Katakepo.blogspot.com - “Virgin Beach? Wah di mana ya itu?” ujar Made, guide
sekaligus supir sewaan kami di telepon. Sebagai penduduk asli Bali yang
sudah 5 tahun lebih mengantar wisatawan keliling Pulau Dewata, pria
berambut gondrong gimbal ini ternyata belum pernah mendengar tentang
Virgin Beach, apalagi melihatnya langsung.
Tentu saja saya dan 3 orang teman jadi semakin penasaran. Pantai
yang belum sepopuler Kuta, Sanur, Nusa Dua dan Dreamland ini seakan
menjanjikan kesan alami, terpencil dan pastinya tidak “touristy”.
Setelah berkali-kali ke Bali, wajar jika kali ini kami ingin sesuatu
yang berbeda, bukan melulu sebatas pantai “mainstream”.
Memang benar bahwa misteri itu punya daya tarik. Status pantai rahasia (hidden beach)
yang disandang Virgin Beach didukung oleh 3 faktor. Pertama, pantai di
desa Perasi ini tersembunyi di balik dua bukit yaitu Apen dan Penggiang.
Kedua, warna pasirnya pun mengandung misteri. Nama “Virgin Beach”
sebenarnya adalah sebutan wisatawan asing, sementara penduduk Bali
sendiri menyebutnya White Sand Beach atau Pantai Pasir Putih. Ini tidak
lain karena pasirnya yang putih, sementara semua area lain di pantai
Perasi berpasir hitam. Ketiga, akses menuju ke sana juga sengaja tidak
dipermudah, seakan menyiratkan “larangan” untuk menginjakkan kaki di
sana.
Cara Menuju Virgin Beach
Untuk sampai
ke Virgin Beach ini ternyata tidak semudah waktu kami mencari tiket
pesawat murah dalam waktu yang sempit. Kami cukup beruntung menemukan Traveloka.com, situs booking tiket pesawat online dengan
pilihan airline lengkap dan harga yang bahkan lebih murah dari harga
web maskapai. Booking online, 15 menit kemudian tiket pun sampai di
email saya.
Dan dalam upaya menuju ke sana, lagi-lagi Internet
jadi penolong. Menurut beberapa blog yang saya baca, di sana hanya ada
bemo yang sesekali lewat, itupun hanya mengantar sampai depan jalan
kecil menuju pantai. Dari situ, jarak menuju pantai masih sekitar 1 km
dan tidak ada ojek.
Karena itu, sewa mobil pun jadi pilihan
utama. Bisa saja kami menyewa motor seharga Rp 70.000 untuk seharian
penuh, tapi karena kami berempat dan saya satu-satunya yang bisa
mengendarai motor, terpaksa kami memutuskan untuk menyewa mobil Made.
Biaya sewa mobil terbilang murah untuk dibagi berempat: total Rp 350.000
selama 10 jam, sudah termasuk jasa supir, bensin dan parkir.
Tibalah saatnya kami berangkat. Dari Kuta, kami menuju ke arah
Karangasem. Pertama-tama, kami menempuh Bypass Ngurah Rai, Sanur, Goa
Lawah, melewati persimpangan Padang Bai, sampai akhirnya menjumpai papan
besar bertuliskan “Selamat Datang di Karangasem”. Dari sana kami lurus
terus mengikuti jalan sampai tiba di Candidasa. Medannya cukup mudah,
hanya saja petunjuk arah ke pantai “perawan” ini penuh teka-teki. Karena
tidak menemukan satu petunjuk pun, Made mampir ke sebuah toko swalayan
untuk bertanya arah.
Setelah diberi tahu oleh karyawan toko
swalayan, kami melanjutkan perjalanan sampai tiba di jalanan yang
mendaki dan berkelok mirip Puncak Pass. Di pinggir jalan yang dipenuhi
kera, sekali lagi kami berhenti untuk bertanya ke seorang ibu penjaga
warung. Ternyata, jalanan kecil menuju pantai masih sekitar 7 km (30
menit) dari Candidasa ke arah Amlapura.
Saking minim petunjuk,
kami pun sempat kelewatan satu-satunya papan petunjuk bertuliskan
“White Sand Beach”. Tidak heran, papan kecil ini ternyata tertutup daun
pohon. Dari arah Candidasa, papan ini berada di sebelah kanan jalan,
tepat di depan sebuah jalan kecil tidak jauh dari Puskesmas.
Misteri masih berlanjut. Setelah masuk ke jalan kecil tersebut, kami
melewati daerah pemukiman penduduk. Seorang teman pernah berpesan,
kadang ada penduduk yang sengaja menyesatkan. Untungnya kami tidak
bertemu kejadian serupa. Setelah melewati pemukiman dan persawahan,
mobil berguncang melaju di atas jalanan sempit tidak beraspal yang
menanjak terjal. Yang lebih aneh lagi, kami kemudian tiba di sebuah area
gersang yang ditumbuhi tanaman kaktus. Setelah area gersang tersebut,
kami kembali melihat daerah luas di mana terdapat penduduk sedang
menggiring babi dan juga beberapa ekor sapi yang sedang merumput.
Melihat bahwa tidak ada tanda-tanda laut di ujung jalan, mulai
timbul lagi keraguan di benak kami. Namun Made terus menyetir sampai
akhirnya kami melihat sebuah pos penjaga. “Benar ini Virgin Beach, pak?”
tanya saya penuh harap. Lega rasanya ketika petugas tersebut
mengangguk.
Sesuatu yang eksklusif ternyata tidak harus mahal.
Awalnya kami kira biaya masuk pantai pasti mahal, tapi ternyata tidak:
hanya Rp 3.000/orang dan Rp 2.000/mobil. Di ujung jalan tersedia suatu
lahan parkir yang lumayan luas. Setelah menuruni beberapa anak tangga,
akhirnya kami menginjakkan kaki di Virgin Beach. Ibarat menemukan harta
karun tersembunyi, semua susah payah mencari jalan seketika itu juga
sirna, kami langsung terbuai dengan pemandangan yang ada di depan mata.
Fasilitas di Virgin Beach
It’s truly worth it. Air laut biru jernih, pasir putih
lembut dan buih ombak menciptakan sensasi ketenangan yang luar biasa.
Pantai sepanjang 600 m ini juga terlihat bebas dari sampah, benar-benar
menyejukkan hati. Tampak jelas bahwa pengunjung pantai ini lebih
didominasi wisatawan asing, itupun masih dalam hitungan jari.
Di sebelah kanan terlihat barisan penyewaan payung, warung
makanan/minuman serta barisan perahu jukung milik nelayan. Jika ingin
snorkeling, Anda dapat menyewa perlengkapannya seharga Rp 25.000. Sewa
kursi dan payung dihargai Rp 15.000 untuk seharian. “Harga untuk bule
lain lagi. Kalau pesan makan, kursinya gratis,” jawab ibu pemilik
warung ketika kami mencoba menawar. Harga ini masih termasuk murah jika
dibandingkan dengan “hidden beach” yang sudah lebih populer seperti
Balangan (2 kursi seharga Rp 50.000). Jika ingin bersantai Anda juga
dapat menikmati jasa pijat seharga Rp 50.000 selama 1 jam (harga turis
lokal).
Setelah berjam-jam menghabiskan waktu di sana, kami pun
beranjak kembali ke Kuta, tersenyum puas. Rasa puas ini lebih dari
sekedar puas menikmati keindahan Virgin Beach. Rasa puas tersebut lahir
dari keputusan kami mengiyakan tantangan, dan juga karena menyimpan
harapan, bahwa entah di suatu tempat di Bali yang komersil ini, surga
tersembunyi itu masih ada.
No comments:
Post a Comment