Katakepo.blogspot.com - KIMAAM,Ini perjalanan paling berat dan
panjang selama Tim Ekspedisi Sabang-Merauke: ”Kota dan Jejak Peradaban”
Kompas mengarungi laut dari Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara
Timur, menuju Merauke, Papua.
Dari Agats, Asmat, Papua, Senin
(21/10/2013), kami bertolak menuju Merauke melalui Distrik Kimaam di
Pulau Kolepon, salah satu pulau terdepan di Kabupaten Merauke.
Jarak
ke Pulau Kolepon sekitar 200 mil laut (sekitar 370,4 km) dari Agats.
Kami sudah berencana berlabuh dekat Pulau Kolepon karena posisinya di
tengah di antara Agats dan Merauke sejauh 401 mil laut (742,652 km) yang
membutuhkan waktu 45 jam berlayar. Kapal Navigasi Bimasakti Utama yang
kami tumpangi pun berguncang tanpa henti menghadapi gelombang laut
Arafuru.
Dari alat navigasi KN Bimasakti Utama terbaca, ombak di
Laut Arafuru menuju Merauke mencapai 5 meter. Kapten Suntoro, nakhoda
kapal, menyarankan kami makan malam sebelum kami menghadapi gelombang
tinggi. Kami pun makan malam lebih cepat satu jam dari biasanya.
Benar
saja, selepas senja kapal semakin bergoyang. Kami melintasi laut dengan
ombak berketinggian 2,5 meter. Tidak cuma kami yang mabuk, beberapa
awak kapal juga mulai sempoyongan dan memilih tidur di kamar kapal.
Goyangan
gelombang laut Arafuru belum juga reda hingga tengah malam. Goyangannya
justru semakin menjadi-jadi menjelang pagi. Kapal serasa melaju
naik-turun melawan gelombang ombak dan terkadang bergeser ke kanan dan
ke kiri.
Awak kapal pun terus berjaga. Kami berdiam di kamar.
Gelombang ombak 4,5 meter dan angin bertiup 41 knot. Kapal dengan
kecepatan mesin 9,1 knot hanya bisa melaju 5 knot.
”Kapal kami melawan arah angin dan arus,” kata Mualim I KN Bimasakti Utama, Sarimin.
Sebelum
berlayar ke Merauke, pihak syahbandar dan distrik navigasi Merauke
sebenarnya juga sudah melaporkan tentang kondisi Laut Arafuru. Dalam
kontak dengan KN Bimasakti, mereka juga memperingatkan kondisi cuaca
yang bisa berubah setiap saat. Perubahan tinggi gelombang laut juga
sukar diprediksi karena perairan Arafuru di selatan Papua merupakan
pertemuan arus dari Australia.
”Kapal-kapal perintis sudah kami
peringatkan untuk tidak berlayar sampai tiga hari ke depan,” kata
Hengky, Kepala Syahbandar dalam kontak dengan KN Bimasakti.
Kapten
Suntoro berusaha menenangkan suasana tegang di anjungan kapal. ”Tenang,
setelah belok selepas Tanjung, gelombang tidak akan sebesar ini.
Gelombang akan lebih tenang. Sekarang nikmati saja pelayaran, kapal kita
masih aman,” katanya.
No comments:
Post a Comment