Katakepo.blogspot.com - Kolaborasi budaya dapat diberdayakan pada dunia fesyen. Seperti yang
dilakukan oleh Korean Cultural Centre dengan Jakarta Fashion Week. Dalam
perhelatan JFW 2014, dua desainer Indonesia dan Korea yang saling
bertukar budaya lewat karya busanya mereka, adalah Albert Yanuar dengan
Kaal E Suktae.
Uniknya, kedua desainer ini tak cuma sekadar
berbagi panggung saja. Ternyata Albert dan Kaal juga saling berbagi
bahan material busana. Kaal mengolah kain tenun tradisional Indonesia
menjadi koleksi yang memikat. Sedangkan Albert, menciptakan busana dari
kain bermotif kaligrafi Korea yang dibuat oleh desainer Korea, Lie Sang
Bong.
Nama Kaal sendiri mungkin tak asing di dunia mode negeri
ginseng tersebut. Konsep busana kontemporer, dengan detail-detail
terstruktur yang rapi dan terlihat sangat chic, menjadi ciri khas Kaal. Pada JFW 2014, Kaal menghadirkan koleksi busana yang juga ditampilkan di Seoul Fashion Week dan New York Fashion Week.
"Koleksi
kali ini saya terinspirasi dari arsitektur gedung-gedung dengan desain
yang simpel dan tak banyak detail," ungkap Kaal saat konferensi pers
JFW, Senayan City, Kamis (24/10/2013) lalu.
Kaal mendominasi
busana-busananya dengan bahan berwarna abu-abu dan hitam. Ia menampilkan
16 koleksi busana dengan teknik potongan tegas dan simpel dalam setiap
bajunya. Gaun mini dengan teknik cut out, blazer, rok mini dan celana panjang terlihat tegas dan modern.
Yang
cukup memukau dari desainer lulusan Konkuk university, Departement of
Fashion, Korea ini, adalah kemampuannya untuk menggabungkan dua bahan
yang berbeda satu sama lainnya, yaitu kain tradisional Korea dengan kain
tenun Garut. Kain Korea berwarna putih dengan bahan tenun abu-abu dan
juga bahan spons, bertransformasi menjadi gaun yang indah. "Teknik ini
disebut dengan teknik bonding. Ini dilakukan untuk menyambungkan semua bahan agar tersambung sempurna," katanya.
Berbanding
terbalik dengan koleksi Kaal yang terkesan androgyny. Koleksi Albert
Yanuar justru tampil begitu feminin. Barisan gaun yang indah, seolah
'mendekap' liuk tubuh perempuan, hingga terlihat sangat anggun.
Ada
12 koleksi gaun yang ditampilkan Albert dalam dua sekuen. Enam gaun
membentuk tubuh yang didimonasi dengan detail bunga lotus, dan enam gaun
yang dibuat dari kain Korea.
"Bunga teratai adalah sumber
inspirasi saya. Karena bagi masyarakat Korea, bunga teratai adalah
simbol spiritual yang dianggap bisa menjadi penanda, bahwa manusia mampu
mengatasi kesulitan hidup untuk mendapat pencerahan, sama seperti bunga
teratai. Bunga ini juga mencerminkan rasa hormat masyarakat Korea
terhadap alam semesta," jelasnya.
Sekuen pertama, Albert
menonjolkan gaun panjang simpel dengan aksentuasi detail bunga, yang
membaur pada busana. Siluet busana terinspirasi dari hanbok khas Korea.
Penggunaan warna peach dan hijau zaitun menggambarkan suasana perbaikan dan keindahan. Tambahan bordir dan payet hadir menyempurnakan.
Bagian
yang cukup menarik adalah bagaimana desainer muda ini, membuat gaun
dengan pola kaligrafi Korea karya Lie Sang Bong. "Cukup sulit untuk
membuat busana bermotif kaligrafi ini, karena saya tidak mengerti arti
dari kaligrafi tersebut. Salah potong dan salah sambung bisa memberi
arti yang berbeda dari kaligrafi. Jadi saya harus melakukan riset
terlebih dulu," jelas Albert.
Di sekuen kedua ini, Albert kembali
menghadirkan gaun indah yang mencerminkan karakternya, transformasi.
"Banyak perempuan yang cepat bosan dengan gaun yang mereka miliki, maka
dengan transformasi ini mereka bisa menghasilkan banyak gaya sekaligus, "
tambahnya.
Gaun-gaun mini, disulap Albert menjadi gaun panjang
lewat lipatan kain. Ia juga menghadirkan busana yang bisa berubah motif
hanya dengan membuka lipatan gaun. Rok pun bisa berubah menjadi jaket,
hanya dengan melepaskan rok dari gaunnya.
No comments:
Post a Comment