Katakepo.blogspot.com - Sanliurfa, Saat Abu Hamza, mantan pemberontak Suriah,
setuju bergabung dengan Negara Islam atau ISIS, ia berasumsi dirinya
bakal menjadi bagian dari utopia Islam yang dijanjikan kelompok itu.
Utopia tersebut telah memikat para petempur asing dari seluruh dunia
untuk bergabung dengan ISIS.
Namun, apa yang terjadi, ia justru
menemukan dirinya diawasi seorang amir Irak dan menerima sejumlah
perintah dari beberapa orang Irak yang tidak jelas identitasnya.
Orang-orang itu masuk dan keluar dari medan perang di Suriah. Ketika
tidak sepakat dengan sesama para komandan dalam sebuah pertemuan ISIS
tahun lalu, dia langsung ditahan atas perintah seorang pria Irak
bertopeng yang hanya duduk diam selama pertemuan itu. Pria bertopeng
tersebut hanya mendengar dan membuat catatan.
Abu Hamza, yang
saat itu menjadi penguasa ISIS di sebuah komunitas kecil di Suriah,
tidak pernah mengetahui identitas sesungguhnya dari orang-orang Irak
itu, yang terselubung dengan nama sandi atau karena memang namanya tidak
diungkapkan. Namun, semua laki-laki itu merupakan mantan perwira Irak
yang pernah bertugas di masa Saddam Hussein, termasuk pria bertopeng
itu. Ia pernah bekerja untuk agen intelijen Irak dan kini bekerja untuk
badan keamanan bayangan ISIS, kata Hamza, seperti dilaporkan Washington Post, Sabtu (4/4/2015) lalu.
Laporan
Hamza, dan orang-orang lain yang tinggal bersama atau berperang melawan
ISIS selama dua tahun terakhir, menegaskan peran luas yang dimainkan
para mantan anggota tentara Baath Irak dalam sebuah organisasi yang
secara tipikal lebih dikaitkan dengan para militan asing flamboyan dan
berbagai video mengerikan yang mereka bintangi.
Menurut sejumlah
warga Irak, Suriah, dan para analis yang mempelajari ISIS, walau ada
ribuan petempur asing yang bergabung, tetap saja hampir semua pemimpin
ISIS merupakan mantan perwira Irak, termasuk para anggota komite militer
dan keamanannya yang identitasnya tidak jelas tadi, serta sebagian
besar para amir dan pangeran.
Washington Post
melaporkan, para mantan perwira itu membawa keahlian militer dan
sejumlah agenda dari mantan orang-orang Partai Baath ke ISIS. Mereka
juga membawa jaringan penyelundupan yang dulu dikembangkan untuk
menghindari sanksi pada tahun 1990-an dan yang kini memfasilitasi
perdagangan minyak ilegal ISIS.
Di Suriah, para "amir" lokal
biasanya dibayangi seorang wakil yang merupakan orang Irak dan membuat
keputusan, kata Abu Hamza, yang telah melarikan diri ke Turki pada musim
panas lalu setelah kecewa dengan ISIS. Dia menggunakan nama samaran
demi keselamatannya.
"Semua pembuat keputusan orang Irak dan
sebagian besar dari mereka merupakan mantan perwira Irak. Para perwira
Irak menjadi pemimpin dan mereka yang membuat taktik dan rencana
pertempuran," katanya seperti dikutip Post. "Namun, orang-orang Irak sendiri tidak bertempur. Mereka menempatkan para petempur asing di garis depan."
Profil umum para jihadis asing sering kali kurang paham dengan akar ISIS dalam sejarah berdarah Irak saat ini.
Hassan Hassan, seorang analis yang berbasis di Dubai dan salah seorang penulis buku berjudul ISIS: Inside the Army of Terror,
mengatakan, kekejaman keji rezim Baath Saddam Hussein, pembubaran
tentara Irak setelah invasi pimpinan AS tahun 2003, pemberontakan yang
terjadi setelah itu, dan marginalisasi kaum Sunni Irak oleh pemerintah
yang didominasi Syiah, semuanya saling terkait dengan munculnya ISIS.
"Banyak
orang berpikir Negara Islam itu sebagai kelompok teroris dan itu tidak
efektif," kata Hassan. "(ISIS) itu memang sebuah kelompok teroris,
tetapi kelompok itu lebih dari itu. Kelompok (itu) merupakan
pemberontakan yang tumbuh di Irak dan kelompok itu terkait dengan Irak."
Undang-undang penyingkiran orang-orang Baath (de-Baathification)
yang diumumkan L Paul Bremer, penguasa Amerika di Irak tahun 2003,
sudah lama diidentifikasi sebagai salah satu pemicu munculnya
pemberontakan. Dalam sebuah keputusan, sebanyak 400.000 anggota tentara
Irak yang telah dikalahkan kemudian dipecat. Tunjangan pensiunnya tidak
dibayarkan. Namun, mereka tetap diizinkan untuk memiliki senjata.
Militer
AS pada tahun-tahun awal gagal untuk menyadari para perwira Baath yang
dibubarkan akhirnya berperan di sejumlah kelompok ekstremis, melebihi
para petempur asing yang sering disalahkan sejumlah pejabat Amerika,
kata Kolonel Joel Rayburn, dosen senior di National Defense University,
yang menjabat sebagai penasihat sejumlah jenderal penting AS di Irak.
Rayburn menggambarkan hubungan antara Baath dan ISIS dalam bukunya yang
berjudul Iraq After America.
Menurut Rayburn, militer AS
selalu tahu bahwa para mantan perwira Baath bergabung dengan
kelompok-kelompok pemberontak dan memberikan dukungan taktis bagi cabang
Al Qaeda di di Irak, yang menjadi cikal bakal ISIS. Namun, para pejabat
Amerika itu tidak mengantisipasi bahwa para mantan perwira tersebut
tidak hanya akan menjadi pembantu Al Qaeda. Mereka justru menjadi bagian
inti dari kelompok jihad itu.
"Kami mungkin telah mampu menemukan cara-cara untuk mencegah fusi, penyelesaian proses Irakisasi (Iraqization)," kata Rayburn kepada Washington Post.
Para mantan perwira itu mungkin tidak dapat dipersatukan lagi, "tetapi
pelabelan mereka sebagai tidak relevan merupakan kesalahan."
Di
bawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, yang menyatakan diri sebagai
khalifah ISIS, para mantan perwira itu menjadi lebih dari sekadar
relevan. Mereka berperan dalam kelahiran kembali kelompok itu dari
kekalahan yang dialami para pemberontak dari militer AS.
Reuters
Presiden Irak Saddam Hussein, tengah, memimpin rapat gabungan Dewan
Komando Revolusi dan komando regional Partai Baath yang berkuasa pada 31
Oktober 1998.
Berciri samaSekilas, dogma sekuler Partai Baath
Saddam Hussein yang bersifat tirani tampaknya bertentangan dengan
interpretasi keras ISIS terhadap hukum Islam yang hendak ditegakkan
kelompok itu.
Namun, dua kredo tersebut telah tumpang tindih
secara luas dalam beberapa hal, terutama keyakinan mereka pada ketakutan
demi mengamankan kepatuhan rakyat yang berada di bawah kekuasaan
kelompok itu. Dua dekade lalu, rincian dan bentuk kekejaman dari
penyiksaan yang dilakukan Saddam Hussein mendominasi wacana tentang
Irak.
Washington Post melaporkan, seperti ISIS, Partai
Baath Saddam Hussein juga menganggap dirinya sebagai gerakan
transnasional, membentuk cabang-cabang di sejumlah negara di Timur
Tengah, dan menjalankan kamp pelatihan bagi relawan asing dari seluruh
dunia Arab.
Pada saat pasukan AS menginvansi Irak tahun 2003,
Saddam sudah mulai condong ke pendekatan yang lebih religius dalam
pemerintahannya. Ia membuat transisi dari ideologi Baath ke ideologi
Islam yang agak mustahil bagi beberapa perwira Irak yang kehilangan
haknya, kata Ahmed S Hashim, profesor yang sedang meneliti
hubungan-hubungan itu di Nanyang Technological University di Singapura.
Dengan
peluncuran Kampanye Iman sang diktator itu tahun 1994, ajaran Islam
yang keras telah diperkenalkan. Kata-kata "Allahu Akbar" tertulis di
bendera Irak. Hukuman amputasi ditetapkan dalam kasus pencurian.
Sejumlah mantan perwira Baath mengingat teman-teman yang tiba-tiba
berhenti minum, mulai berdoa dan menganut bentuk yang sangat konservatif
dari ajaran Islam yang dikenal sebagai Salafisme pada tahun-tahun
sebelum invasi AS.
Dalam dua tahun terakhir pemerintahan Saddam
Hussein, aksi pemenggalan, terutama menyasar para perempuan terduga
pekerja seks komersial dan dilaksanakan oleh satuan elite Fedayeen,
menewaskan lebih dari 200 orang, lapor kelompok-kelompok hak asasi
manusia ketika itu.
Kebrutalan yang dilakukan ISIS sekarang
mengingatkan orang pada pertumpahan darah yang dulu dilakukan Fedayeen,
kata Hassan. Sejumlah video propaganda dari era Saddam mencakup sejumlah
adegan yang menyerupai yang sekarang disiarkan ISIS, memperlihatkan
pelatihan ala Fedayeen, berbaris dalam topeng hitam, berlatih seni
pemenggalan dan dalam satu contoh memakan anjing yang masih hidup.
Beberapa
orang Baath menjadi rekrutan awal kelompok afiliasi Al Qaeda yang
didirikan Abu Musab al-Zarqawi, pejuang Palestina-Jordania, yang
dianggap sebagai perintis dari ISIS saat ini, kata Hisham al Hashemi,
analis tentang Irak yang memberikan nasihat bagi Pemerintah Irak dan
punya kerabat yang bertugas di militer Irak pada masa Saddam. Sejumlah
orang Irak lainnya menjadi radikal di Camp Bucca, penjara Amerika di
Irak selatan dengan ribuan warga biasa ditahan dan bercampur baur dengan
para militan.
Zarqawi menjaga jarak dengan para mantan anggota
Baath karena ia tidak memercayai pandangan sekuler mereka. Demikian kata
Hasyim.
Menurut sejumlah analis dan mantan perwira, baru di
bawah pengawasan pemimpin ISIS saat ini, yaitu Abu Bakr al-Baghdadi,
perekrutan para mantan perwira Baath menjadi strategi yang disengaja.
Baghdadi awalnya ditugaskan untuk membangun kembali organisasi
pemberontak yang sangat lemah itu setelah 2010. Ia lalu memulai kampanye
agresif untuk merayu para mantan perwira, menarik para laki-laki yang
masih menganggur, atau telah bergabung dengan kelompok-kelompok
ekstremis lainnya.
Beberapa dari orang-orang itu telah berperang
melawan Al Qaeda setelah berubah haluan dan menyesuaikan diri dengan
gerakan Kebangkitan yang didukung Amerika tahun 2007. Ketika tentara AS
menarik diri dan Pemerintah Irak meninggalkan para pejuang Kebangkitan,
ISIS merupakan satu-satunya pilihan yang masih ada bagi mereka yang
merasa dikhianati dan ingin mengubah haluan lagi, kata Brian Fishman,
yang meneliti kelompok di Irak untuk West Point’s Combating Terrorism
Center dan kini bekerja untuk New America Foundation.
Washinton Post melaporkan, upaya Baghdadi itu tidak terlepas dari babak baru penyingkiran orang-orang Baath (
de-Baathification)
oleh Perdana Menteri Nouri al-Maliki yang diluncurkan setelah pasukan
AS hengkang tahun 2011. Maliki memecat para perwira, bahkan yang telah
direhabilitasi oleh militer AS.
Di antara mereka adalah Brigjen
Hassan Dulaimi, mantan perwira intelijen di militer lama Irak yang
direkrut kembali ke dalam tugas oleh tentara AS tahun 2006, sebagai
komandan polisi di Ramadi, ibu kota Provinsi Anbar yang sudah lama
bergolak. Beberapa bulan setelah kepergian tentara Amerika, dia
diberhentikan. Dulaimi kehilangan gaji dan pensiunnya. Bersama dia ada
124 perwira lain yang telah bertugas bersama Amerika.
"Krisis ISIS tidak terjadi secara kebetulan," kata Dulaimi dalam sebuah wawancara dengan
Washington Post di Baghdad. "Itu merupakan hasil dari akumulasi masalah yang diciptakan Amerika dan Pemerintah (Irak)."
Ia
mencontohkan kasus seorang teman dekat, seorang mantan perwira
intelijen di Baghdad yang dipecat tahun 2003 dan berjuang selama
bertahun-tahun untuk mencari nafkah. Si teman kini menjabat sebagai wali
atau pemimpin ISIS di kota Hit di Anbar, kata Dulaimi. "Terakhir kali
saya melihatnya tahun 2009. Dia mengeluh bahwa dirinya sangat miskin.
Dia teman lama, jadi saya memberinya uang," kenangnya. "Dia bisa
berubah. Jika seseorang memberinya pekerjaan dan gaji, ia tidak akan
bergabung dengan ISIS. Ada ratusan, ribuan orang seperti dia,"
tambahnya. "Orang-orang yang menjadi pemimpin dalam operasi militer ISIS
merupakan para perwira terbaik dari bekas tentara Irak, dan itulah
sebabnya ISIS mengalahkan kami dalam hal intelijen dan di medan perang."
Pencaplokan
wilayah oleh ISIS juga jadi mulus akibat penganiayaan luas pemerintahan
Maliki terhadap kaum minoritas Sunni, yang meningkat setelah pasukan AS
menarik diri dan membuat banyak warga sunni biasa bersedia untuk
menyambut para ekstremis sebagai alternatif bagi pasukan keamanan Irak
yang sering kali brutal.
Namun, masuknya para perwira Baath ke
dalam jajaran ISIS-lah yang mendorong kemenangan militer, kata Hashem.
Tahun 2013, Baghdadi telah dikelilingi para mantan perwira, yang
mengawasi ekspansi ISIS di Suriah dan mendorong serangan di Irak.
Beberapa
pembantu terdekat Baghdadi, termasuk Abu Muslim al-Turkmani, wakilnya
di Irak, dan Abu Ayman al-Irak, salah satu komandan militer pentingnya
di Suriah, keduanya mantan perwira Irak, telah dilaporkan tewas. Namun,
Dulaimi menduga bahwa banyak orang memalsukan kematian mereka dalam
rangka menghindari pendeteksian. Hal itu membuat kepemimpinan ISIS saat
ini sulit untuk diamati.
Namun, setiap kekosongan kepemimpinan
akan diisi oleh para mantan perwira sehingga akan mempertahankan
pengaruh Irak di jantung kelompok itu, bahkan saat jajarannya membengkak
dengan datangnya orang-orang asing, kata Hassan.
Khawatir akan
diinfiltrasi dan dimata-matai, kepemimpinan ISIS menyekat dirinya dari
para pejuang asing dan para pejuang biasa Suriah dan Irak melalui
jaringan rumit para perantara yang sering diambil dari badan-badan
intelijen Irak yang lama, kata Hassan. "Mereka memperkenalkan
mind-set kerahasiaan serta keterampilan Baath," kata dia.
Pria
bertopeng yang memerintahkan penahanan Abu Hamza merupakan salah satu
anggota kelompok petugas keamanan yang beredar dalam wilayah ISIS. Tugas
aggota kelompok itu adalah memantau para anggota lain terkait adanya
tanda-tanda perbedaan pendapat, kata orang Suriah itu. "Mereka merupakan
mata dan telinga keamanan Daesh, dan mereka sangat berkuasa," katanya,
dengan menggunakan singkatan bahasa Arab dari ISIS.
Abu Hamza
dibebaskan dari penjara setelah setuju untuk sependapat dengan para
komandan lain, katanya. Namun, pengalaman tersebut berkontribusi
terhadap kekecewaannya pada kelompok itu. Dia mengatakan, para petempur
asing yang bertugas bersamanya merupakan "orang-orang Muslim yang baik".
Namun, dia kurang yakin dengan para pemimpin Irak itu. "Mereka berdoa
dan mereka berpuasa dan Anda tidak bisa menjadi amir tanpa berdoa,
tetapi di dalam saya tidak berpikir mereka begitu percaya hal itu,"
katanya. "Orang-orang Baath sedang menggunakan Daesh. Mereka tidak
peduli dengan Baathisme atau bahkan Saddam. Mereka hanya ingin
kekuasaan. Mereka dulu berkuasa dan mereka ingin berkuasa kembali."
Mirror Pimpinan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Ingin menguasai IrakApakah para mantan anggota
Baath mematuhi ideologi ISIS? Hal itu merupakan perdebatan. Hashim
mencurigai banyak dari mereka tidak mematuhi ideologi itu.
"Orang
masih bisa berpendapat bahwa itu adalah aliansi taktis," katanya.
"Banyak anggota Baath tidak suka ISIS menguasai Irak. Mereka yang ingin
menguasai Irak. Banyak dari mereka melihat kaum jihad dengan pola pikir
Leninis bahwa orang-orang ISIS merupakan orang-orang idiot yang berguna
yang dapat kita gunakan untuk meraih kekuasaan."
Rayburn bertanya
apakah sejumlah relawan asing menyadari sejauh mana mereka sedang
ditarik ke rawa-rawa Irak. Sejumlah pertempuran sengit yang dikobarkan
saat ini di Irak adalah untuk mengendalikan masyarakat dan kawasan yang
telah diperebutkan di antara orang-orang Irak selama bertahun-tahun,
sebelum kaum ekstremis itu muncul.
"Anda punya para petempur yang
berasal dari seluruh dunia untuk berperang dalam pertarungan politik
lokal yang jihad global tidak mungkin punya kepentingan."
Para
mantan perwira Baath yang bertugas bersama sejumlah orang yang saat ini
berjuang dengan ISIS justru yakin yang terjadi adalah sebaliknya. Bukan
para anggota Baath yang sedang menggunakan para
jihadis agar bisa kembali berkuasa. Para
jihadis
itulah yang telah mengeksploitasi keputusasaan para perwira yang
dibubarkan itu. Demikian menurut mantan seorang jenderal yang dulu
memimpin pasukan Irak dalam invasi Irak ke Kuwait tahun 1990 dan saat
melawan invasi AS ke Irak tahun 2003. Dia berbicara tanpa mau diungkap
jati dirinya karena ia takut untuk keselamatannya. Ia sekarang tinggal
di Irbil, ibu kota wilayah Kurdistan di Irak utara.
Mantan
jenderal itu mengatakan, para mantan perwira Baath itu bisa dibuat untuk
menjauh dari ISIS jika mereka ditawari alternatif dan harapan akan masa
depan. "Orang Amerika memikul tanggung jawab terbesar. Ketika mereka
membubarkan tentara, apa yang mereka harapkan orang-orang itu bisa
lakukan?" tanyanya. "Mereka diabaikan tanpa sesuatu yang harus dilakukan
dan hanya ada satu jalan keluar bagi mereka agar meja makannya tetap
ada isinya."
AHMAD AL-RUBAYE / AFP
Sejumlah personel militer Irak dan milisi Syiah berfoto bersama usai
merebut kota Al-Alam yang terletak di sebelah utara kota Tikrit dari
tangan ISIS.
Ketika para perwira AS membubarkan para tentara Baath, "mereka tidak
men-de-Baathify pikiran orang, mereka hanya menghilangkan pekerjaan
mereka," katanya.
Menurut Hassan, ada mantan anggota Partai Baath
yang telah bergabung kelompok-kelompok pemberontak lain yang mungkin
dapat dibujuk untuk beralih haluan. Ia memberikan contoh tentang Army of
the Men of the Naqshbandi Order, yang biasanya disebut dengan
singkatannya dalam bahasa Arab, yaitu JRTN. Mereka menyambut ISIS dalam
serbuan ke Irak utara pada musim panas lalu, tetapi kelompok tersebut
sejak itu telah bubar.
Namun, sebagian besar anggota Partai Baath
yang benar-benar bergabung dengan ISIS kini cenderung menjadi radikal,
baik di penjara maupun di medan perang, kata Hassan.