Katakepo.blogspot.com - Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Non-Aktif Akil Mochtar
oleh KPK terkait dengan kasus suap membuat beberapa orang yang pernah
berperkara di MK angkat bicara. Seolah, kemenangan mereka selama
berlangsungnya pemilihan kepala daerah telah dirampok dalam putusan MK.
Suap
di MK yang semula dianggap rumor, meruntuhkan wibawa MK dengan
tertangkapnya Akil. Kejadian itu memunculkan beberapa suara dengan
mengaku pernah dihubungi pihak yang mengaku dari MK, serta meminta uang
agar bisa menang berperkara.
Mereka adalah Rieke Diah Pilatoka
dalam sengketa Pilgub Jawa Barat, Sarimuda dalam kasus Pilwali Kota
Palembang, Sumatera Selatan dan Irwan H Daulay dalam gugatan Pilbup
Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Berikut pengakuan mereka seperti yang dirangkum merdeka.com:
Mantan Wali Kota Palembang, Sumatera Selatan Sarimuda mengaku ada pihak
MK yang menghubungi meminta menyiapkan uang saat berlangsungnya sengketa
Pilkada Palembang 2013. Hal itu dikatakan Sarimuda pada (4/10) atau
sehari setelah Akil Mochtar ditangkap KPK.
Sarimunda menjelaskan,
pihak yang mengaku itu dari MK memintanya agar menyiapkan uang sekitar
Rp 15 sampai Rp 20 miliar untuk memenangkan perkara. Tapi dia menolak
permintaan itu dengan alasan tidak ada uang. Dia mengabaikan permintaan
itu karena merasa sudah menang.
Namun setelah keputusan MK keluar
dia merasa, permintaan itu dia anggap indikasi menang di MK harus
memberikan uang. Selain itu Sarimuda yang menilai banyak kejanggalan
terhadap putusan MK terhadap Pilkada Palembang 2013. Menurut Sarimunda,
kekalahannya dalam sengketa di MK itu karena adanya suap dan saat itu
dia yakin akan akan terbukti.
Pada Minggu (6/10) Mantan Calon Bupati Mandailing Natal, Sumatera Utara
Irwan H Daulay, menuding Mahfud MD menerima suap Rp 3 miliar saat
menangani kasus sengketa Pilkada Mandailing Natal, Sumatera Utara pada
2010. Irwan mengaku sudah melaporkan hal itu ke KPK.
Bahkan Irwan
menuding penyimpangan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) mulai
terjadi pada masa kepemimpinan Mahfud MD. Menurut Irwan, putusan MK
mencurigakan dalam sengketa Pilkada Mandailing Natal 2010 lalu. Saat itu
MK masih dipimpin Mahfud MD.
Tak terima dengan tudingan itu,
Mahfud membantah telah menerima suap saat menjadi Ketua Mahkamah
Konstitusi. Ia bahkan menantang pihak-pihak yang menudingnya untuk
membuktikannya. Bahkan Mahfud siap dihukum berat jika terbukti.
"(Siap) potong tangan dan potong leher," kata Mahfud di Gedung KPK Jakarta, Senin (7/10).
Setelah KPU Jawa Barat menetapkan pasangan Ahmad Heryawan dan Dedi
Mizwar sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat. Pasangan Rieke Diah Pitaloka
dan Teten Masduki langsung mengajukan gugatan terhadap MK akan adanya
kecurangan dalam pilkada itu. Dalam putusan MK saat itu gugatan yang
diajukan Rieke ditolak oleh MK.
Saat proses persidangan masih
berlangsung, Rieke mengaku orangnya sempat dihubungi oleh seorang yang
mengaku dari MK untuk memberikan uang sekitar Rp 20 miliar agar bisa
memenangkan gugatan. Rieke mengaku, saat diberitahu hal itu dia langsung
menolak permintaan itu.
"Enggak langsung ke saya, katanya
sekitar Rp 20 M. Waktu disampaikan ke saya permintaan tersebut, saya
bilang kalau 20 ember saya punya," kata Rieke di Kantor DPP PDIP
Jakarta, Rabu (9/10).
Rieke menolak tawaran itu dengan alasan tidak mau menang dengan cara menyuap. Menurutnya resiko suap terlalu besar.
"Saya
tahu Ibu Mega pasti tidak mau menggunakan cara-cara seperti itu. Pesan
beliau, kalau harus bayar-bayar segala, mending tidak usah menang. Saya
sependapat dengan Ibu Mega, saya tidak ingin menang dengan cara yang
tidak benar. Kemenangan yang transaksional akan melahirkan pemerintahan
yang transaksional," ujar Rieke.
No comments:
Post a Comment