Katakepo.blogspot.com - Saya berjalan cepat, menembus hawa dingin pagi yang menggelitik tengkuk
yang tak tertutup. "Tak apalah, yang penting bisa mewujudkan mimpi,"
begitu kata saya dalam hati.
Pagi itu, suasana hati saya memang
sedang cetar membahana - mengutip kata Mbak Syahrini. Pasalnya, akhir
pekan ini saya dan beberapa teman dari negara lain, yang juga mengikuti
program pertukaran pelajar ke Jerman, akan bertamasya bersama. Ke mana?
Cologne (Koeln), kota terbesar keempat di Jerman. Posisi saya saat itu
berada di Duesseldorf, ibu kota negara bagian Nordrhein-Westfalen, yang kebetulan berada tak jauh dari Cologne.
Pengalaman ini saya alami tiga tahun lalu, 2010, saat cuaca di Eropa
sedang amburadul. "Musim panas kok malah dingin," keluh saya, saat
pertama kali menginjakkan kaki di Duesseldorf. Suhu bahkan bisa merosot
sampai 12 derajat. Tak jarang, saya harus rela basah kuyup gara-gara
hujan deras yang datang tanpa aba-aba. Rupanya, bukan cuma saya yang
mengeluh tentang cuaca. Beberapa teman juga berpikiran sama. Seminggu di
sana, ada beberapa teman yang sudah terkena batuk dan pilek. Beruntung
saya tidak.
Sabtu (11/8), saya dan rombongan berkumpul di Duesseldorf Hauptbahnhof (stasiun
pusat), tepat pukul 8 waktu setempat. Kali ini, tidak ada judul jam
karet alias datang telat. Semua datang tepat waktu dan bergegas
mengumpulkan tiket reservasi masing-masing. Tiket dikumpulkan kepada
pemandu wisata yang bertugas mengantar kami ke Cologne. Pria jangkung
dengan tinggi mencapai 190 meter itu sedikit membungkuk ketika
menanyakan nama saya. Dia lalu mencatat tiket yang saya berikan dan
mengabsen anggota lainnya.
Untuk mengantungi satu tiket reservasi
ke Cologne, saya merogoh kocek 20 euro atau sekitar Rp 291.474. Saya
pikir itu bukan harga yang mahal untuk sebuah pengalaman luar biasa yang
menanti saya di Cologne. Tiket itu sudah termasuk tiket kereta PP,
pemandu wisata, dan tiket museum. So, it's time to travel girls!
Pesona Katedral Cologne di pinggir Sungai Rhein
20
Menit kemudian saya tiba di kota impian, Cologne. Suasana Koeln
Hauftbahnhof riuh rendah. Bersamaan dengan libur musim panas, jumlah
wisatawan melonjak drastis. "Seid vorsichtig mit ihren Brieftaschen!"
atau "Berhati-hatilah dengan dompet kalian!" kata pemandu wisata
berambut pirang itu pada rombongan. Menurut penjelasan yang saya
tangkap, para pencopet cilik sering beraksi di sekitar Cologne.
Mendengar itu, saya langsung jadi posesif pada ransel di punggung.
Setelah di-briefing selama hampir 10 menit, kami pun langsung berangkat
menuju Katedral Cologne yang berada tepat di samping stasiun. Saking
takjubnya, saya sempat terpaku sejenak memandangi arsitektur gereja
Gotik terbesar di Eropa Utara itu. Pembangunan Katedral Cologne (Koelner Dom) dimulai pada tahun 1248 dan dihentikan pada 1473.
Pengerjaan ulang kembali dilakukan pada abad ke-19 dan selesai pada
tahun 1880. Bagi saya, katedral ini merupakan simbol kegigihan umat
manusia yang tak gampang putus asa. Betapa tidak, butuh waktu lebih dari
600 tahun untuk bisa menyelesaikan Katedral Cologne.
Pada tahun 1996, katedral ini masuk sebagai situs budaya penting dalam
daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Namun, seperti halnya nasib dari
kebanyakan situs lain di dunia, pada tahun 2004, Katedral
Cologne terpaksa masuk dalam daftar "World Heritage in Danger", karena
adanya rencana pembangun sebuah gedung pencakar langit di dekatnya, yang
pastinya akan berdampak secara visual pada keindahan situs. Beruntung
pada 2006, pemerintah memutuskan untuk membatasi ketinggian bangunan
yang dibangun di dekat dan di sekitar katedral Katolik Roma tersebut.
Kuil Tiga Raja adalah harta paling populer yang dimiliki oleh Katedral
Cologne. Pembuatan kuil ini ditugaskan oleh Philip von Heinsberg, Uskup
Agung Cologne dari 1167-1191 dan diciptakan oleh Nicholas Verdun,
dimulai pada 1190. Kuil Tiga Raja memiliki bentuk seperti sebuah wadah
besar - dalam bentuk sebuah gereja basilikan - yang terbuat dari
perunggu dan perak, disepuh dan dihiasi dengan detail arsitektonis,
patung figuratif, enamel dan batu permata. Kuil tersebut dibuka pada
tahun 1864.
Lonceng gereja
Katedral ini memiliki sebelas
lonceng gereja, empat di antaranya berasal dari abad pertengahan. Yang
pertama adalah Dreikoenigsglocke seberat 3,8 ton ("Bell Tiga Raja"),
yang dibuat tahun 1418, dan dipasang pada 1437. Dua lonceng lain,
Pretiosa (10,5 ton) dan Speciosa (5,6 ton) dipasang pada tahun 1448 dan
tetap di tempatnya sampai hari ini.
Menarik rata-rata 20.000 orang per hari, Katedral
Cologne telah menjadi tujuan wisata paling populer di Jerman. Berminat
untuk mengunjunginya? Jangan lewatkan liputan selanjutnya ya!
No comments:
Post a Comment