Katakepo.blogspot.com - JIKA berbicara tentang aset-aset PT Kereta Api
Indonesia yang tersebar dari Jawa Barat hingga Jawa Timur, mulai dari
lahan hingga gedung-gedung dan peralatan lain, tentu kita bisa berdecak
kagum. Apalagi, jika menghitung nilai-nilai dari aset-aset tersebut,
tidak hanya dalam angka-angka rupiah, tetapi juga nilai sejarah yang
dikandungnya.
Belum lagi jika dihitung penghasilan dari usaha PT
KAI memonopoli jasa angkutan penumpang kereta api (KA) di Indonesia jika
pengelolaannya sungguh-sungguh dilakukan secara profesional dan
berorientasi meraup keuntungan semata. Sungguh, betapa kaya rayanya
badan usaha milik negara kita ini.
Dengan aset yang luar biasa
ini, wajar jika manajemen PT KAI memiliki cita-cita menghidupkan kembali
aset-aset yang selama ini mati untuk dijadikan museum KA terbesar
se-Asia. Selain melestarikan warisan dan sejarah KA, tentu juga untuk
menambah pendapatan keuangan bagi kemajuan PT KAI. Museum KA itu akan
mengintegrasikan aset-aset PT KAI yang tersebar dan tak dimanfaatkan
selama ini.
Menurut pejabat Unit Konservasi Warisan dan Desain
Arsitektur PT KAI Tranggono Adi, baru-baru ini, aset-aset yang dimiliki
PT KAI cukup besar dan tersebar di mana-mana sehingga perusahaannya
diharapkan mampu membangun museum KA kelas dunia yang setara dengan
museum di negara lain.
”Di Jepang juga ada museum, tetapi banyak
menyimpan teknologi KA yang sudah baru, yakni kereta diesel. Mereka tak
punya lokomotif KA uap seperti Indonesia. Lokomotif di Indonesia itu
masih tersebar dan masih harus dikumpulkan lagi. Dari sejumlah lokasi,
baru satu lokasi yang dikelola, yaitu Stasiun Ambarawa, Jawa Tengah,”
katanya.
Untuk mewujudkan hal itu, PT KAI sudah membuka program
perekrutan untuk mencari sarjana museologi atau studi tentang
kemuseuman. Sejauh ini, PT KAI baru punya sarjana museum yang baru
menguasai tata letak. PT KAI masih memerlukan sarjana yang menguasai
manajemen untuk membuat strategi dan menjual kekayaan warisan KA sebagai
obyek wisata.
Salah satu kekayaan yang dibanggakan adalah aset
PT KAI di Semarang. Sebab, dalam sejarahnya untuk pertama kali KA justru
diluncurkan dari Semarang. Waktu itu, jurusannya Semarang-Tanggung.
Jalur itu dihidupkan tiga tahun setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda
LAJW Baron Sloet memulai pembuatan jalan KA. Jurusan ini berkembang
menjadi jurusan Semarang-Kedungjati-Ambarawa.
Dari sejarah perusahaan KA Kerajaan Belanda, yang waktu itu disebut
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), peran Stasiun KA
Ambarawa sangat penting. Oleh sebab itu, stasiun tersebut pernah diberi
nama Stasiun Willem I, yaitu nama Raja Belanda.
Namun, setelah
114 tahun, Stasiun Ambarawa ditetapkan menjadi Museum KA oleh Menteri
Perhubungan Roesmin Noerjadin. Di museum ini tersimpan sejumlah artefak
sejarah KA masa kolonial, seperti lokomotif uap tua, kereta kayu, mesin
hitung, mesin ketik, dan pesawat telepon.
Aset PT KAI lain yang
kini menjadi sumber pendapatan adalah gedung Lawang Sewu di pusat Kota
Semarang. Gedung kosong tersebut kini banyak dimanfaatkan swasta untuk
acara pernikahan, seminar, dan pameran.
Sebelumnya, gedung Lawang
Sewu digunakan oleh Kerajaan Belanda sebagai kantor pusat NIS untuk
operasionalisasi KA di Pulau Jawa. Namun, setelah Jepang masuk ke
Indonesia, Belanda meninggalkan gedung tersebut. Akibatnya, gedung
tersebut telantar dalam beberapa waktu.
Pangandaran
Di
antara sejumlah aset PT KAI memang baru dua, yaitu Stasiun Ambarawa dan
Lawang Sewu, yang dikelola. Lalu, bagaimana dengan aset-aset PT KAI
lainnya? Kepala Humas Daerah Operasi (Daop) II Bandung Bambang Prayitno
menjelaskan, masih banyak yang harus dilakukan untuk menghidupkan
kembali aset PT KAI yang mati. Misalnya, revitalisasi Stasiun
Pangandaran di Jawa Barat. Dengan menghidupkan kembali Stasiun
Pangandaran, berarti menghidupkan jalur KA dari dan ke stasiun tersebut.
Hasrat
revitalisasi semula disampaikan oleh pejabat sementara Bupati
Pangandaran Endjang Naffandi. Stasiun Pangandaran berada di ibu kota
kabupaten hasil pemekaran, yakni Pangandaran. Namun, jika harus
direvitalisasi akan memerlukan dana yang tak sedikit. Stasiun
Pangandaran berhenti beroperasi sejak 1983. Akibatnya, rel di jalur
Pangandaran-Bandung yang melewati tiga terowongan sudah dihapus. Kini,
jalur tersebut jadi lintasan kendaraan bermotor.
Jalur KA ini selesai dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada
1921. ”Ini jalur yang bersejarah karena pada masa itu KA merupakan
satu-satunya moda transportasi yang penting secara politik dan ekonomi,”
kata Bambang.
Jalur Pangandaran-Bandung juga memisahkan jalur
utama Bandung-Yogyakarta. Ada kesengajaan pemerintah Belanda saat
membangun jalur KA yang ujungnya hanya di Pantai Pangandaran. Alasannya,
tentu untuk mencegah gerakan kaum pejuang untuk masuk ke Yogyakarta,
selain juga kepentingan pariwisata para pejabat pemerintah Belanda.
Meskipun untuk mengalihkan gerakan para pejuang, Belanda berani
membangun jembatan besi yang nilainya cukup tinggi pada waktu itu.
Jembatan
besi tersebut hingga kini masih berdiri meskipun sudah sangat berkarat.
Bahkan, perusahaan KA Belanda juga membuat tiga terowongan KA yang
menembus perbukitan. Jalur ini jelas menjadi potensi pariwisata bagi
penumpang KA.
Memang sempat muncul pertanyaan: benarkah jalur KA
ini dibangun sekadar untuk kepentingan para pejabat pemerintah Belanda
bersantai-santai di Pantai Pangandaran? "Belum diketahui apakah ruas ini
berhubungan dengan kepentingan ekonomi yang lebih strategis, seperti
jalur pengangkutan hasil panen yang tentunya lebih bernilai ekonomi
dibandingkan dengan wisata di masa itu," kata Bambang.
Berdasarkan
catatan PT KAI, tiga terowongan yang dibangun perusahaan itu diberi
nama-nama para pejabat Belanda, yaitu terowongan Hendrik sepanjang 100
meter, terowongan Juliana sepanjang 250 meter, dan terowongan Wilhelmina
sepanjang 1.200 meter. Nama-nama itu diambil dari nama petinggi
Kerajaan Belanda, seperti Ratu dan Raja Belanda.
Masih diinventarisasi
Hingga
kini, untuk mewujudkan museum KA PT KAI terus melakukan pengumpulan dan
pengolahan data dan informasi mengenai aset-aset KA yang bernilai
sejarah ataupun komersial.
Tranggono juga mengakui, selain
aset-aset lahan dan gedung, PT KAI juga memiliki ratusan benda sejarah
yang terkait dengan peristiwa-peristiwa sejarah. Saat ini, PT KAI tengah
menyusun pekerjaan besar untuk menginventarisasi dan mencatat
sumber-sumber sejarah yang kemudian dijadikan sumber daya tarik wisata
untuk menambah pendapatan PT KAI.
”Aset yang kami kelola memang
baru dua, yaitu museum KA lokomotif uap di Ambarawa, dan gedung Lawang
Sewu, di Semarang, Jateng. Namun, dari persewaan gedung Lawang Sewu
saja, PT KAI sudah mendapat pemasukan Rp 1 miliar pada tahun lalu,”
ujarnya.
Menurut Tranggono, jika dari satu gedung saja PT KAI sudah mendapat
penghasilan tambahan Rp 1 miliar, tentu berapa besar penghasilan lain
yang bisa diterima dari sejumlah aset PT KAI yang hingga kini masih
tersebar dan belum dihidupkan lagi.
Tentu, wacana membangun
museum KA kelas dunia yang terintegrasi dari sekian banyak aset PT KAI
yang masih tersebar harus segera diwujudkan bagi kemajuan PT KAI
sendiri.
No comments:
Post a Comment