By Sarah B. Weir, Katakepo! blogger
Meletakkan dot di mulut bayi
adalah cara yang cepat untuk menenangkan mereka saat rewel. Namun bagi
anak laki-laki, hal itu mungkin juga dapat mengganggu pertumbuhan
emosional mereka.
Sebelum bayi dapat berbicara, mereka bergantung
pada isyarat non-verbal, terutama ekspresi wajah untuk berkomunikasi.
Bayi juga meniru isyarat-isyarat tersebut, dan dengan demikian, mereka
juga menemukan emosi di balik isyarat tersebut. Dalam sebuah studi
terbaru yang dipublikasikan dalam Journal of Basic and Applied Social
Psychology, para peneliti dari University of Wisconsin meneliti lebih
dari 100 anak-anak dan menemukan bahwa anak laki-laki yang berusia 6-7
tahun yang sering menggunakan dot, lebih tertinggal ketika meniru mimik
ekspresi wajah yang diperlihatkan di video.
Mereka juga
mewawancarai lebih dari 600 mahasiswa dan menemukan bahwa pria di usia
kuliah, yang mengedot saat bayi, mendapatkan nilai lebih rendah dalam
hal mengukur empati dan kemampuan untuk mengevaluasi suasana hati orang
lain. Bagi anak perempuan dan wanita muda, para peneliti menemukan bahwa
tidak ada perbedaan kematangan emosi berdasarkan penggunaan dot.
"Wanita
cenderung lebih tepat dalam berekspresi dan membaca isyarat emosional,"
kata sang penulis, Paula Niedenthal, PhD. "Kami tidak tahu persis
bagaimana itu terjadi. Itulah yang mungkin menjadi salah satu alasan
bahwa di dalam masyarakat, wanita didorong untuk lebih bisa membaca
emosi. Mereka mungkin bekerja lebih keras dalam hal itu." Ia
menambahkan, "Orangtua lebih banyak berbicara soal mengendalikan emosi
kepada anak perempuan mereka dibandingkan kepada anak laki-laki. Itu
bukanlah pernyataan revolusioner."
Karena anak laki-laki tidak
diarahkan untuk lebih emosional, para orangtua tidak dapat mengimbangi
penggunaan dot dengan membantu mereka belajar dengan cara lain.
Penelitian
tersebut terinspirasi oleh penelitian yang dilakukan pada orang-orang
usia dewasa yang menggunakan Botoks. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa orang yang melumpuhkan otot-otot wajah mereka dengan suntikan
toksin botulinum sebagai prosedur kosmetik, maka mereka tidak hanya
kurang dalam mengekspresikan emosi di wajah setelah pengobatan, tetapi
emosi mereka pun juga berkurang.
"Penelitian itu membuat kami
berpikir tentang periode kritis perkembangan emosional, seperti bayi,"
kata Niedenthal dalam sebuah pernyataan. "Bagaimana jika Anda selalu
memiliki sesuatu di mulut Anda yang mencegah Anda bermimik dan
beresonansi dengan ekspresi wajah seseorang?"
Niedenthal mengakui
bahwa meminta orangtua (dan bayi) untuk membuang dot, akan membuat
mereka bingung. "Orangtua tidak suka membicarakan ini." Ia juga
mengatakan bahwa dot yang digunakan saat tidur tidak membahayakan
anak-anak secara emosional. "Kita sudah tahu dari penelitian ini bahwa
pada saat dot digunakan pada malam hari, tidak akan membuat perbedaan
yang berarti, mungkin karena itu bukanlah saat para bayi mengamati dan
meniru ekspresi wajah kita. Itu bukanlah waktunya belajar."
Penggunaan
dot pada umumnya adalah topik yang kontroversial. Organisasi Kesehatan
Dunia atau WHO mengatakan bahwa setiap puting buatan dapat menghambat
proses menyusui, dan Journal of American Family Physician menambahkan
bahwa dot dapat mengakibatkan infeksi telinga dan akhirnya menyebabkan
masalah gigi. Namun, American Academy of Pediatrics mengatakan bahwa
mereka akan baik-baik saja selama Anda tidak memberikan kepada bayi yang
sedang lapar, lebih baik Anda memberi mereka makanan. Mengisap dot saat
tidur siang dan malam bahkan dapat mengurangi risiko Sindrom Kematian
Bayi Mendadak (SIDS).
Niedenthal mengatakan bahwa timnya sedang
melakukan penelitian terkait faktor-faktor lain, seperti apakah bayi
dapat mengekspresikan emosi saat diberikan dot dan jika orangtua
memberikan dot lebih sering kepada bayi laki-laki. Untuk saat ini, ia
menyarankan bahwa setidaknya orangtua mempertimbangkan untuk membatasi
penggunaan dot terutama pada siang hari kepada anak laki-laki.
0 comments:
Post a Comment