Katakepo.blogspot.com - Waktu baru saja menunjukkan pukul empat sore. Namun cahaya langit di
Kampung Kuta, Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, sudah mulai gelap. Wawan perlahan menuruni puluhan anak
tangga melingkar menuju bekas mata air dulu kerap digunakan warga untuk
kebutuhan sehari-hari.
Bekas mata air itu kini ditumbuhi ilalang
dan ditanami pohon pisang. Air dari dinding tebing itu sekarang sudah
tidak pernah mengalir dan tertutup oleh rumput liar. "Di situ dulu ada
empat mata air, tapi kini sudah tidak ada lagi karena kering," kata
Wawan, warga Kampung Kuta, kepada merdeka.com Selasa pekan lalu.
Dia
mengatakan keringnya mata air itu berlangsung setelah perusahaan air
minum kemasan bermerek Aqua mengambil mata air Cikubang. Sejak 1995
penduduk Desa Babakan Pari mulai kelimpungan dengan keringnya air di
sumur milik mereka jika tidak turun hujan.
"Kalau nggak turun
hujan sepuluh hari aja sudah kering. Beda dengan dulu keringnya pas
musim kemarau, tapi warga bisa manfaatkan mata air," ujar wawan
mengenang.
Dia lantas menunjukkan sumber mata air lain juga telah
ditumbuhi rumput liar bercampur pohon bambu. Hanya ada kubangan air
bekas mata air sering digunakan warga. Mata air sudah tidak berproduksi
lagi.
Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi kini berubah
nama menjadi Dinas Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten
Sukabumi, tiga tahun lalu Kecamatan Cidahu memiliki enam mata air.
Enam
mata air itu adalah mata air Cikubang di Kampung Cikubang Jaya, mata
air Ciburial (Desa Babakan Pari), mata air Cibuntu (Kampung Kerenceng),
mata air Cigombong (Desa Pasir Doton), mata air Desa Jaya Bakti, dan
mata air di Desa Pondok Kaso.
"Semuanya sudah dibeli
perusahaan," kata Wawan sambil menunjukkan mata air sedalam 2,5 meter
dengan luas sekitar 4x7 meter telah dibeli oleh PT Alam Raya. Namun
sampai sekarang mata air ini belum digunakan.
Dalam data Dinas
Pertambangan, Aqua lewat bendera PT Aqua Golden Mississippi beralamat di
Jalan Pulo Lembut nomor 3 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur,
menguasai empat sumber air dari mata air Cikubang di Kampung Kubang
Jaya, Babakan Pari, Kabupaten Sukabumi.
Mata air pertama
menghasilkan 500 liter air per detik, Yang kedua dan ketiga sama-sama
memproduksi 864 meter kubik air tiap hari. Dari mata air keempat
diperoleh 70 liter air saban detik.
Wawan menyebut ekploitasi
mata air oleh Aqua sebagai penyebab kekeringan di kampungnya. Dia
mengatakan untuk memperoleh air bersih dulu cukup menggali sumur tujuh
meter. "Sekarang harus 17 meter, itu pun masih kekeringan," ujarnya.
Dia
menunjuk ke arah sebuah penampungan air dibangun oleh Aqua untuk warga
sedalam 23 meter juga tidak menghasilkan air setetes pun. Penampungan di
Kampung Kuta itu tidak b ermanfaat lagi. "Itu menggunakan bor
membangunnya, tapi airnya enggak keluar," tuturnya.
Ironis
memang. Aqua kebanjiran fulus, sedangkan warga Cidahu kekeringan.
Menurut simulasi dilakukan Amrta Institute pada 2009, Aqua menggunakan
air tanah 221.143 meter kubik per bulan dan meraup pendapatan sekitar
2,8 triliun setahun. Tapi perolehan Pemerintah Kabupaten Sukabumi dari
sektor air cuma Rp 23,5 miliar.
Amrta mensinyalir tidak
maksimalnya pendapatan pemerintah kabupaten itu lantaran sejumlah
faktor, di antaranya kesalahan penghitungan di lapangan, keterbatasan
sumur pantau, praktek manipulasi air, dan minimnya sumber daya manusia
dari pemerinyah buat mengawasi penggunaan air oleh perusahaan.
"Pemasukan
dari air optimal bisa dimanfaatkan untuk konservasi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat," kata peneliti dari Amrta Institute, Irfan
Zamzami, kepada merdeka.com melalui surat elektronik. Irfan melakukan
riset di Kabupaten Sukabumi tahun lalu berjudul "Studi Kasus Pemantauan
Pendapatan dari Eksplotasi Air di Kabupaten Sukabumi: Keterbatasan
Masyarakat terhadap Air, Keterbatasan Penerimaan Pemerintah dari Sumber
Daya Air".
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
Sukabumi menemukan pendapatan asli daerah Kabupaten Sukabumi terbesar
didapat dari pajak air tanah. Jumlahnya Rp 17,5 miliar tiap tahun.
Sedangkan perolehan dari Pajak Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) Rp 10 miliar dan pajak penerangan jalan (PPJ) Rp 14,5
miliar.
"Porsinya 70 persen dari pajak dibayarkan AMDK," kata
Ajat Jatnika dari Fitra Sukabumi saat ditemui di kantornya, Kampung
Cibatu, Desa Nagrak, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Rabu pekan
kemarin.
No comments:
Post a Comment