Katakepo.blogspot.com - Suara bising truk kontainer dan trailer tak menyurutkan Dinda (35
tahun), Dina (33), Wati (29), dan Nina (30) - keempatnya nama samaran -
menghibur sopir-sopir di Jalan Raya Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara.
Mereka datang menumpang becak lalu berhenti di garasi-garasi perusahaan
ekspedisi. Sehabis menyanyi kemudian melayani nafsu syahwat belasan pria
haus belaian perempuan.
Empat perempuan asal Indramayu, Jawa
Barat, ini biasanya tiba di lokasi pukul tujuh malam. Cuma butuh
sepertiga hingga setengah jam bagi mereka berpindah antar garasi. Di
tiap garasi rombongan Dinda bisa melantunkan dua hingga tiga lagu
dangdut sesuai permintaan para sopir.
"Kalau sudah tiba biasanya sudah ada sopir-sopir baru sampai turun langsung minta karoke," bisik Dina saat ditemui merdeka.com Rabu malam pekan lalu di garasi TMI Jaya, dekat simpang lima Semper. "Sambil pada minum bir santai begini, kita bisa disawer."
Dari
keempatnya, hanya Dinda bukan vokalis. Tapi Dinda dituakan. Tugasnya
membawa satu kotak pengeras suara berwarna hitam ukuran 15x10 dengan
kualitas pas-pasan. Dia mesti mengikuti Dina, Wati, dan Nina berjoget
agar kabel mikrofon tersambung ke pengeras suara tidak copot.
Penampilan
mereka sudah cukup memancing birahi para sopir. Bercelana senam dipadu
gaun spandek berdada rendah dan selop. Aroma parfum murahan menyengat
hidung sudah cukup menghilangkan bau keringat mereka.
Rombongan
Dinda sudah sangat dikenal di kalangan sopir karena mereka mau diajak
bercinta. "Biasanya dari satu garasi ada 5-7 laki-laki ikut nimbrung,
dua di antaranya minta nerusin sampai di atas truk," ujar Wati. Dari
urusan tampang, Wati kelihatannya paling laris sebagai pelacur.
Menurut
Wati, uang saweran para sopir tak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia
perlu pula menafkahi dua anaknya di kampung. Fulus tambahan dari
melayani seks sopir membuat dia bisa mengirim paling sedikit Rp 300 ribu
saban pekan.
Sekali main, janda ini memasang tarif Rp 50 ribu
sampai Rp 100 ribu. Namun dia tidak mengiyakan sembarang ajakan. "Saya
lihat dulu orangnya bagaimana, sama minta harganya berapa. Tapi kalo
sopir udah kesengsem banget, bisa saya naikin harganya," tutur Wati.
Kalau
telah sepakat, mereka bisa menuntaskan birahi di kolong truk dengan
beralaskan tikar. Puluhan hingga ratusan truk biasanya terparkir di
sebuah garasi perusahaan ekspedisi. Luas lahan parkir sekitar satu
hektare.
Setelah dipotong bayaran tukang becak, uang saweran
hasil menyanyi dibagi rata, sedangkan fulus dari hasil melayani seks
sopir masuk ke kocek pribadi. Mereka beroperasi hingga jam tiga dini
hari. Kembali naik becak, Dinda dan ketiga rekannya pulang ke kontrakan
di permukiman liar di Tanah Merdeka, Cilincing, Jakarta Utara.
Menjadi sopir truk di perusahaan ekspedisi butuh pengorbanan. Jauh dari keluarga, jarang menyentuh istri.
Seperti
itu perasaan Mudji, 40 tahun, sopir truk perusahaan ekspedisi otomotif.
Sebab itu, dia merasa terhibur oleh rombongan-rombongan biduan biasa
beroperasi di sekitar garasinya, Jalan Raya Tugu, Koja, Jakarta Utara,
dekat simpang lima Semper.
Hiburan dangdut jalanan itu sudah
cukup mengusir rasa capek setelah dua hari penuh bekerja. "Kita sudah
kerja jauh dari keluarga, capek butuh yang segar biar semangat terus.
Kalau ada biduan-biduan itu lumayan menghibur," kata lelaki asal Cirebon
ini saat ditemui merdeka.com di garasi perusahaannya Rabu pekan lalu.
Dia
merasa tidak perlu melemaskan otot meski sejumlah pengamen perempuan
itu bisa melayani permintaan seks. Menurut ayah tiga anak ini, hal itu
cuma menghamburkan fulus dan mengotori niatnya bekerja buat keluarga di
kampung.
Lain dengan Rahmat, lajang 23 tahun menjadi kernetnya.
Dia lebih kesengsem goyangan biduan jalanan itu di kolong truk. Setelah
menuntaskan libidonya, dia bisa tidur seraya tersenyum. "Biar pules
tidur saja, lumayan hilangin capek. Kalau dia (Mudji) setahu saya enggak
pernah sampai main, paling cuma ikut nyanyi-nyanyi saja," ujar pemuda
akrab disapa Mamat ini.
Tidak semua sopir dan kernet truk
menganggap biduan-biduan itu sebagai mainan. Mamat mengungkapkan ada
temannya sesama kernet mengawini seorang di antara mereka. Dari
pernikahannya itu, dia telah dikaruniai dua anak.
Begitu juga,
tak semua biduan perempuan gampangan, terutama yang masih muda. "Banyak
juga kok yang enggak mau, apalagi ada juga yang masih muda," tutur
Sutrisno.
No comments:
Post a Comment