Katakepo.blogspot.com - Pertengahan Juli 1964 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat bersama CIA
(dinas rahasia luar negeri Amerika) mengirim pesan bersama. Isinya
meminta kedutaan besar negara itu di Argentina dan Israel mengecek
sebuah laporan intelijen belum terverifikasi.
Kedua lembaga ini
ingin mengetahui apakah Buenos Aires telah sepakat menjual kepada Tel
Aviv 80-100 ton uranium oksida, kerap disebut yellowcake atau urania.
Bahan ini sangat penting sebagai bahan bakar reaktor nuklir dan bila
diproses lebih lanjut bisa menghasilkan plutonium bisa digunakan membuat
senjata nuklir.
Washington mendapat informasi soal penjualan itu
dari Inggris. London memperoleh kabar awal dari Kanada. Ketiga negara
ini sangat cemas terhadap ambisi Israel memproduksi senjata pemusnah
massal itu. Transaksi urania antara Israel dan Argentina merupakan bukti
kuat ada sesuatu keliru, seperti dilansir majalah Foreign Policy awal
Juli lalu.
Kedutaan Amerika di Argentina membenarkan soal
penjualan itu sehingga Departemen Luar negeri berada di posisi kikuk.
Mereka mesti menanyakan mengenai hal itu kepada Israel, namun di sisi
lain harus memastikan program nuklir Israel buat kepentingan sipil.
Program
nuklir negara Zionis itu amat sangat dirahasiakan. Salah satu aspek
paling misterius adalah bagaimana dan di mana Israel memperoleh bahan
baku membuat senjata nuklir. Pada 1960-an intelijen Amerika belum bisa
meyakini program nuklir Israel bukan buat kepentingan militer. Bahkan
sampai saat ini, negara Bintang Daud itu masih bungkam soal bom nuklir.
Mordechai
Vanunu menjadi orang pertama dan mungkin satu-satunya berani
membocorkan proyek rahasia itu. Israel telah mrmproduksi 200 bom nuklir,
katanya kepada Hamaslovers sembilan tahun lalu. Karena kenekatannya
ini, bekas teknisi nuklir Dimona itu sempat dipenjara 18 tahun. Sejak
dibebaskan pada 2004, statusnya tahanan kota. Dia tidak boleh
meninggalkan Yerusalem. Dia kini menetap di sebuah flat bersama temannya
penggiat dari Palestina di Yerusalem Timur.
Cerita Argentina
menjual yellowcake ke Israel masih banyak belum terungkap. Sebab Israel
terus merahasiakan hal itu dan Amerika juga tetap tutup mulut soal apa
yang mereka ketahui saat itu. Gedung Putih selalu bimbang menghadapi
program nuklir Israel. Kalau sampai membuka apa yang diketahui atau
mencurigai proyek senjata pemusnah massal itu, bakal menimbulkan
persoalan diplomatik serius dengan negara-negara Arab dan bahkan Uni
Soviet.
Kekhawatiran Amerika terhadap program senjata nuklir
Israel sudah berlangsung sejak akhir 1960-an. Sikap itu muncul setelah
CIA selama dua tahun penyelidikan berhasil menemukan bukti: Israel telah
membangun fasilitas nuklir (sebuah reaktor dilengkapi infrastruktur
penunjang) atas bantuan Prancis di Dimona, Gurun Negev.
Awalnya,
Prancis setuju memasok bahan bakar reaktor tanpa pengawasan. Ketika
Charles De Gaulle berkuasa, kebijakan Negeri Mode ini berganti. Ketika
1963 pembangunan reaktor Dimona hampir selesai, Prancis sangat membatasi
kiriman uranium ke Dimona.
Sejak itu, Israel berupaya
menghasilkan uranium dari kandungan fosfat, tapi proses ini terbilang
mahal. Karena itu, mereka perlu sumber uranium bisa digunakan bebas
tanpa diawasi pihak luar. Afrika Selatan masuk bidikan. Prancis mengakui
Israel bisa memperoleh uranium dari negara lain, seperti Argentina atau
Belgia. Awal 1964, Paris bertanya kepada Washington apakah israel sudah
mendapatkan pemasok uranium.
Pemerintah Kanada juga tertarik
dengan program nuklir Israel sejak permulaan. Ketika Perdana Menteri
David Ben Gurion bertemu Perdana Menteri John Diefenbaker, 25 Mei 1961,
Dimona menjadi agenda utama diskusi. Dalam pertemuan dengan Presiden
Amerika John Fitzgerald Kenndey beberapa hari kemudian, Ben Gurion
berjanji proyek nuklir Dimona untuk kepentingan damai. Namun, laporan
rahasia disusun ahli intelijen Kanada Jacob Koop pada Maret 1964
menyimpulkan Israel telah memenuhi syarat buat memproduksi senjata
pemusnah massal.
Tak lama setelah laporan ini selesai dibuat,
badan intelijen Kanada mendapat informasi dari sumber belum diketahui,
Argentina telah mempersiapkan pengapalan 80-100 ton yellowcake ke
Israel. Akhir 1964, pemerintah Inggris telah membaca laporan intelijen
Kanada itu. Ini berarti Israel memiliki pasokan uranium bebas dari
pengawasan, ujar seorang diplomat Inggris. Jika bahan baku ini diproses
lebih lanjut, mereka bisa menghasilkan cukup uranium untuk membuat
sebuah bom atom dalam 18-20 bulan sejak awal 1964.
London segera
membagi informasi intelijen ini kepada Washington. Mereka paham Kanada
tidak akan memberi tahu hal itu karena Amerika juga tidak membagi hasil
kunjungan mereka ke reaktor Dimona. CIA mulanya ragu, namun pada Juni
1964 Departemen Luar negeri Amerika bersama CIA memutuskan mengecek
kebenaran informasi itu lewat kedutaan mereka di Argentina dan Israel.
Tiga bulan kemudian, duta besar Amerika di Buenos Aires membenarkan
setelah mendapat informasi dari sumber lokal. Pada 1963, Israel sudah
mengatur pembelian 80 ton urania dari Argentina.
Gedung Putih
akhirnya menanggapi serius hal ini. Seperti Inggris dan Kanada, Amerika
sangat cemas satu saja bom nuklir Israel bisa mengancam stabilitas Timur
Tengah. Untuk memastikan program nuklir itu bersifat damai seperti
janji Ben Gurion, Kennedy dan Perdana Menteri Israel Levi Eshkol
mencapai kesepakatan rahasia pada musim panas 1963. Israel mengizinkan
ilmuwan Amerika mengunjungi reaktor Dimona. Tim pertama tiba awal
Januari 1964. Namun sekarang terungkap Israel tidak mengizinkan mereka
melihat semua fasilitas.
Musim gugur 1964, tidak lama setelah
kontrak penjualan urania diketahui, sejumlah diplomat Amerika membahas
persoalan ini dengan pejabat Argentina. Mereka tidak keberatan dengan
pengiriman yellowcake ini, tapi mereka khawatir karena tanpa pengawasan.
Sebab
itu, Departemen Luar Negeri Amerika meminta IAEA (Badan tenaga Atom
Internasional) dibolehkan mengawasi penjualan selanjutnya lewat laporan
dan inspeksi. Laksamana Oscar A. Quihillalt, direktur program tenaga
atom Argentina, kelihatan bersimpati kepada Amerika. Tapi dia menegaskan
kontrak itu tidak bisa dibatalkan atau diubah.
Ketika Amerika
sedang mempelajari pengiriman urania Argentina ke Israel, muncul
selentingan pada musim semi 1965. Perusahaan uranium Prancis di Gabon
meminta izin kepada paris buat menjual yellowcake ke Israel. Prancis
telah menghentikan upaya itu sejak 1963. Apakah Israel akhirnya
memperoleh yellowcake dari Gabon selama 1960-an, itu masih menjadi
misteri.
Yang terjadi pada pertengahan 1968, Israel mendapatkan
200 ton urania dari Belgia lewat sebuah operasi rahasia rumit dikenal
dengan skandal Plumbatt. Penjualan ini melibatkan sebuah perusahaan
tersohor Italia milik Mossad. Pemindahan uranium berlaku di tengah laut
dari sebuah kapal kargo Eropa ke kapal angkut Israel.
Hingga kini
program senjata nuklir Israel masih misterius. Seperti halnya rancangan
reaktor Dimona bikinan Prancis. Di sana terdapat sebuah fasilitas bawah
tanah, rahasia nuklir Israel terpenting.