Katakepo.blogspot.com - JAKARTA,Masalah tata ruang di Indonesia agaknya akan sulit dibenahi karena banyaknya kebijakan sektoral yang tumpang tindih. Kebijakan itu akhirnya membuat konflik ruang di beberapa daerah dan membuat pihak swasta tidak tertarik untuk berinvestasi infrastruktur di Indonesia.
”Tumpang tindih ini tidak saja terjadi pada substansi kebijakan, tetapi juga kelembagaan,” kata Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernadus R Djonoputro di Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Contoh nyata terjadi pada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU Nomor 25
Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 12 Tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004, dan berbagai kebijakan sektoral lain yang menyangkut ruang.
”Misalnya perencanaan di wilayah pesisir di mana terjadi tumpang tindih irisan area yang menjadi subyek dari rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan kawasan pesisir. Masalah ini tentu saja sangat membingungkan masyarakat penguna ruang,” kata Bernadus.
Dia juga mencontohkan, dalam rencana pembangunan infrastruktur yang terkait dengan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, ada sekitar 50 proyek yang membutuhkan keterlibatan pihak swasta. Namun, ternyata belum ada satu proyek pun yang terlaksana karena belum ada swasta yang sanggup.
”Kekhawatiran mereka adalah masalah lahan. Swasta baru berani jika status tanahnya sudah benar,” ujar Bernadus.
Dengan kekhawatiran ini, tentu saja akan merugikan masyarakat dan negara secara keseluruhan karena kawasannya tidak terbangun.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum menyatakan, hingga kini belum semua provinsi, kabupaten, dan kota sudah mengesahkan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah.
”Tercatat baru 51 persen provinsi yang sudah memiliki perda RTRW, 62,6 persen kabupaten, dan 72 persen kota yang memiliki perda RTRW. Dengan belum adanya perda RTRW, pelaksanaan pembangunan di wilayah tersebut belum memiliki kepastian hukum,” kata Dirjen Penataan Ruang Basoeki Hadimoeldjono. (ARN)
Sumber :
KOMPAS CETAK
0 comments:
Post a Comment