Saturday, October 5, 2013

Kami hanya isap 3,8 persen dari cadangan

Katakepo.blogspot.com -  Data Dinas Pertambangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sukabumi menyebut sedotan Aqua dari empat mata air kepunyaan mereka fantastis. Dari mata air pertama, 432 meter kubik per hari. Melalui mata air kedua dan ketiga sama-sama mengisap 864 meter kubik tiap hari. Sedangkan ladang air keempat paling besar hasilnya, yakni 6.048 meter kubik saban hari.

PT Tirta Investama mengaku hanya memiliki tiga sumur, satu sumur hanya untuk sumur pantau. Selain itu, perseroan hanya diizinkan mengambil air 70 liter per detik. Aqua mengaku telah melakukan konservasi di wilayah resapan air di Gunung Salak untuk menghidupkan lagi mata air warga telah kering.

"Kita bikin sumur (pantau) tapi sumur itu tidak dikeluarkan, hanya untuk memantau muka air. Sumber air itu harus dipantau," kata Direktur Water Resource Department PT Tirta Investama Wahyu Tri Raharja kepada merdeka.com Rabu lalu di kantornya, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. "Kalau semakin-lama semakin turun, menunjukkan air di regionalnya kian turun."

Berikut penjelasan Wahyu kepada Arbi Sumandoyo dan Alwan Ridha Ramdani.

Di daerah tanah yang sudah dibeli harus ada penghijuan. Temuan merdeka.com desa di atas pabrik Aqua tidak ditanami pohon keras, tapi malah tanaman pertanian. Kenapa begitu?

Kita sudah mengikuti kemauan Pemda Sukabumi membebaskan radius 200 meter. Namun jika kita hendak membuat pagar, ada pertanyaan dari warga. Karena dulunya warga penggarap di sana, pemiliknya dari Jakarta dan Bogor. Waktu itu mau konservasi, malah kita ribut karena warga kehilangan mata pencarian.

Cuma untuk menanam tanaman keras, konservasi, belum kita lakukan sepenuhnya karena berbenturan dengan kegiatan warga. Memang kita sudah memasang rencana induk bekerja sama dengan warga untuk menanam pohon sengon. Cuma mungkin untuk bicara kuantitas, saya belum dapat laporan jelas tentang ini.

Kenapa penghijauan hanya dilakukan di daerah resapan air yang Aqua sedot?

Konservasi itu harusnya wajib bagi perusahaan menggunakan sumber daya alam. Kalau konservasi bagi kita, ditulis dalam dokumen amdal kita, harus di daerah tangkapan air. Kedua, kalau kita benerin permukaan atas, otomatis daerah bawah pun akan menikmati airnya.

Jadi kalau kita bener melakukan semua kegiatan di daerah tangkapan air, dengan sendirinya air warga akan terisi dari atas. Mata air dulu ada tapi hilang, akan kembali lagi.

Dalam konsep kita, kita memang melakukan konservasi di atas agar semua air hujan meresap ke sana. Kalau sudah meresap banyak, mata air hilang akan kembali lagi. Itu harapan kita. Namun untuk konservasi, misalnya kita hanya bisa konservasi 1,1 sampai 1,2 hektar. Kalau rusak tiga hektar, kita hanya bisa konservasi satu hektar tidak seimbang.

Seharusnya konservasi dilakukan bersama-sama bukan kita saja. Kalau bisa dikumpulin semua perusahaan ada di situ terus kita iuran. Aqua paling gede bolehlah, tapi semuanya. Otomatis kita mempercepat proses air itu lagi. Meresapnya lebih banyak.

Saat ini Aqua saja yang melakukan konservasi?

Setahu saya memang Aqua saja. Makanya kita sedang berusaha mengajak semua, termasuk pemerintah. Ada juga perusahaan lain menanam pohon tapi tidak tepat. Mohon maaf, jadinya sia-sia. Kebetulan kita sudah melakukan studi, jadi kita tahu persis air itu muncul di mana, elevasi berapa, zona mana, kondisi sekarang seperti apa.

Bahkan kita sudah bikin rencana induk konservasi. Cuma karena lingkupnya begitu besar, buat kami akan berat kalau ditanggung sendiri.

Berapa hektar lahan konservasi harus dilakukan?

Besar sekali, 36,8 kilometer persegi. Kita dari studi hanya menggunakan 3,8 persen air dari cadangan di situ.

Cuma kalau bicara seluruh pengguna air, di sana itu sudah 48 persen. Bukan kita saja, bukan hanya perusahaan, ada petani juga. Kita berharap penggunanya mulai kendalikan, terutama perusahaan. Di sana banyak perusahaan mengambil air tanpa izin, itu yang dikendalikan. Tapi memang kontribusi kita paling besar.

Aqua sempat gencar menggunakan mata air dalam iklan, kenapa tidak langsung bilang Aqua menggunakan sumber air artesis?

Kalau kita berbicara mata air atau sumber air, kita sebernarnya acuannya pada SNI. Pada SNI tidak ada menyebutkan mata air, itu harus pakai alam yang keluar, itu tidak ada di situ. Jadi kalau kita bicara masalah merek, bagaimana membuat daya jual saja. Menurut saya, secara hukum tidak salah. Karena di SNI tidak ada spesifik kalau menyebut mata air itu harus ini.

Aqua menggunakan berapa sumur di Cikubang?

Ada tiga, satunya sumur pantau. Kita tidak pakai. Kita bikin sumur tapi sumur itu tidak dikeluarkan, hanya untuk memantau muka air. Sumber air itu harus dipantau, kalau semakin lama semakin turun, menunjukkan air di regionalnya semakin turun.

Yang dilaporkan Aqua kepada pemerintah yang diambil atau yang diproduksi?

Dua-duanya. Air dipakai untuk produksi ada meter airnya. Untuk produksi, kita sudah dibatasi. Kalau lebih, kita didenda dan kena penalti.

Yang diambil Aqua 3,8 persen dari cadangan air di sana. Berapa meter kubik itu?

Izin kami punya di Sukabumi adalah 70 liter per detik. Kita tidak mungkin produksi lebih dari itu karena aliran kita juga cuma itu. Air tersedia cuma segitu. Kalau kita bicara produksinya berapa? Kita punya yang namanya water ratio.

Kalau kita memproduksi satu liter air Aqua itu dibutuhkan 1,2 liter air baku, otomatis ada 0,2 persen terbuang. Itu otomatis karena namanya produksi ada bocor dan sebagainya.

Rasio kita rata-rata 1,2. Kalau kita punya izin 70 liter per detik, produksi kita itu sekitar 68 liter per detik. Produksi bisa dijual kepada masyarakat cuma 80 persen dari izin kita. 20 persen ada yang kebuang karena bocor dan dipakai untuk masyarakat sekitar. Misalnya untuk masjid dan lain-lain. Kalau bicara nilainya berapa, mohon maaf.

Apakah ada hasil riset Aqua terkait daya dukungan lingkungan di kawasan Cikubang?

Kalau dari studi dibuat sama Universitas Padjadjaran, daerah sana masih sangat hijau. Yang terjadi adalah ketidakberimbangan pemakaiannya. Ada yang menggunakan sangat gede, ada yang dibuang, dan ada yang menggunakan sedikit. Pembagian airnya tidak tepat.

Faktor paling penting adalah faktor regulator, dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Tapi intinya sistem di sana masih sangat bagus, infiltrasi di sana masih di atas 30 persen. Namun demikian masih bisa dikelola dengan baik kalau kita konservasi bersama-sama.

Mantan kepala dinas bilang cadangan air di sana bisa habis dalam dua dasawarsa. Apakah menurut Anda begitu?

Secara saintifik, kita tidak bisa mengatakan itu. Karena air itu berbeda dengan minyak atau tambang. Kita tidak bisa bilang cadangan air itu sampai 20 tahun karena faktornya terlalu banyak. Pengambilan terlalu besar, namun begitu diambil diisi juga sama air hujan.

Mungkin yang disampaikan kepala dinas, kalau kita tidak melindungi. Dari segi saintifik, profesor manapun tidak ada yang bisa mengatakan 20 tahun lagi atau berapa tahun, tidak bisa ngomong itu.

Di kampung Pojok hingga Desa Babakan Pari atas akses air bersih sumbangan Aqua macet, kenapa bisa begitu?

Yang terjadi adalah karena banyak masyarakat membutuhkan, sedangkan jaringan kita itu terbatas sehingga pengaturannya tidak rata. Misalnya yang mengatur itu lebih banyak dari Kampung Cikubang, maka jaringan sana akan dimatikan dulu.

Kemudian ketersediaan jaringan. Kita tidak mungkin langsung menyediakan seluruh jaringan ke masyarakat. Akhirnya yang terjadi adalah bangun ini dulu. Akhirnya ada beberapa daerah terlayani dengan baik dan ada juga yang tidak, seperti Kampung Kuta dekat dengan kita tidak kebagian.

Secara teknis, kita menyiapkan air di sana, didorong ke Kampung Kuta. Tapi anggarannya besar untuk biaya listrik dan pipa. Ini masalah teknis. Pengalokasian proyek dan bantuan kalau tidak ada institusi bener, seperti itu. Kadang kita mengikuti hasil musrenbangdes, kadang di desa memang tarik-tarikan.

Kita mendorong ada institusi atau pengelola, tapi pengelola di situ tidak mau ada iuran, inginnya dari kita semua. Harapan kita warga juga ikut memelihara. Organisasinya itu menyebabkan aliran air ke Kampung Pojok tidak lancar.

0 comments:

Post a Comment