Katakepo.blogspot.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro
Muqoddas mengatakan pertambangan mineral dan batubara (Minerba) yang
tidak dikelola secara optimal membuat negara merugi Rp 6,7 triliun dari
2003 hingga 2013. Kerugian negara itu timbul karena investor tidak
memenuhi kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa
iuran tetap maupun produksi (royalti) di daerah. Terdapat pula potensi
kerugian negara akibat tidak diberdayakannya royalti sebesar US$ 2,22
miliar pada 2010-2012 dan US$ 24,66 pada lima mineral terbesar yakni
nikel, biji besi, bauksit, timbal, serta mangaan pada 2011.
"Ada ironi dalam pengelolaan sumber daya alam. Indonesia adalah satu
dari lima negara besar produsen minerba dengan ekspor 370 juta ton
pertahun, tetapi sumber daya alam ini tidak dikelola secara sistematis,
sehingga terindikasi lebih pada eksploitasi," ujar Busyro saat menggelar
jumpa pers tentang diskusi hasil kajian KPK tentang Minerba yang
dilakukan tertutup di kantornya, Kamis, 29 Agustus 2013. Dalam pemaparan
tersebut hadir pula Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Susilo Siswoutomo dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan, Fuad Rahmany.
Mirisnya, kata Busryo, pelanggaran tidak disertai dengan penegakan
sanksi administratif berupa pencabutan izin investasi maupun sanksi
pidana. Sebab lalulintas ekspor mineral dan batubara tidak bisa
dikontrol dengan baik. Kondisi ini tercipta karena munculnya
pelabuhan-pelabuhan tak berizin alias pelabuhan tikus yang sulit
dimasuki pemungut pajak.
Masalah lainnya adalah data pertambangan antara pemerintah daerah dan
Diretorat Jenderal Pajak tidak singkron. Sebab, desentralisasi aturan
membuat pemerintah daerah berwenang menerbitkan izin pertambangan.
KPK, kata Busyro, merekomendasikan kebijakan teknis yang harus
dilalui oleh Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun Kementerian
Keuangan untuk menghindari masalah tersebut. Rekomendasi yang tercatat
dalam hasil kajian KPK di antaranya, Kementerian ESDM harus
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam penyetoran royalti,
menerbitkan aturan tentang persyaratan pembayaran royalti, serta aturan
tentang batas waktu pembayaran royalti.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, mengakui lemahnya pemerintah
mengontrol pelabuah tikus yang jumlahnya mencapai ribuan. Sehingga
kebocoran ekspor biji mineral dan batubara tidak terkendali. Namun
Susilo berjanji akan bekerjasama dengan KPK untuk memberantas pelabuhan
tikus tersebut. "Penanganannya harus serius dan bersama-sama," ujar dia.
Ia meminta waktu selama satu bulan kepada Komisi Antirasuah untuk
mendata kembali izin usaha pertambangan yang telah diterbitkan daerah.
Kebijakan ini sekaligus mengerucut pada penegakan reward and punishment
bagi mereka yang melanggar dan berprestasi. "Kami akan lakukan aksi dari
rekomendasi KPK. Setiap tiga bulan, kami akan lapor apa saja yang sudah
dilaksanakan," ucapnya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany
menambahkan instansinya tidak memiliki data tentang jumlah pertambangan
minerba karena kewenangan perhitungan ada di instansi teknis atau
daerah. Dirjen Pajak, kata dia, hanya memverifikasi data yang dilaporkan
daerah. "Tetapi karena izin diterbitkan daerah, kami mengalami
perosalan sulitnya mendapatkan data," ucapnya.
0 comments:
Post a Comment