Katakepo.blogspot.com - Lawang Sewu, gedung tua yang berada di pusat Kota Semarang ini sebelum
zaman penjajahan Jepang adalah kantor perkereta-apian yang dikelola
pemerintah kolonial Belanda. Cerita misteri, munculnya arwah noni
Belanda ini berawal ketika tentara Jepang masuk menyerbu gedung, dan
menjadikannya sebagai salah satu basis peristirahatan tentara Jepang.
Kala
itu, terjadi pemerkosaan tentara Jepang terhadap sekitar 20 noni
Belanda. Kabarnya semua noni ini terdiri dari 10 noni perawan dan 10
sudah nikah. Setelah puas menyalurkan hasratnya, para tentara Jepang
memenggal kepala 20 noni tersebut. Dari situ, mistis sering munculnya
noni di sekitar Lawang Sewu berawal.
Kemunculan arwah noni
Belanda ini salah satunya dialami oleh Toha (46) warga Kampung Prembaen,
Semarang Tengah, Kota Semarang. Toha yang mempunyai hobi memancing di
sungai sekitar Lawang Sewu ini sering melihat penampakan sosok noni
Belanda. Dengan rambut panjang terurai dan berbusana long dress warna
putih, mondar-mandir di sekitar Lawang Sewu.
"Dia tidak
mengganggu hanya menampakkan diri. Mondar-mandir dengan parasnya yang
cantik namun penuh dengan darah di mukanya menebar senyum. Menakutkan
memang, tetapi mau bagaimana lagi," tutur Toha kepada merdeka.com,
Minggu (13/10).
Loji era Belanda tersebut lebih dikenal dengan
istilah Lawang Sewu atau pintu seribu, karena ribuan pintu dan jendela
tersebar di mana-mana. Sebagai gambaran, lantai dua di bagian belakang
gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing-masing memiliki
sebanyak 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu
menyerupai jendela, maka diayakini Lawang Sewu memiliki 1000 pintu.
Namun
uniknya, dari berbagai pengalaman para wisatawan baik lokal maupun
mancanegara yang mengunjunginya, saat menghitung jumlah pintu selalu
tidak akan menemukan jumlah sampai 1000 pintu atau 1000 lawang. Hingga
kini, rahasia ini diyakini sebagai mitos jika satu pintunya merupakan
pintu mistis, jalan masuk arwah para penunggu gedung Lawang Sewu
tersebut.
Selain rahasia pintu seribu, juga ada bagian lain dari
Lawang Sewu yaitu bungker, atau ruang bawah tanah. Bungker ini
sebetulnya tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada Zaman
Belanda. Tak heran, jika sampai saat ini bangunan tersebut terus
tergenang air dan harus dipompa keluar agar air tidak membanjiri objek
wisata utama di Lawang Sewu tersebut.
Saat pertama turun, kami
ditunjukan tempat angker dan penampakan-penampakan yang terjadi. Di
ruangan pengap tersebut, terdapat beberapa lampu temaram yang masih
terlihat baru. Konon dipasang lampu karena banyaknya orang yang
kesurupan di tempat itu.
Pada masa Jepang, bungker itu dijadikan
penjara dadakan untuk menahan para pejuang dan tentara Belanda yang
tertangkap. Selain itu, tempat itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan
dan pembantaian tentara Belanda. Termasuk menyiksa beberapa noni Belanda
yang dilakukan oleh tentara Jepang.
Penjara ini pada masa itu
sering disebut sebagai penjara jongkok. Lima sampai sembilan orang
dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi
sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu kolam tersebut diisi air
seleher. Kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua
mati. Di ruang bawah tanah itu juga terdapat 16 kolam di setiap
ruangan, delapan ruangan bagian kanan dan delapan bagian kiri.
Selain
itu, di ruang bawah tanah itu juga terdapat penjara berdiri. Lima
sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak berdiamater sekitar 60 cm
x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai
mereka semua mati. Jika dalam seminggu mereka yang dipenjara jongkok
dan penjara berdiri masih hidup, maka kepala mereka dipengggal dalam
ruangan khusus. Mereka menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat
tersebut. Seluruh mayat dibuang ke kali kecil yang terletak di sebelah
gedung tersebut.
Konon, menurut cerita beberapa warga kali itu
bernama Kali Garang. Garang, berarti negis dan kejam. Kata-kata garang
dipilih karena pada masa penjajahan Belanda dan Jepang itu, seringnya
terjadi penyiksaan, sehingga warna kali menjadi merah darah.
Saat
pertempuran lima hari di Semarang, mayat-mayat tersebut dijadikan satu
dalam delapan ruangan di sebelah kiri, kemudian ruangan tersebut
ditembok untuk menghilangkan bau mayat.
No comments:
Post a Comment