Katakepo.blogspot.com - CIREBON, Para
perajin cobek di Kampung Cobek, Desa Sinarancang, Kecamatan Mundu,
Kabupaten Cirebon, mengakali sulitnya mendapatkan batu dan memahat cobek
dengan memanfaatkan semen dan pasir.
Di Kampung Cobek terdapat
sekitar 200 perajin cobek batu. Kemampuan itu berlangsung turun temurun.
Kini mereka bahkan bisa mengirim cobek hingga ke luar Pulau Jawa.
Pada
Sabtu (21/3/2015) pagi, Kompas.com menyambangi Andika, salah seorang
perajin cobek di kampung itu. Dia memulai aktivitasnya di pagi hari.
Awalnya dia membuat adonan pasir bercampur semen, sebagai bahan dasar
membuat cobek. Seorang pekerja menambahkan semen lebih banyak daripada
pasir, agar menghasilkan adonan yang sangat kuat dan kokoh.
Sambil
proses membuat adonan, Andika membuat cetakan cobek dari tumpukan
pasir. Setelah adonan sudah siap, pekerjanya memasukan satu persatu
adonan ke dalam cetakan yang sudah dibentuk di atas pasir tadi. Ia
memasukan adonan, mengaduk, dan mencetaknya hingga rapi.
Andika
menuturkan dulu batu besar merupakan bahan baku cobek, tetapi kini batu
berukuran besar sulit ditemukan. Kalaupun ada, mengangkutnya pun cukup
sulit dan proses pembuatannya pun berat.
Ia sudah hampir sepuluh
tahun, menerusi pekerjaan kedua orangtuanya dahulu. Andika mencoba
berkreasi, membuat cobek, dengan menggunakan adonan pasir dan semen.
“Pembuatan dengan pasir dan semen pun tidak sembarang, bahkan membutuhkan proses berhari-hari,” jelas Andika.
Setelah
didiamkan sekitar satu jam dan cukup mengering, adonan dalam cetakan
itu diberi cekungan. Setelah dijemur selama 3 hingga 4 hari, cobek yang
sudah jadi, direndam di dalam air beberapa jam. Proses perendaman
dilakukan agar cobek memiliki kualitas baik, dan sangat kuat seperti
halnya cobek batu.
Kepala Desa Kampung Cobek Gandi mengakui
pembuatan cobek sudah berlangsung sejak tahun 90-an. Jumlah perajin
terus bertambah, hingga kini menjadi 200 pengrajin. Dalam satu minggu,
tiap perajin dapat menghasilkan sekitar 150-200 cobek serta ulekan.
“Berdasarkan
data tahun 2011, perajin cobek dan ulekan berjumlah sekitar 100 orang.
kini, tahun 2015, sudah menambah lebih dari 200 orang. Pekerjaan yang
sudah turun temurun ini, menjadi mata pencarian untuk menghidupi
keluarga mereka,” ujar dia.
Gandi mengatakan, cobek dari semen dan pasir juga kuat, bahkan lebih kokoh ketimbang batu.
Cobek
dan ulekan ini, memiliki ukuran berfariatif, kecil sedang hingga besar,
dengan harga kisaran 25.000 hingga sekitar 60.000. Alat dapur
tradisional ini dipasarkan ke dalam dan luar Pulau Jawa, Bandung,
Jakarta, Tanggerang, hingga Kalimantan dan Sulawesi.
No comments:
Post a Comment