Katakepo.blogspot.com - Sekilas tak ada yang aneh dari ruko-ruko yang berderet rapi di
bilangan Jakarta Selatan itu. Layaknya pusat bisnis, sore hari itu
puluhan orang datang dan pergi di kawasan tersebut. Sebagian dari mereka
yang datang ke kompleks ruko ini menggunakan mobil pribadi dan
bernampilan rapi.
Semua terlihat normal, kecuali sebuah ruko yang
lebih tertutup dibanding yang lain. Ruko ini dijaga seorang satpam
berwajah sangar. Pengunjung biasanya akan menemukan ceceran uang koin di
halaman sebelum pintu masuk.
Banyak orang tidak akan mengira bila ruko ini termasuk dalam daftar hotspot
atau titik rawan penyebaran HIV/AIDS melalui transaksi seksual. Tempat
tersebut merupakan lokasi praktik "esek-esek" yang berkedok panti pijat.
Di tempat tersebut tersedia layanan pijat "plus-plus" yang dilakukan
oleh pria. Belakangan diketahui, uang-uang koin yang tercecer di
halamannya merupakan salah satu ritual pembawa hoki yang dilakukan oleh
pengelola tempat.
Saat disambangi, aroma asap rokok tercium
sangat pekat memenuhi ruangan berpendingin. Suasana santai pun terasa
dengan alunan musik pop yang terdengar cukup keras. Di meja depan,
sejumlah pria dan seorang wanita tampak duduk santai menunggu pelanggan.
Sore
itu Feri (bukan nama sebenarnya) sedang menanti pelanggan. Pria berusia
20-an tahun ini adalah lelaki pekerja seksual yang biasa melayani
sesama jenis. Diakuinya bahwa tempatnya bekerja menyediakan layanan
pijat plus-plus oleh pria. Sementara layanan pijat oleh wanita hanya
tersedia tanpa layanan plus-plus.
Feri yang bukan pemain baru
lagi di industri esek-esek mengaku sudah mengetahui dengan risiko
penularan HIV yang dihadapinya. Pelatihan dari lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang mendampinginya sedikit banyak memberinya informasi
mengenai HIV dan infeksi menular seksual (IMS).
"Tapi mau bagaimana lagi, itulah risiko yang harus dihadapi," ujar Feri.
Feri
pun menolak untuk gentar terhadap risiko. Sebaliknya, dia memilih untuk
"main aman", yaitu dengan selalu menggunakan kondom setiap melayani
pelanggannya. Bahkan untuk aktivitas seksual oral sekalipun, Feri
memilih untuk tetap menggunakan kondom.
"Itu sudah prinsip saya
selalu pakai kondom. Saya juga pernah kehilangan pelanggan gara-gara
prinsip saya itu. Tapi saya santai saja, soalnya sudah komitmen. Jadi
sebelum melayani saya bilang dulu, harus pakai kondom," tandasnya.
Meski
memegang prinsip selalu menggunakan kondom, Feri tak menampik fakta
bahwa selama ini dia sangat jarang membeli kondom sendiri. Sehingga
untuk mencukupi kebutuhan kondomnya, Feri mengandalkan LSM yang rutin
memberikan stok di panti pijat tempatnya bekerja.
Setiap bulan,
LSM Yayasan Inter Medika (YIM) memang selalu memberikan stok kondom
hasil donasi dari organisasi dunia yang peduli HIV/AIDS, seperti Unaids
dan Unicef. Lebih kurang 720 kondom dan pelumas rutin diberikan untuk
panti pijat tempat Feri bekerja.
"Jumlah segitu cukup
kok untuk sebulan, seringnya malah sisa. Paling hanya pelumasnya saja
yang sering habis. Kalau habis, kita biasa beli," jelasnya.
Jumlah
stok kondom yang tidak pernah habis, diakui Feri, dikarenakan tidak
semua pelanggan mau memakai kondom. Selain itu, tidak semua pekerja
seksual berprinsip sama dengannya.
Menurut keterangan Aldi dari YIM, pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom biasanya menawarkan untuk membayar lebih.
"Kalau
sudah uang yang bicara, pekerja yang enggak punya prinsip ya akhirnya
enggak pakai kondom juga. Itulah, semuanya dikendalikan uang," ucapnya,
menyesal.
Aldi menjelaskan, pelanggan yang tidak mau menggunakan
kondom umumnya adalah pria lajang yang tidak memiliki istri dan anak.
Sementara itu, pria yang sudah berkeluarga umumnya lebih memilih untuk
menggunakan kondom.
Menurutnya, pria berkeluarga mungkin lebih
khawatir dirinya tertular HIV atau IMS yang nantinya bisa menularkannya
lagi kepada keluarganya. Namun, keinginan untuk mendapatkan sensasi seks
yang berbeda membuat mereka tetap berupaya menjajal layanan pijat
plus-plus.
Berbeda dengan panti pijat plus-plus, sebuah tempat
hiburan karaoke di kawasan yang sama tidak mendapatkan bantuan kondom
dari LSM. Kendati demikian, pelanggan dinilai memiliki kesadaran yang
lebih baik dalam penggunaan kondom.
Menurut keterangan dari
seorang "mami" di kawasan tersebut, pelanggan di sana kebanyakan berasal
dari Jepang dan Korea. "Karena dari luar kali ya, jadi kesadaran pakai
kondom sudah tinggi. Mereka biasanya membawa kondom sendiri, meski kita
juga nyediain," tutur Betty (bukan nama sebenarnya).
Walaupun
disediakan kondom, tetapi Betty mengatakan, tidak ada praktik
prostitusi di tempat tersebut. "Di sini hanya karaoke, kalau mau yang
lebih, mereka bisa janjian sendiri di tempat lain," tegasnya.
Feri
dan Betty hanyalah segelintir orang yang memilih menceburkan diri ke
dalam dunia hitam. Selain mereka, masih banyak orang yang rela
mengorbankan apa pun yang mereka miliki untuk kesenangan dunia semata.
Kepedulian mereka pada kesehatan pun masih disangsikan.
Tak
heran, kesadaran mereka untuk melindungi diri dari jeratan HIV ataupun
IMS dengan kondom juga masih rendah. Menurut data dari Kementerian
Kesehatan tahun 2012, penggunaan kondom rutin di kalangan populasi kunci
baru mencapai 35 persen.
Padahal, data dari Kementerian
Kesehatan, jumlah pengidap HIV di DKI Jakarta saja hingga Maret 2013
sudah mencapai 6.299 orang. Dan, diperkirakan ada 346.267 warga di
Jakarta yang rawan tertular.
"Kasus HIV dan AIDS ini seperti
fenomena gunung es, yang diketahui sekarang mungkin sangat kecil dari
kenyataannya," ujar John Alubwaman, Kepala Monitoring, Evaluasi, dan
Pengembangan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) DKI Jakarta.
Penggunaan
kondom memang sedang digadang-gadang guna melindungi diri dari HIV dan
IMS. Hal ini karena berhubungan seksual merupakan salah satu cara
transmisi virus yang paling utama. Dan, kondom telah terbukti 97 persen
efektif untuk mencegah transmisi virus.
Meski penggunaan kondom
ditentang sejumlah pihak karena disebut-sebut melegalkan prostitusi,
tetapi ingat, kondom juga alat kesehatan. Stigma terhadap kondom yang
identik dengan seks dan tabu memang perlu diubah.
Menurut Erlian
Rista Aditya, aktivis LSM Family Health International (FHI), distribusi
kondom ke tempat-tempat yang mudah dijangkau tidak meningkatkan seks di
luar nikah. Sebaliknya, penyediaan kondom justru akan mengurangi tingkat
penyebaran penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual, seperti
HIV dan IMS.
Prinsipnya untuk mengurangi tingkat penyebaran HIV dan IMS, jelas dia, adalah strategi ABC. A untuk abstinence, yang berarti tidak berhubungan seksual hingga menikah. B untuk be faithful, yang berarti setia kepada pasangan setelah aktif secara seksual. Adapun C untuk condom, yang berarti selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual apabila tidak bisa berpegang pada prinsip A dan B.
Erlian
menyimpulkan, jika mampu memosisikan kondom sebagai alat kesehatan,
tidak mengaitkan dengan legalisasi prostitusi dan tidak meningkatkan
seks di luar nikah, maka kondom akan sangat berperan dalam menurunkan
angka penularan HIV dan IMS.
KONDOM SILIKON ANTIK TERLENGKAP
ReplyDeleteKONDOM ANTIK
JUAL KONDOM SILIKON
KONDOM DURI
KONDOM MUTIARA
KONDOM SAMBUNG
KONDOM SAMBUNG PENIS
KONDOM TERBAIK
MODEL KONDOM ANTIK TERBAIK
KONDOM SILIKON
JUAL KONDOM
MINYAK LINTAH
KONDOM DURI
KONDOM YANG BAGUS
KONDOM BERGERIGI
KONDOM PENIS
KONDOM TERLARIS
KONDOM JANDA
KONDOM SUTRA
MINYAK PEMBESAR PENIS
KONDOM WOLF
KONDOM PRIA TAHAN LAMA
KONDOM SUTRA
HARGA KONDOM
MERK KONDOM
VIDEO CARA PAKAI KONDOM
KONDOM LAKI LAKI
KONDOM DUREX
HARGA KONDOM PRIA
JENIS KONDOM PRIA
CARA PAKAI KONDOM
KONDOM BERGERIGI
KONDOM SAMBUNG
VIDEO CARA PAKAI KONDOM
KONDOM GETAR