Katakepo.blogspot.com - Guratan di wajahnya menandakan dia sudah tua. Kulitnya keriput dan
badannya juga makin gemuk. Di sela kaus tanpa lengan berwarna kuning,
sisa bentuk payudara palsunya masih terlihat. Di balik kulit keriput
dengan puting menyembul dia telah bertobat. Berhenti meninggalkan dunia
jalan sebagai seorang transgender.
Oma Yoti, 70 tahun, saban hari
kini sibuk menyiapkan makan dan merapikan rumah singgah waria Anak Raja
di Cinere, Kota Depok, Jawa Barat. Kalau tak sibuk, dia lebih banyak
menyendiri di dalam kamar atau membaca Alkitab.
Nama aslinya
Yopie. Dia anak pensiunan polisi. Di ujung usianya Yoti mengabdi,
membantu rekannya sesama waria, baik sakit atau menerima tamu datang
berkunjung ke rumah singgah.
Sejak usia setengah abad, Yoti
memutuskan berhenti berburu syahwat kepada laki-laki. Dia lelah setelah
berkelana dari pulau ke pulau, bahkan hingga ke luar negeri. Yoti pernah
menjejakkan kakinya di Malaysia dan Singapura. Di sana dia bekerja
dengan keahliannya sebagai juru masak. Sampingannya, Yoti dipelihara
oleh seorang polisi Malaysia.
Dilahirkan sebagai lelaki, namun
Yoti nyaman hidup menjadi perempuan. "Saya sudah ke mana-mana," kata Oma
Yoti dengan suara parau saat ditemui merdeka.com Selasa pekan kemarin di rumah singgah waria Anak Raja.
Yoti
memutuskan tidak lagi berhubungan badan sesama jenis karena usianya
mulai menua. Dia ingat jelang habis umurnya dia belum berbuat baik.
Perjalanan panjang Yoti bukan sebuah pilihan. Tuhan telah memberikan dia
lika-liku hidup sebagai seorang waria.
Yoti mulai mrasakan
keanehan dalam tubuhnya sejak kecil. Ketika berusia sepuluh tahun, dia
lebih menjiwai sebagai perempuan. Dia asyik bermain dengan teman wanita
sebaya "Pas SMP saya sudah mulai suka dengan laki-laki. Kalau lihat
cowok ganteng rasanya ser seran " ujarnya.
Sejak saat itu,
perilaku Yoti tak bisa dibendung hingga akhirnya dia beranjak dewasa.
Buntutnya, selepas tamat sekolah menengah atas, keluarga mengusir dia
lantaran ketahuan tidur sekamar dengan lelaki. Pria itu tamu ayahnya
sesama polisi.
Hari itu juga, Yoti pergi meninggalkan rumah
orang tuanya di Cawang, Jakarta Timur. Hanya baju menempel di badan saja
dia bawa. Demi memenuhi kebutuhan hidup, Yoti terpaksa turun ke jalan.
Dia mangkal di pelbagai lokasi, mulai Taman Anggrek, Jakarta Barat,
hingga Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Modalnya baju bekas dia
beli di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur.
"Demi makan saya
akhirnya nyebong di HI. Kalau tidak saya makan dari mana?," ujarnya.
Nyebong istilah bagi waria kerap menjajakan diri, seperti di Taman
Lawang, Jakarta Selatan, atau di sekitar Jatinegara.
Lika-liku
hidup Yoti berhenti saat dia bertekad menanggalkan penampilan layaknya
perempuan. Di Malaysia, dia mencoba peruntungan lain bekerja pada
perkebunan kelapa sawit. Sejak saat itu, badannya sudah tak terurus.
Namun godaan tetap saja datang. Banyak lelaki mengajak dia tidur. Yoti
terpaksa kembali menjajakan diri untuk menyambung hidup. "Saya ingin
berubah. Saya tidak tahu besok terjadi apa dengan saya," ujarnya sedih
seraya menundukan kepala.
Sekarang Yoti merupakan penghuni tetap
di rumah singgah khusus untuk waria usia lanjut di kawasan Cinere,
Depok. Sebuah kampung tak jauh dari masjid Kubah Emas Dian al-Mahri.
Jabatan Yoti sebagai Kepala Rumah Tangga menaungi 14 waria tua senasib
dengan dirinya.
Rumah singgah waria ini berdiri akhir Maret 2010.
Penggagasnya Yulianus Rettoblaut, 52 tahun, seorang transgender kesohor
disebut Mami Yulie. Dia juga menjabat Ketua Forum Komunikasi Waria
se-Indonesia. Mami Yulie kerap menghiasi sejumlah media nasional di
Jakarta.
Saat pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu, Mami Yulie
berserta waria naungannya mendukung Jokowi. Dia pernah mendaftarkan diri
sebagai komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2007 dan
2012. Namun sayang, Mami Yulie tak pernah lulus. Dia hanya sampai uji
kelayakan.
Gagasan membuat rumah singgah muncul kala dia datang
ke Jakarta dan hidup sebagai seorang transgender. Pada 1980 dia tak
kuasa menahan air mata melihat kaum waria sulit diterima di tengah
masyarakat. Banyak temannya sesama waria tua saat itu dikubur secara
massal. "Banyak waria tua mati tapi masyarakat menolak menguburkan.
Dengan ini, saya bisa bantu teman-teman," kata Mami Yulie.
No comments:
Post a Comment