lalu merasakan sisa-sisa energi
para roh yang merasuki bebatuan
Candi melalui pahatan pahatan relief yang detail tentang kehidupan
mahayana dan kresnayana, lalu ingin membelai Roro Jonggrang yang telah
menjadi sebuah arca, siapa tahu sayalah yang ditunggu untuk
membebaskannya dari belenggu kutukan yang menyiksa (hehe, narsis),
lalumenatap parasnya nan cantik jelita, lalu mencari tahu letak sebuah
Candi yang belum rampung pada bagian arcanya karena keburu subuh, yaitu
Candi sebagai tempat diabadikannya Roro Jonggrang menjadi arca batu
akibat kutukan Pangeran Bandung Bondowoso.
Keinginan itupun akhirnya terkabul, pada agustus 2013 cita cita untuk berkunjung ke Candi Prambanan menjadi kenyataan. Hari
itu tanggal 21 Agustus 2013, saya mempersiapkan segala sesuatunya untuk
perjalanan yang telah lama saya inginkan itu, termasuk yang utama
adalah bahan referensi. Dikampung
halaman saya, banyak kawan kawan yang berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan diantara mereka ada seseorang yang kampung halamannya
tidak jauh dari Prambanan, saya
tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mengorek informasi tentang
sejarah maupun suasana mistis yang melingkupi pengetahuan masyarakat seputaran
Candi Prambanan. Berbagai informasi terus saya lakukan hingga menjelang
hari keberangkatan, suasana bathin saya telah dipenuhi dengan setumpuk
sejarah dan sekeranjang mistisme Prambanan, hal ini tentunya setelah
banyak menggali dari penuturan teman serta berlimpahnya rekaman tulisan
dan gambar di internet.Agar lebih mantap lagi, saya mencetak Peta DIY,
Denah Candi, hubungannya dengan Candi lain, sejarah pemugaran Candi,
legenda Roro jonggrang, serta cerita lain yang berhubungan dengan
Prambanan, kemudian saya jilid sesistematis mungkin. Hasilnya,
setumpuk cerita dalam satu bendel tentang Prambanan yang akan memandu
saya menelusuri Rorong Rorong mistis dalam CandiPrambanan.
Penentuan rute
yang tepat dalam melakukan perjalanan tentulah menjadi hal yang sulit
karena banyak rute perjalanan hanya menawarkan kecepatan untuk sampai
ditujuan. Rute yang baik untuk
sebuah kegiatan pelancongan menurut saya, ketika didalam perjalanannya
itu, seorang pelancong sudah merasakan suasana-suasana ditempat
tujuannya. Untuk mendapatkan hal itu saya mengambil rute melalui pulau dewata, Bali. Perjalanan ke
bali menggunakan jalan darat via travel (sebentuk minibus) dari sumbawa
ke mataram dan dilanjutkan dari mataram ke bali menggunakan bus. Didalam bus kebetulan saya bersama seorang kakek yang berasal dari Prambanan namun beliau tinggal dimataram selama ini. Kakek tersebut hendak pulang ke kampung halamannya setelah sekitar 20 tahun merantau di Mataram. Beliau banyak bercerita tentang Prambanan. beliau
bercerita seolah beliau bernostalgia dengan masa kecilnya yang penuh
dengan pengalaman mistis dalam masa-masa renovasi Prambanan. Menurut
beliau pernah satu kejadian dalam renovasi ada sepotong batu yang tidak
busa diangkat oleh berapa orangpun dan alat apapun, karena peristiwa
tersebut batu itu tidak pernah dipindahkan, sehingga dibiarkan saja
seperti itu. Menurut beliau Prambanan itu keramat, dibuat oleh bantuan para ruh yang kasat mata yang takut cahaya subuh. Perjalanan bersama kakek itu ibaratkan mendapatkan seorang guide yang menjelaskan Prambanan secara mendetail.
Ketika sampai dibali, kakek itu mengatakan bahwa bentuk rupa bangunan Candi Prambanan menyerupai pura pura di pulau Bali. “Tidak dapat disangkal bahwa Prambanan adalah warisan budaya agama hindu pada masa jayanya.”. ungkap beliau dengan santai. Bali menurut saya sangat pantas untuk mengawali suasana mistis di Prambanan. Konon
katanya keterampilan pahat memahat di bali diawali dari prakarsa raja
bali saat itu untuk mendatangkan guru guru pahat dari magelang. Warga diajarkan cara memahat batu dan kayu, hingga sekarang ini kita dapat melihat hasil dari tangan terlatih pemahat batu di bali. Secara perlahan Angle perjalanan mulai saya temukan dibali setelah melihat pahatan pahatan batu yang bertebaran dimana mana.
Dua hari di
bali, tepatnya dirumah saudara saya dibelakang Istana Tampaksiring,saya
telah cukup merasakan bagaimana rumitnya proses pembuatan CandiPrambanan
yang dikenal dalam penelusuran sejarah sebagai Candinya Ummat Hindu
itu. Aroma aroma mistis
kebudayaan hindu sangat kental saya rasakan melalui tarian bali yang
banyak dipersembahkan untuk pelancong dibeberapa pagelaran kesenian di
bali. Hindu yang membudaya di Bali sangatlah mistis, saya
membayangkan betapa mistisnya saat pembangunan Prambanan oleh Bandung
Bondowoso bersama para ruh yang membantu ketika legenda itu terjadi. Ingin rasanya segera menyentuh karya para ruh yang mistis itu di Candi Prambanan.
Dari bali saya menggunakan bus untuk melanjutkan perjalanan ke surabaya. Sepanjang
jalan dipulau bali saya menemukan banyak miniatur Candi dalam bentuk
gapura batas dusun, batas desa, hingga batas kabupaten. Sungguh
luar biasa kebudayaan ini yang telah mempersembahkan ukiran dan pahatan
dalam tumpukan tumpukan batu yang tersusun artistik. Tidak
dapat disangkal jika ada pameo yang mengatakan bahwa keindahan bali
adalah keindahan kayangan tempat bersemayamnya para dewata.
Setelah melewati selat bali, akhirnya kapal ferry yang membawa bus yangsaya tunggangi merapat ke pelabuhan ketapang. Senang rasanya karena saya telah berada di pulau yang penuh misteri masa lampau ini. Pulau ini memiliki banyak Candidiatasnya salah satunya yaitu Candi tujuan saya, Prambanan. pulau ini telah melahirkan banyak orang besar yang berpengaruh hingga keseluruh pelosok nusantara. Sebut saja patih gadjah mada, sebut lagi para wali songo, sebut lagi soekarno, soeharto, dan tak lupa jokowi. Perjalanan dari pelabuhan kemudian dilanjutkan ke terminal Purabaya Surabaya.
Sesampai diterminal Purabaya saya menyaksikan begitu banyak orang dengan begitu banyak bus, silih berganti tiada henti. Membayangi pembangunan Prambanan mungkin seperti inilah para ruh berlalu lalang memikul batu-batu seribu Candi. Tak disangka malam telah larut disaat bus tiba di Purabaya, untuk menuju Yogyakarta harus menggunakan bus lain dengan jurusan Yogyakarta. Eits..
walaupun larutnya malam menidurkan banyak orang, bus tetaplah bus dan
selalu ada ke jurusan manapun diterminal purabaya surabaya. Tak selang berapa lama setelah mengambil tempat duduk didalam bus, perjalanan menuju Yogyakarta pun dimulai. Karena jalanan gelap dan lampu penerang jalan juga tidak ada, jalan terbaik untuk menikmati malam yaitu dengan tidur.
Keesokan harinya sekitar pukul 09:00 bus telah tiba di terminal Giwangan, Yogyakarta. Untuk menuju ke Prambanan saya telah berjanji dengan seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di Universitas Gadjah mada. Untunglah
ada mahasiswa dari kampung halaman saya yang berkuliah di Yogyakarta,
dan bersedia menjadi pemandu perjalanan menuju Prambanan. berbekal sepeda motor yang tampaknya dikirim dari Sumbawa karena berplat EA, kamipun melaju.
Dalam
perjalanan ini saya menggunakan ransel semata, maksud saya untuk
memudahkan saya membawanya kesana kemari saat di yogyakarta. Tak lama berselang setelah sepeda motor melaju, kamipun akhirnya tiba di Prambanan. Aroma, dan ketakjubannya seolah memeriahkan dunia dimata saya. Gegap gembita perasaan saya membahana dan saya terpana. Mencoba
membayangkan jutaan ruh masih meliuk-liuk diangkasa Prambanan, dengan
riang gembira mereka mengangkat bebatuan yang telah dipahat menyusunnya
menjadi bangunan semegah ini. Sungguh
rumit arsitektur yang dibuatnya sehingga membuat saya berdecak kagum
dan pantas untuk berfikir ini memang ruh halus yang mengerjakannya.
Candi
itu Berdiri megah di seberang Sungai Opak, CandiPrambanan menjadi saksi
bisu jejak kemasyhuran masa lalu. Siapa pendirinya dan kapan mulai
didirikan, jawaban pastinya masih berupa dugaan.ada yang mengatakannya
bersamaan dengan borobudur pada 856 masehi, ada juga yang mengatakan
pada abad ke 8, abad ke 9, abad ke 10, abad ke 12. Bagi
saya menikmati keindahan Prambanan cukuplah memuaskan saya daripada
mendebati tahun pembangunannya karena saya bukanlah seorang sejarawan.
Saya
seolah memasuki taman ritual, dimana orang-orang yang mengenakan
selendang batik berlatar putih adalah dan disebut sebagai para pengikut
ritual. Perlahan saya mengenakan
batik itu sambil menatap penasaran bagaimana ujung Candi yang besar dan
berat itu diletakkan diatas sana, pada masa itu tanpa katrol ataupun
mesin derek. Setelah kain batik itu terpakai, saya mencoba mengelilingi bangunan itu dari altarnya yang paling bawah. Seolah olah mencoba mencari-cari jejak kaki Bandung Bondowoso, mukaku tertunduk pelan dan mata menatap ke arah kaki.
Langkah demi langkah kemudian saya naik ke altar berikutnya, mencoba membelai bebatuan yang telah runtuh berserakan. Saya tidak merasakan apapun saat membelainya. Mungkin energi para ruh itu telah lenyap seiring dengan keruntuhan cecandian itu. Secara
perlahan saya melanjutkan ke altar teratas dimana 3 Candi besar
bertengger yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga Candi tersebut
adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga Candi itu
menghadap ke timur. Setiap Candi utama memiliki satu Candi pendamping
yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma,
dan Garuda untuk Wisnu ketiganya adalah kendaraan bagi masing-masing
dewa. Selain itu, masih terdapat 2 Candi apit, 4 Candi kelir, dan 4Candi
sudut. Sementara, Altar dibawahnya tampak banyak sekali bangunan Candi,
menurut petugas yang berada disana jumlahnya sebanyak 224 Candi.
Setelah
mengamati keseluruhan wilayah Candi dari altar utama, saya menggunakan
helm pelindung untuk memasuki Candi Siwa yang terletak di tengah dan
bangunannya paling tinggi, didalamnya saya menemui 4 buah ruangan. Satu
ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain
masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan
Ganesha (putra Siwa). Disinilah saya melihat bahwa cerita legenda Roro
Jonggrang dengan Ramayana saling mengambil peran. Arca Durga adalah Roro Jonggrang yang dimaksud dalam Legenda yang menjadi tujuan saya untuk datang ke Candi Prambanan ini.
Setelah saya selesai mengamati Candi terbesar saya kemudian keluar dan beralih ke Candi berikutnya yaitu Candi wisnu. Candi
Wisnu yang terletak di sebelah utara Candi Siwa, saya menjumpai satu
ruangan yang berisi arca Wisnu. Lalu Demikian juga Candi Brahma yang
terletak di sebelah selatan Candi Siwa, saya menemukan satu ruangan berisi arca Brahma. Kedua tokoh ini dalam kisah ramayana merupakan dewa dewa kecil yang mengikut pada Dewa shiwa.
Candi
pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di
dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia
setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik
dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah,
berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah
adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti ‘terbit’ atau ‘bersinar’, biasa
diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix
dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda busa menyelamatkan ibunya dari
kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta
Amerta (air suci para dewa). Ditaman bermain Candi Prambanan sebelum pulang saat mengelilingi halaman Candi, saya melihat seekor burung garuda dalam sangkar. Dalam beberapa referensi tentang burung ini yang saya ketahui bahwa ia berasal dari habitat yang tidak jauh dari gunung Merapi.
Burung
garuda adalah burung penyelamat, Kemampuan menyelamatkan itu yang
dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai
kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon,
pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di Candi ini. Negara
lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand,
dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di
Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.
Prambanan juga memiliki relief Candi yang memuat kisah Ramayana. Kisah
ramayana saya ketahui ketika saya masih Sekolah Dasar sekitar Tahun
1990an, stasiun Televisi Pendidikan Indonesia alias TPI yang sekarang
berubah menjadi MNC TV secara kontinyu menyiarkan film tersebut setiap
pekannya, jika ditanya pada
orang orang seumuran saya tentang kisah ramayana tentulah mereka
familier dengan kisah tersebut. Menurut para ahli, relief itu mirip
dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain
yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap
sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di
Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa.
Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad
ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok
Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di
Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana
untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di Candi
ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang
digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang
ada di Prambanan telah mendunia.
Mengamati relief relief
yang beragam tentulah membutuhkan kejelian untuk kemudian merangkum apa
yang hendak disampaikan oleh sipembuat Candi. Namun
bagi saya sekedar mengetahui saja sudah cukup memberikan kepuasan
tersendiri apalagi Candi ini adalah warisan kekayaan budaya bangsa. Pada salah satu relief yang paling tampak jelas adalah relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di CandiPrambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang banyak di pulau Masakambing.
Menjelang magrib, saya beranjak pulang. Meninggalkan legenda Roro Jonggrang ditempat yang menginspirasi pembuatnya. Kemudian yang tersisa adalah kisah kisah legenda Ramayana yang telah diadaptasi dengan kehidupan manusia ditempat dan waktu itu. Melalui burung para pemahat itu bercerita, melalui pohon, melalui, binatang, melalui manusia, dan melalui para dewa. Yang menjadi masalah adalah tanpa aksara.
Boleh jadi, perjalanan ke Prambanan adalah perjalanan yang paling mengesankan selama hidup saya. Dalam
perjalanan itu saya telah berkelebat dengan informasi informasi sejarah
yang rasional dan cerita cerita legenda yang mistis. Dua bentuk metode pengetahuan manusia antara rasional dan mistis kembali diuji dalam benak saya melalui perjalanan kali ini. Prambanan adalah kemegahan Bangunan yang sangat menakjubkan dan telah dikemas oleh sastra dalam bentuk legenda. Dipenghujung lancongan saya dari sebuah jembatan pantau, di sebelah lapanganCandi, hati saya bergetar dengan dasyatnya, betapa negeri ini diperkaya oleh variasi budaya antar ruang dan antar waktu. Kekayaan itu telah melahirkan peristiwa peristiwa hebat. Banyak dari peristiwa itu kemudian menjadi buah bibir dimasyarakat, menjadi
cerita dari negeri asalnya kepada negeri lain, menjadi penghubung antar
generasi, menjadi jembatan antar dua pengetahuan yaitu rasional dan
mistis, lalu melegenda dalam dongeng dongeng sebelum tidur si anak.
No comments:
Post a Comment