Wednesday, September 25, 2013

Pulas setelah otot lemas

Katakepo.blogspot.com - Suara bising truk kontainer dan trailer tak menyurutkan Dinda (35 tahun), Dina (33), Wati (29), dan Nina (30) - keempatnya nama samaran - menghibur sopir-sopir di Jalan Raya Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara. Mereka datang menumpang becak lalu berhenti di garasi-garasi perusahaan ekspedisi. Sehabis menyanyi kemudian melayani nafsu syahwat belasan pria haus belaian perempuan.

Empat perempuan asal Indramayu, Jawa Barat, ini biasanya tiba di lokasi pukul tujuh malam. Cuma butuh sepertiga hingga setengah jam bagi mereka berpindah antar garasi. Di tiap garasi rombongan Dinda bisa melantunkan dua hingga tiga lagu dangdut sesuai permintaan para sopir.

"Kalau sudah tiba biasanya sudah ada sopir-sopir baru sampai turun langsung minta karoke," bisik Dina saat ditemui merdeka.com Rabu malam pekan lalu di garasi TMI Jaya, dekat simpang lima Semper. "Sambil pada minum bir santai begini, kita bisa disawer."

Dari keempatnya, hanya Dinda bukan vokalis. Tapi Dinda dituakan. Tugasnya membawa satu kotak pengeras suara berwarna hitam ukuran 15x10 dengan kualitas pas-pasan. Dia mesti mengikuti Dina, Wati, dan Nina berjoget agar kabel mikrofon tersambung ke pengeras suara tidak copot.

Penampilan mereka sudah cukup memancing birahi para sopir. Bercelana senam dipadu gaun spandek berdada rendah dan selop. Aroma parfum murahan menyengat hidung sudah cukup menghilangkan bau keringat mereka.

Rombongan Dinda sudah sangat dikenal di kalangan sopir karena mereka mau diajak bercinta. "Biasanya dari satu garasi ada 5-7 laki-laki ikut nimbrung, dua di antaranya minta nerusin sampai di atas truk," ujar Wati. Dari urusan tampang, Wati kelihatannya paling laris sebagai pelacur.

Menurut Wati, uang saweran para sopir tak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia perlu pula menafkahi dua anaknya di kampung. Fulus tambahan dari melayani seks sopir membuat dia bisa mengirim paling sedikit Rp 300 ribu saban pekan.

Sekali main, janda ini memasang tarif Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Namun dia tidak mengiyakan sembarang ajakan. "Saya lihat dulu orangnya bagaimana, sama minta harganya berapa. Tapi kalo sopir udah kesengsem banget, bisa saya naikin harganya," tutur Wati.

Kalau telah sepakat, mereka bisa menuntaskan birahi di kolong truk dengan beralaskan tikar. Puluhan hingga ratusan truk biasanya terparkir di sebuah garasi perusahaan ekspedisi. Luas lahan parkir sekitar satu hektare.

Setelah dipotong bayaran tukang becak, uang saweran hasil menyanyi dibagi rata, sedangkan fulus dari hasil melayani seks sopir masuk ke kocek pribadi. Mereka beroperasi hingga jam tiga dini hari. Kembali naik becak, Dinda dan ketiga rekannya pulang ke kontrakan di permukiman liar di Tanah Merdeka, Cilincing, Jakarta Utara.
Menjadi sopir truk di perusahaan ekspedisi butuh pengorbanan. Jauh dari keluarga, jarang menyentuh istri.

Seperti itu perasaan Mudji, 40 tahun, sopir truk perusahaan ekspedisi otomotif. Sebab itu, dia merasa terhibur oleh rombongan-rombongan biduan biasa beroperasi di sekitar garasinya, Jalan Raya Tugu, Koja, Jakarta Utara, dekat simpang lima Semper.

Hiburan dangdut jalanan itu sudah cukup mengusir rasa capek setelah dua hari penuh bekerja. "Kita sudah kerja jauh dari keluarga, capek butuh yang segar biar semangat terus. Kalau ada biduan-biduan itu lumayan menghibur," kata lelaki asal Cirebon ini saat ditemui merdeka.com di garasi perusahaannya Rabu pekan lalu.

Dia merasa tidak perlu melemaskan otot meski sejumlah pengamen perempuan itu bisa melayani permintaan seks. Menurut ayah tiga anak ini, hal itu cuma menghamburkan fulus dan mengotori niatnya bekerja buat keluarga di kampung.

Lain dengan Rahmat, lajang 23 tahun menjadi kernetnya. Dia lebih kesengsem goyangan biduan jalanan itu di kolong truk. Setelah menuntaskan libidonya, dia bisa tidur seraya tersenyum. "Biar pules tidur saja, lumayan hilangin capek. Kalau dia (Mudji) setahu saya enggak pernah sampai main, paling cuma ikut nyanyi-nyanyi saja," ujar pemuda akrab disapa Mamat ini.

Tidak semua sopir dan kernet truk menganggap biduan-biduan itu sebagai mainan. Mamat mengungkapkan ada temannya sesama kernet mengawini seorang di antara mereka. Dari pernikahannya itu, dia telah dikaruniai dua anak.

Begitu juga, tak semua biduan perempuan gampangan, terutama yang masih muda. "Banyak juga kok yang enggak mau, apalagi ada juga yang masih muda," tutur Sutrisno.

0 comments:

Post a Comment