Katakepo.blogspot.com - Indonesia terkenal sebagai surga investasi
dunia. Tingginya jumlah sumber daya manusia dan kekayaan alam yang
melimpah, juga tawaran menggiurkan tentang harga tenaga kerja produktif
yang kompetitif, menjadi alasan utama para investor dunia menanamkan
modalnya di sini.
Sayangnya, di tengah perkembangan industri dan
teknologi yang semakin pesat, Indonesia masih kekurangan sumber daya
manusia kompeten, terutama di sarjana bidang engineering. Padahal, mereka merupakan penggerak utama dunia industri.
Berdasarkan
riset Said Didu pada 2011, pasokan sarjana teknik dalam negeri hanya
sebesar 37.000 per tahun. Padahal, masih menurut riset yang sama, pada
2010-2015 rata-rata kebutuhan sarjana teknik di Indonesia meningkat
menjadi 57.000 per tahun.
Sementara itu, pada periode 2015-2020
diperkirakan melonjak menjadi rata-rata 90.500 per tahun. Padahal, pada
periode tersebut perkiraan jumlah sumber daya manusia yang dapat
disediakan hanya 75.000. Artinya, Indonesia membutuhkan tambahan sumber
daya muda untuk mengejar ketertinggalan itu.
Melihat kondisi
itu, ASO College Group, sebagai salah satu penyedia institusi teknik di
Jepang segera memperluas investasinya ke Indonesia dalam bentuk
pendidikan. Alasan lainnya adalah degradasi pertumbuhan penduduk Jepang
yang menyebabkan mereka kekurangan sumber daya manusia muda di tengah
kebutuhan industri otomotif akan para insinyur baru.
Tahun lalu
rencana ASO College Grop terwujud setelah mengukuhkan kerjasamanya
dengan Binus University. Kerjama itub bertujuan memcetak sarjana-sarjana
teknik yang kompeten, kompetitif dan siap terjun langsung ke dunia
industri bertaraf internasional.
"Kebutuhan akan engineer di Indonesia semakin meningkat
dengan banyaknya investasi asing yang terus tumbuh. Artinya, kita harus
mencetak banyak sarjana teknik yang kompetitif," ujar Sofyan Tan, Head
of Automotive and Robotics Engineering Program Binus – ASO School of
Engineering (BASE) saat ditemui KOMPAS.com di Kampus Kijang, Senin (20/4/2015).
Industri otomotif
Masih
menurut Sofyan, saat ini investasi asing di industri otomotif terus
berkembang pesat, terutama dari Jepang. Karena itu, Indonesia perlu
mengambil peluang emas tersebut.
Perkembangan industri otomotif,
jelas Sofyan, tidak hanya melulu dari perusahaan-perusahaan besar
seperti Honda, Toyota atau Daihatsu. Kini, industri-industri yang masuk
semakin berkembang, terutama produsen utama komponen mobil, antara lain
Denso, Aisin, Showa, Yorozu, Unipress, Yazaki, dan lainnya.
"Walau
terdengar kurang familiar, perananan industri-industri itu sangat
penting, karena merekalah yang memproduksi komponen mobil. Misalnya,
menyediakan komponen rem mobil, AC, dan banyak lagi. Jadi,
sebenarnya untuk membuat satu jenis kendaraan saja dibutuhkan sinergi
dari banyak industri otomotif. Di sinilah peluang kita," kata Sofyan.
Ke
depan produk otomotif akan sarat dengan penggunaan teknologi robot yang
tertanam dalam kendaraan maupun pada proses produksinya. Teknologi
robot ini, menurut Sofyan, memungkinkan berkembanganya berbagai fitur
cerdas pada kendaraan atau efisiensi proses produksi pada kendaraan dan
komponennya sendiri.
"Karena itu, saat ini engineer
yang mumpuni dalam mendesain otomatisasi kendaraan maupun proses
produksi seperti itu sangat dibutuhkan di industri otomotif dan
industri manufaktur lainnya," ujarnya.
Industri kreatif
Saat
ini, industri kreatif menjadi salah satu mesin penggerak perekonomian
bangsa. Dengan menggabungkan kemajuan teknologi, seni bentuk dan
pengetahuan untuk menganalisa kebutuhan manusia masa kini, industri ini
telah melahirkan banyak inovasi baru.
Seiring berkembangnya
kebutuhan pasar, produk-produk yang diluncurkan tidak hanya berorientasi
pada fungsi, tapi juga estesika sehingga industri ini berpotensi untuk
tumbuh mantap dan kian berwarna. Apalagi, seiring semakin tingginya
tingkat pendidikan di Indonesia, apresiasi terhadap seni pun semakin
besar. Hal tersebut memberi ruang seluas-luasnya bagi para pelaku
industri seni untuk unjuk gigi dan mengekspresikan karyanya, termasuk
para insinyur dengan kemampuan rekayasa teknisnya.
Menurut Gatot Suharjanto, Head of Product Design Engineering Program,
Binus–ASO School of Engineering (BASE), masih ada gap antara
kreatifitas (segi estetika) dan kemampuan rekayasa teknik (engineering). Padahal, dalam menciptakan suatu, estetika tak boleh sampai mengesampingkan fungsi utama produk bagi manusianya (needs), begitu pun sebaliknya.
"Untuk menyatukan gap inilah Product Design Engineering lahir. Karena pada dasarnya, untuk menciptakan product design yang utuh, dibutuhkan keduanya," tutur Gatot saat menjelaskan perbedaan Product Design dan Product Design Engineering.
Menurutnya,
ilustrasi sederhananya dapat dilihat pada proses desain sebuah sepeda
balap. Perhitungan aerodinamika, presisi, kemampuan rem, ground clearence, jenis bahan, gigi pada sepeda balap membutuhkan tingkat akurasi dan kalkulasi teknik yang tidak sederhana.
"Proses selanjutnya adalah inovasi design produk yang menarik dan berbeda sehingga laku di pasaran. Kalau hanya berdasarkan engineering, ya produk sepeda hanya akan jadi seperti itu. Itu saja,” tambahnya.
Hal sama juga, tambah Gatot, berlaku untuk mendesain produk-produk lain, misalnya produk rumah tangga, desain
lampu, aksesoris, boneka, sektor otomotif, dan masih banyak lagi. Dia
berharap, dengan adanya dua program baru tersebut, didukung kemajuan
teknologi Jepang ASO College Grop, Indonesia dapat mencetak
sarjana-sarjana teknik mumpuni sesuai kebutuhan pertumbuhan pasar.
No comments:
Post a Comment