Katakepo.blogspot.com - UN atau Ujian Nasional. Kata itu kadang menjadi anekdot bagi sebagian pelajar. "UN itu Uji Nyali," kata mereka.
Ujian
Nasional di masa lampau memang menjadi menakutkan. Sebab, hal itu
menjadi penentu hidup mati 'karir' para pelajar. Apakah mereka hanya
sekedar tamat sekolah atau lulus dan bisa melanjutkan ke tingkat lebih
tinggi. Beratnya beban UN membuat banyak siswa-siswi frustasi. Tertekan.
Tak heran segala cara mereka pakai supaya bisa lulus. "Persetan kalau
harus curang, yang penting lulus," mungkin begitu yang ada dalam benak
mereka.
Jual beli kunci jawaban, bocoran soal, praktik joki,
semua itu biasa dilakukan. Banyak pihak seolah tutup mata atas proses
itu. Bahkan sekolah kadang memberi jalan lelaku curang itu. Sebab,
reputasi sekolah dipertaruhkan usai UN. Bila tingkat kelulusan jeblok,
maka pamor sekolah dianggap miring, termasuk seluruh tenaga pendidiknya.
Di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,
terobosan perbaikan pelaksanaan UN dilakukan. Salah satunya ujian
berbasis komputer. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah serta
Kebudayaan Anies Baswedan
punya impian. Dia berharap dengan ujian menggunakan sistem digital bisa
mencegah praktik kebocoran soal atau kunci jawabannya. Tetapi alangkah
terkejutnya dia saat tahu sistem ujian komputer masih bisa dinodai. Di
dunia maya beredar bocoran soal UN khusus wilayah Aceh dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kontroversi merebak. Anies berencana mengulang UN
di sebagian tempat.
Di tengah kegemparan, muncul sosok Muhammad
Tsaqif Wismadi. Seorang siswa SMA 3 Yogyakarta. Dia melaporkan tentang
bocornya soal Ujian Nasional kepada Universitas Gadjah Mada. Dia merasa
tidak nyaman menutupi praktik kebusukan dalam ujian nasional.
"Jujur
saya enggak pengen jadi terkenal. Saya cuma mencari keadilan untuk
teman-teman. Kita pengen jujur, tapi itu jadi sia-sia, kita tahu tapi
kita diam," kata Tsaqif kemarin.
Keberanian Tsaqif membongkar kebocoran soal Ujian Nasional di sekolahnya
tidak muncul begitu saja. Dia mengatakan hal itu merupakan hasil
didikan dari kedua orang tua.
Dikatakan Tsaqif, mulanya dia juga
bimbang saat hendak melaporkan bocornya soal UN di antara rekan
sejawatnya, yakni angkatan 2015 SMA 3 Yogyakarta. Tetapi, kekhawatiran
itu sirna ketika dia menyadari kejujuran harus dijunjung tinggi, seperti
lelaku diajarkan orang tuanya.
"Keluarga saya mendidik saya untuk selalu jujur, dan itu yang saya lakukan," ujar Tsaqif.
Tsaqif
mengingat salah satu pelajaran berharga diajarkan oleh ayahnya adalah
ketika dia masih kecil. Saat itu dia membuang sampah minuman dari
jendela mobil di jalan. Melihat hal itu, bapaknya marah dan langsung
menghentikan mobil di pinggir jalan, lantas memungut sampah dibuang
Tsaqif.
"Saya kaget bapak marah banget. Kalau saya mikirnya cuma
buang sampah, enggak ada yang lihat juga. Tapi bapak enggak. Saya justru
dimarahi," kenang Tsaqif.
Pelajaran kecil pun selalu diingat Tsaqif. Baginya dia, ayah merupakan sosok luar biasa dalam mendidik anaknya.
"Bapak luar biasa, hal yang kecil apa pun harus dilakukan dengan benar, disiplin dan jujur," tandas Tsaqif.
Meski begitu, Tsaqif dibenturkan dengan kenyataan. Usai melakukan hal itu, ancaman silih berganti mampir kepadanya.
Tsaqif
mengaku kerap mendapat ratusan pesan singkat berisi ancaman. Diduga hal
itu terjadi karena banyak sejawatnya tidak suka hal dilakukan oleh
Tsaqif.
Ratusan ancaman tersebut datang setelah surat elektronik
pribadi dikirimkan ke UGM tersebar di jejaring soal dan namanya masuk
dalam berita.
"Saya dapat ratusan SMS ancaman. Saya enggak tahu itu nomor siapa saja dan dapat dari mana nomor saya," ucap Tsaqif.
Tsaqif
mengatakan, berbagai isi lewat pesan pendek itu di antaranya mengancam
akan menghajarnya, mencegatnya di jalan, bahkan ancaman melempar molotov
ke rumah Tsaqif. Karena terus menerus diteror, Tsaqif pun memilih untuk
membuang nomor telepon selulernya.
"Ada yang tanya, 'omahmu di mana e? Pengen tak molotov po piye?' Ada juga yang mengancam mau cegat di jalan," tambah Tsaqif.
Meski
mendapat ancaman, Tsaqif tetap berusaha tenang. Kedua orang tuanya pun
memberikan dukungan pada Tsaqif supaya tidak menyerah.
"Orang tua mendukung saya penuh, tapi mereka juga khawatir, jadi lebih protektif," lanjut Tsaqif.
Setelah
kejadian ini, Tsaqif berharap keadaan bisa kembali seperti sedia kala.
Dia berharap orang-orang bisa memahami apa yang dilakukannya semata-mata
buat keadilan.
Namun tak semua orang berburuk sangka terhadap Tsaqif. Dia pun mereguk
sedikit manis dari berlaku jujur. Dia mendapatkan penghargaan dari
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi atas keberaniannya mengungkap praktik lancung itu.
Penghargaan itu berupa pin bertuliskan 'Berani Jujur Hebat!', disematkan di kerah baju Tsaqif oleh perwakilan KPK,
Pauline Arifin, kemarin. Menurut Pauline, penghargaan itu diberikan
kepada Tsaqif karena bersikap berani jujur, meski dia mendapat
kesempatan berbuat curang.
"Dia punya kesempatan untuk tidak
jujur dalam UN, tapi Tsaqif dan teman-temannya memilih untuk tidak
menggunakan soal UN yang bocor," kata Pauline.
Tak cuma Tsaqif diberi penghargaan oleh KPK. Empat rekannya juga boleh berbangga mendapat kesempatan sama.
Pauline
mengatakan, segenap pimpinan KPK memuji tindakan sudah dilakukan oleh
Tsaqif. Bagi KPK, anak muda seperti Tsaqif yang dibutuhkan buat
membangun Indonesia supaya bebas dan bersih dari korupsi.
"Tsaqif
menunjukkan bahwa masih banyak orang jujur di Indonesia, hanya saja
mereka belum berani berteriak lantang seperti yang dilakukan oleh
Tsaqif. Saya berharap Tsaqif bisa menginspirasi yang lainnya," ujar
Pauline.
Tsaqif sumringah mendapat penghargaan itu. Dia mengaku senang dan tidak menyangka apa yang dilakukannya akhirnya dilirik KPK.
"Saya
sendiri tidak kepikiran untuk dapat penghargaan. Saya waktu itu hanya
berpikir bagaimana supaya teman-teman saya mendapat keadilan, kami semua
kecewa dengan kejadian itu," tandas Tsaqif.
SMA 3 Yogyakarta
juga mendapatkan penghargaan dari KPK berupa plakat. Penghargaan itu
diberikan karena SMA 3 Yogyakarta berhasil mencetak generasi muda jujur.
No comments:
Post a Comment