Katakepo.blogspot.com - Baru-baru ini banyak sekali kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Kekerasan itu dilakukan oleh guru kepada muridnya. Beberapa kasus kekerasan guru terhadap muridnya memang keterlaluan, misalnya kisah guru Asmara di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan yang memberi balsem mata muridnya karena menyontek.
Tapi gara-gara banyaknya kasus murid yang diperkarakan hukum karena mendapat perlakuan kasar dari guru, belakangan ini masyarakat seperti latah, sedikit-sedikit bila ada guru mencubit atau menjewer, langsung dilaporkan ke polisi oleh orang tua.
Padahal, beberapa guru beralasan, mencubit atau menjewer itu tujuannya agar murid jera dan tidak nakal lagi. Rata-rata, untuk kasus semacam itu berakhir di kepolisian, hingga sampai ke kursi persidangan karena masuk kategori kekerasan terhadap anak.
Berikut ini 4 kisah guru hukum anak nakal berujung dipolisikan:
1. Kisah Taufik, siap dihukum karena pukul murid bandel
Kisah ini terjadi pada Maret 2012 lalu. Guru SMP Perguruan Pusat
Ksatrya, Taufikqurrachman dilaporkan ke polisi oleh orang tua anak
didiknya karena kasus kekerasan. Taufik mengakui telah melakukan
pemukulan. Dia beralasan, emosinya meletup karena melihat siswa-siswanya
keluar kelas sebelum waktunya.
'Kondisi saya abis dioperasi jadi kurang fit. Saya izin sebelum bel dan pesan ke murid jangan keluar sebelum bel. 5 langkah saya keluar kelas, mereka (murid-murid) keluar dan teriak-teriak, refleks saya pukul,' katanya.
Tiga murid menjadi korban pemukulan itu. Mereka adalah Deni Pratama (14), Novandi Rangga Putra (15) dan Ria Koswara (14). Mereka mengalami penganiayaan Sabtu (3/3). Deny mengalami luka memar di bagian pelipis mata kanan. Dia ditinju delapan kali di muka dan punggung.
Taufik berdalih, ulah ketiga anak itu sudah kelewat batas. 'Lagi ulangan harian si anak bukan ngerjain tapi malah gangguin yang lain. Saya tegur dihiraukan setelah temennya ngumpulin dia juga ngumpulin. Boleh dibilang nyontek,' katanya.
'Kondisi saya abis dioperasi jadi kurang fit. Saya izin sebelum bel dan pesan ke murid jangan keluar sebelum bel. 5 langkah saya keluar kelas, mereka (murid-murid) keluar dan teriak-teriak, refleks saya pukul,' katanya.
Tiga murid menjadi korban pemukulan itu. Mereka adalah Deni Pratama (14), Novandi Rangga Putra (15) dan Ria Koswara (14). Mereka mengalami penganiayaan Sabtu (3/3). Deny mengalami luka memar di bagian pelipis mata kanan. Dia ditinju delapan kali di muka dan punggung.
Taufik berdalih, ulah ketiga anak itu sudah kelewat batas. 'Lagi ulangan harian si anak bukan ngerjain tapi malah gangguin yang lain. Saya tegur dihiraukan setelah temennya ngumpulin dia juga ngumpulin. Boleh dibilang nyontek,' katanya.
2. Guru SMPN 69 di Jakarta dipolisikan karena jewer muridnya
Kisah paling anyar ini dialami Slamet, Guru Olahraga di SMPN 69
Tanjung Duren Timur, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Dia dilaporkan ke
polisi oleh orang tua Putra Adela (15), siswa kelas satu di sekolahan
itu gara-gara dijewer dan dipukul Slamet.
Menurut Kepala Sekolah SMPN 69, Mahyudi, alasan Slamet menjewer Putra karena sudah tiga kali anak itu tidak memakai seragam sekolah saat pelajaran olah raga.
'Jadi saat hari kejadian (Kamis, 26/9), siswa ini sudah tiga kali enggak pakai seragam olah raga, jadi kemudian dihukum, disuruh pisah barisan,' tutur Mahyudi saat dihubungi, Senin (30/9).
Tindakan yang diambil Slamet, lanjut Mahyudi, merupakan tindakan mendadak. 'Si anak tetap bandel, jadi si guru reflek menjewer,' ujarnya.
Mahyudi menambahkan, siswa kelas satu tersebut juga dikenal sebagai pelajar yang suka merokok. Bahkan menurut dia, tak jarang Putra merokok di lingkungan sekolah. "Siswa tersebut sering merokok di kelas," ujar pria yang baru dua minggu menjabat kepala sekolah itu.
Penyebab lain, Putra Andela dijewer dan dipukul oleh Slamet karena saat memberi penjelasan omongan Slamet dipotong. "Selesai apel, gurunya (Slamet) menjelaskan, langsung saya bilang pak langsung olahraga saja, terus Pak Slamet bilang, siapa yang bilang begitu, maju ke depan," kata Putra mengakui.
Menurut Kepala Sekolah SMPN 69, Mahyudi, alasan Slamet menjewer Putra karena sudah tiga kali anak itu tidak memakai seragam sekolah saat pelajaran olah raga.
'Jadi saat hari kejadian (Kamis, 26/9), siswa ini sudah tiga kali enggak pakai seragam olah raga, jadi kemudian dihukum, disuruh pisah barisan,' tutur Mahyudi saat dihubungi, Senin (30/9).
Tindakan yang diambil Slamet, lanjut Mahyudi, merupakan tindakan mendadak. 'Si anak tetap bandel, jadi si guru reflek menjewer,' ujarnya.
Mahyudi menambahkan, siswa kelas satu tersebut juga dikenal sebagai pelajar yang suka merokok. Bahkan menurut dia, tak jarang Putra merokok di lingkungan sekolah. "Siswa tersebut sering merokok di kelas," ujar pria yang baru dua minggu menjabat kepala sekolah itu.
Penyebab lain, Putra Andela dijewer dan dipukul oleh Slamet karena saat memberi penjelasan omongan Slamet dipotong. "Selesai apel, gurunya (Slamet) menjelaskan, langsung saya bilang pak langsung olahraga saja, terus Pak Slamet bilang, siapa yang bilang begitu, maju ke depan," kata Putra mengakui.
3. Kisah sidang Guru Asih di Lampung gara-gara cubit murid
Kisah ini bisa jadi paling menyita perhatian publik. Ceritanya
tentang Sari Asih Sosiawati binti Rohmatan, Guru SDN Tiuhbalak,
Kabupaten Waykanan, Lampung. Dia dilaporkan ke polisi oleh orang tua
siswa ke polisi, hingga kasusnya bertahan lama di pengadilan negeri
setempat.
Asih mendapat pembelaan dari sejumlah pengajar di sekolahan, termasuk para guru se-Kabupaten Waykanan. Para guru mengatakan, murid yang menjadi korban cubitan? merupakan anak hiperaktif sehingga sering merepotkan gurunya.
"Dua gurunya, Eva Marlinda dan Surani yang menjadi saksi bagi Asih menerangkan bahwa korban adalah anak yang cenderung nakal dan hiperaktif, sehingga seringkali membuat para guru kerepotan," ujar Feri Soneri, pengacara Asih, di Blambanganumpu, kepada Antara, Rabu (17/4).
Eva adalah wali kelas siswa tersebut di sekolah yang lama, SD Setianegara Waykanan. Sedangkan Surani adalah wali kelas siswa yang dicubit Asih sebagai pengajar di SD Tiuhbalak.
Sebelumnya diberitakan, siswa itu dicubit Asih, pengajar Bahasa Lampung pada 29 Agustus 2013 pada bagian atas perut, tepatnya bawah ketiak sebelah kiri dengan tangan kanan. Penyebabnya, sudah dua kali siswa tidak mengerjakan ulangan sehingga dia mendapatkan nilai nol.
Akibat cubitan itu, Asih dilaporkan oleh orang tua siswa, Erwansyah, pemilik hotel Intan di Baradatu, Lampung, ke Polsek Baradatu. Kepada sejumlah jurnalis, Asih juga mengaku dimintai pelapor Rp 24 juta sebagai uang damai. Bila uang diberikan, maka laporan kepada pihak berwajib akan segera dicabut.
"Cubitan Asih itu tujuannya mendidik. Cubitan sayang seorang guru, tidak ada niat mencelakai, melukai dan melakukan kekerasan," kata Feri, kuasa hukum asih yang juga anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).
Pada persidangan awal, Selasa 9 April 2013, Asih tidak mau didampingi pengacara, baik dari kejaksaan hingga persidangan awal berlangsung.
Menurut Feri, sejak awal dia sudah diminta oleh Kepala Dinas Pendidikan Waykanan Gino Vanollie untuk mendampingi Asih. Sejak berkas dilimpahkan ke kejaksaan (P-21), dia bersama rekan advokat langsung mengawalnya.
"Tapi yang bersangkutan pada awalnya memang tidak mau didampingi, sehingga membuat kami tidak bisa membantu dia, sekarang Asih bersedia kami dampingi," katanya menjelaskan.
Belum diperoleh tanggapan lebih lanjut dari siswa bersangkutan maupun orang tuanya serta pimpinan Dinas Pendidikan Kabupaten Waykanan berkaitan persidangan guru mencubit siswanya, sehingga menarik simpati banyak pihak untuk mendukung secara moral guru tersebut.
'Saya mengakui khilaf melakukan kekerasan tersebut, pihak sekolah sudah melakukan upaya untuk menyelesaikan secara kekeluargaan,' katanya awal September lalu.
Akibat pemukulan itu, orang tua murid tidak terima dan berencana melaporkan guru ke polisi. 'Mata anak saya bengkak akibat ditampar oleh oknum guru olahraga, DD. Keluarga sempat mempertanyakan kenapa hingga terjadi kekerasan tersebut,' kata Lilis orangtua murid.
Anaknya sempat dilarikan ke rumah sakit Cideres karena keluar air mata terus, hingga satu pekan enggan berangkat sekolah. Selain itu, dia juga terus mengurung diri di kamar.
Asih mendapat pembelaan dari sejumlah pengajar di sekolahan, termasuk para guru se-Kabupaten Waykanan. Para guru mengatakan, murid yang menjadi korban cubitan? merupakan anak hiperaktif sehingga sering merepotkan gurunya.
"Dua gurunya, Eva Marlinda dan Surani yang menjadi saksi bagi Asih menerangkan bahwa korban adalah anak yang cenderung nakal dan hiperaktif, sehingga seringkali membuat para guru kerepotan," ujar Feri Soneri, pengacara Asih, di Blambanganumpu, kepada Antara, Rabu (17/4).
Eva adalah wali kelas siswa tersebut di sekolah yang lama, SD Setianegara Waykanan. Sedangkan Surani adalah wali kelas siswa yang dicubit Asih sebagai pengajar di SD Tiuhbalak.
Sebelumnya diberitakan, siswa itu dicubit Asih, pengajar Bahasa Lampung pada 29 Agustus 2013 pada bagian atas perut, tepatnya bawah ketiak sebelah kiri dengan tangan kanan. Penyebabnya, sudah dua kali siswa tidak mengerjakan ulangan sehingga dia mendapatkan nilai nol.
Akibat cubitan itu, Asih dilaporkan oleh orang tua siswa, Erwansyah, pemilik hotel Intan di Baradatu, Lampung, ke Polsek Baradatu. Kepada sejumlah jurnalis, Asih juga mengaku dimintai pelapor Rp 24 juta sebagai uang damai. Bila uang diberikan, maka laporan kepada pihak berwajib akan segera dicabut.
"Cubitan Asih itu tujuannya mendidik. Cubitan sayang seorang guru, tidak ada niat mencelakai, melukai dan melakukan kekerasan," kata Feri, kuasa hukum asih yang juga anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).
Pada persidangan awal, Selasa 9 April 2013, Asih tidak mau didampingi pengacara, baik dari kejaksaan hingga persidangan awal berlangsung.
Menurut Feri, sejak awal dia sudah diminta oleh Kepala Dinas Pendidikan Waykanan Gino Vanollie untuk mendampingi Asih. Sejak berkas dilimpahkan ke kejaksaan (P-21), dia bersama rekan advokat langsung mengawalnya.
"Tapi yang bersangkutan pada awalnya memang tidak mau didampingi, sehingga membuat kami tidak bisa membantu dia, sekarang Asih bersedia kami dampingi," katanya menjelaskan.
Belum diperoleh tanggapan lebih lanjut dari siswa bersangkutan maupun orang tuanya serta pimpinan Dinas Pendidikan Kabupaten Waykanan berkaitan persidangan guru mencubit siswanya, sehingga menarik simpati banyak pihak untuk mendukung secara moral guru tersebut.
4. Guru SMP di Majalengka pukul murid karena suka ganggu teman
Seorang Guru Olahraga SMPN Kasokandel, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, berinisial DD, mengaku memukul seorang murid kelas VII karena kesal, saat seluruh siswa sedang kerja bakti membersihkan sekolah anak tersebut justru sering mengganggu siswa lain.'Saya mengakui khilaf melakukan kekerasan tersebut, pihak sekolah sudah melakukan upaya untuk menyelesaikan secara kekeluargaan,' katanya awal September lalu.
Akibat pemukulan itu, orang tua murid tidak terima dan berencana melaporkan guru ke polisi. 'Mata anak saya bengkak akibat ditampar oleh oknum guru olahraga, DD. Keluarga sempat mempertanyakan kenapa hingga terjadi kekerasan tersebut,' kata Lilis orangtua murid.
Anaknya sempat dilarikan ke rumah sakit Cideres karena keluar air mata terus, hingga satu pekan enggan berangkat sekolah. Selain itu, dia juga terus mengurung diri di kamar.
0 comments:
Post a Comment