Katakepo.blogspot.com - Warna merah mudanya secerah cenil legit yang sering ditemui di pasar
tradisional. Namun, cenil yang centil ini tidak untuk dilahap. Ia lebih
pas dipeluk dan jadi teman main si kecil.
Dengan bentuknya yang
gempal, berbulu lembut, rok mungil mengembang, dan bulu mata lentik,
cenil karya pasangan Glenn Ardiansyah (40) dan Edya Asmara (40) terlihat
imajinatif. Inilah industri kreatif yang idenya lahir dari kekayaan
”resep” budaya sendiri.
Cenil bersepuh merah muda menyala itu
”berteman” dengan jajanan pasar unik lain di rumah Glenn dan Edya di
bilangan Tangerang Selatan. Ada mochi, cakwe, getuk, celorot, lontong,
kue cubit, serabi, onde, kueku, dan lemper. Berbeda dengan jajanan di
pasar tradisional, penganan kecil itu muncul dalam wujud berbeda: boneka
karakter lucu dan menggemaskan. Matanya besar, tangan dan kaki kecil
mencuat, serta beberapa mengenakan rok atau celana.
Ide boneka
kartun Jajanan Pasar alias Japarr itu muncul ketika Glenn mengamati
kebiasaan anak-anaknya menonton kartun saat mereka duduk di bangku SD
dan SMP. ”Saya tersadar, kok kartun lokal masih sedikit. Lucu juga
jajanan ini dibikin kartun,” ujarnya.
Apalagi, jajanan pasar
mulai tergeser kudapan asing. ”Belakangan ramai rainbow cake. Padahal,
kita juga punya kue lapis, ha-ha.... Rasa kue-kue tradisional kita tidak
kalah, cuma kemasannya saja perlu dibuat menarik,” ujarnya.
Berikutnya,
Glenn dan Edya mencari nama yang tepat. ”Kalau namanya kartun kue basah
kan tidak lucu, ha-ha-ha. Akhirnya pilihan nama jatuh pada kartun
Jajanan Pasar,” ujar Glenn.
Lewat kartun Jajanan Pasar, kata
Glenn, budaya kuliner Nusantara yang berlimpah bisa diperkenalkan kepada
anak-anak. Dari jajanan pasar saja sudah terlihat keragaman budaya yang
seperti warna-warni kue lapis itu. ”Di sekitar kita banyak sumber
inspirasi dari keragaman budaya. Di luar negeri, para kreator perlu
bertahun-tahun mencari dan mengembangkan karakter. Di Indonesia, sudah
ada beragam karakter,” ujarnya.
Getuk dan celorot
Dua tahun
lalu, Glenn dan Edya mulai memperkenalkan jajanan pasar dengan media
dongeng boneka di Komunitas Kartun Jajanan Pasar (Komunitas Japarr) yang
mereka bentuk. ”Waktu itu kami masih pakai boneka jajanan pasar yang
dijahit tangan. Setelah dongeng itu, permintaan boneka kian banyak,”
ujar Edya.
Mereka mengawali usaha itu dengan membuat 24 desain
karakter kartun jajanan pasar dan mulai memproduksi 14 desain. Salah
satu desain yang diproduksi ialah cenil, kudapan dari tepung ketela
dengan taburan parutan kelapa. Cenil tidak termasuk 10 besar jajanan
yang dikenal dalam ”riset” kecil mereka, tetapi warna-warni cenil yang
menyala menarik hati anak-anak sehingga desain cenil diproduksi guna
memperkenalkan pangan itu. Mereka juga membuat karakter celorot yang tak
banyak dikenal. Penganan itu aslinya berbentuk kerucut terbuat dari
tepung beras, santan, dan gula merah.
Celorot, mochi, getuk, dan
teman-temannya itu tak hanya terekam dalam wujud boneka, tetapi juga
sandal kamar berbulu, gantungan kunci, tas sekolah, atau tercetak di
atas kaus. Produk utama, yakni boneka, terbuat dari bahan garmen khusus
boneka sehingga bulu tidak banyak rontok dan aman bagi anak.
Bentuk-bentuk ornamen mata, mulut, dan hidung dibordir dan ”polesan”
akhir boneka dikerjakan dengan bantuan sejumlah perajin rumahan di
Bandung.
”Pernah kami perlihatkan boneka itu kepada anak-anak.
Awalnya mereka bingung karena kartun ini tidak ada di televisi. Setelah
diberi tahu itu cakwe, getuk, mereka teriak ’ooooh iya, mirip!’
Ternyata, mereka kenal jajanan pasar berarti secara emosional masih ada
kedekatan. Ada peluang lebih mudah memperkenalkannya,” ujar Edya.
Mereka
memproduksi 7.000-9.000 boneka dalam setahun dan memasarkannya lewat
situs internet. Boneka-boneka jajanan pasar itu pun lantas sampai ke
tangan anak-anak di berbagai penjuru Indonesia, seperti Palembang, Jawa
Timur, Papua, dan Jakarta. Anak-anak di Papua pun bisa berkenalan dengan
getuk dan cenil yang manis lewat boneka-boneka itu.
Jual rumah
Glenn
dan Edya memulai usaha boneka jajanan pasar dengan modal Rp 10 juta
untuk membuat sejumlah model. Glenn yang sebelumnya menjabat direktur
seni sebuah agen periklanan itu kebetulan memutuskan berhenti bekerja
dan ingin memulai usaha sendiri.
Pasangan itu lalu memutuskan
menjual satu-satunya rumah mereka sebagai modal kerja dan kemudian
menjadi pengontrak. Saat ini, keputusan itu mulai terbayar dengan omzet
usaha Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per bulan.
”Kami yakin jajanan
pasar bisa tampil keren,” ujar Glenn yang tak lelah berkampanye untuk
memperkenalkan jajanan pasar ini kepada anak-anak dan orangtuanya.
”Secara emosional, para orangtua masih memiliki ingatan dan senang
dengan jajanan pasar. Mereka bisa memperkenalkannya kepada anak agar
budaya lestari. Ini sekaligus edukasi lewat kartun,” ujarnya.
Lebih
dari itu, Glenn dan Edya yang kreatif itu juga mengembangkan Komunitas
Kartun Jajanan Pasar sebagai ajang kumpul bocah setiap satu bulan sekali
di kediaman mereka. Mereka mengajak anak-anak di lingkungan mereka
mengolah rasa dan jiwa lewat seni. Selain mendongeng, mereka juga
berbagi cerita, mendaur ulang limbah menjadi barang bermanfaat,
menggambar, dan mewarnai.
”Sekarang ini, kita lebih banyak
menjiplak daripada mencipta. Seni itu bagian dari olahrasa. Ketika
imajinasi jalan, mereka bisa membuat apa saja. Dulu, doktrin menggambar
pemandangan itu ada gunung dan jalan. Padahal, negeri kita kaya dan
banyak sekali yang bisa digambar,” ujar Glenn.
Terbukti, jajanan
pasar bisa menjadi karakter menggemaskan. Kartun Jajanan Pasar lantas
bukan sekadar memperkenalkan penganan Nusantara, jauh di atas itu kartun
ini mengajak untuk berpikir kreatif. Glenn senang melihat anak-anak
ketawa cekikikan melihat karakter-karakter karyanya. ”Ih, getuk,
lucu.... Bikin lapaarr....”
No comments:
Post a Comment