Katakepo.blogspot.com - Pekan ini, berita yang paling menggemaskan
adalah tentang kompetisi sholat jamaah yang digelar oleh Pemkod
Bengkulu. Berita-berita lain, korupsi atau politik tidak mendapatkan
perhatian khusus, karena itu adalah hal biasa. Bukan extraordinary news.
Kabar diperlombakannya ibadah, apa pun
bentuknya, sudah hal biasa di Indonesia. Dari tingkat RT dan RW,
misalnya, untuk memotivasi anak agar senang ke masjid. Berbagai lomba
sering terdengar di lingkungan kita, lomba Adzan, hafalan Qur’an,
membaca Quran, lomba Kaligrafi, lomba ceramah dan lain sebagainya. Belum
lagi ditingkat nasional ada MTQ (Musabaqah Tilawati Quran).
Kita tahu betul, orang-orang yang berkualitas
dalam bidangnya akan kelihatan. Sehingga, terjaringlah orang-orang yang
memang memiliki kompetensi di bidang tertentu. Lalu apa yang terjadi
ketika yang dilombakan adalah sholat (dhuhur) berjamaah?
Dari perspektif mana pun tidak ada yang
salah, walaupun apa yang dilakukan oleh wali kota Bengkulu itu sangat
kontroversi, banyak yang mendukung juga tidak sedikit yang mencemooh.
Hal itu wajar sebagai akibat dari tumbuh kembangnya kehidupan
berdemokrasi di Indonesia. Siapa pun memiliki hak untuk memuji,
mengkritik, mencemooh bahkan mencaci-maki seseorang yang tidak
disukainya.
Memang kenyataan di Bengkulu yang sekarang
ini sedang terjadi adalah refleksi keindonesiaan kita atau kemanusiaan
kita. Bahwa salah satu karakter kita adalah senang bila mendapatkan
hal-hal yang gratis/ hadiah bahkan hingga sogokan sekalipun. Pun kita
juga sama-sama melihat, masjid yang menjadi ajang lomba
sekonyong-konyong menjadi ramai penuh sesak karena program itu. Apa yang
terjadi?
Kita, dengan mata telanjang dan cara perpikir
sederhana membuat simpulan bahwa orang-orang yang ke MAsjid At Taqwa di
kota Bengkulu dikarenakan turut berpartisipasi dalam lomba, atau
sekedar meramaikan. Tidak tanggung-tanggung hadiah yang ditebarkan oleh
Pemkod; mobil, umroh, haji dan masih banyak hadiah yang menarik.
Tujuan diselenggarakannya event itu adalah untuk
menciptakan Bengkulu sebagai Kota Religius dengan cara meramaikan
masjid pada waktu salat. Hadiah tersebut diberikan sebagai motivasi dan
pengharagaan bagi mereka yang telah melaksanakan ibadah.
Berlimpahnya hadiah itu bisa jadi dorongan
yang paling utama, meskipun sebelumnya ada banyak jamaah yang memang
menjadi jamaah tetap masjid tersebut. Tentu program yang digelar itu
akan menjadi pemanis juga, hasil sampingan, ketika mereka menjadi
pemenang kelak.
Kita berharap, panitia perlombaan benar-benar
bekerja professional dan tidak mengabaikan aspek-aspek lain ketika
melakukan penilaian. Karena seperti disampaikan oleh Kepala Kantor Agama
Kota Bengkulu, Mushlihudin, semua peserta yang bisa 40 kali salat
dzuhur setiap Rabu berturut-turut, dipastikan akan mendapatkan hadiah
berangkat haji atau umroh. Untuk pemenang mobil, pemenangnya hanya 1
orang.
Penulis sebenarnya tidak mempermasalahkan
program tersebut, sepanjang tidak mengabaikan program yang lebih
penting, misalnya mengabaikan hak-hak warga kurang mampu/miskin entah
dari aspek pendidikan, kesehatan dan kesejahteraannya.
Hal-hal penting yang ingin penulis sampaikan
lebih kepada proses dan paska perlombaan itu sendiri. Dari sisi proses,
siapa saja yang akan menjadi peserta dan semestinya semua warga memiliki
hak yang sama untuk mengikutinya. Jangan sampai terkesan perlombaan itu
pilih kasih atau sejenisnya. Apakah orang-orang miskin atau tua renta
juga memiliki hak yang sama, misalnya ketika mengisi daftar hadir.
Kemampuan berjamaah (sholat di masjid) seseorang memang tidak sama. Ada
orang jauh dan harus berjalan kaki dengan bersemangat hadir ke masjid,
ada orang segar bugar dan sehat wal afiat namun jarang ke masjid
meskipun rumahnya samping masjid. Oleh karena itu panitia sebaiknya
tidak hanya berpikir pragmatis pemenuhan kali hadir yang diperlukan.
Selanjutnya, akan sangat mengecewakan, bila
masjid sebesar itu hanyalah bangunannya yang besar namun miskin jamaah.
Dengan kata lain, hanya ketika perlombaan saja masjid itu terisi penuh.
Umat Islam di lingkungan masjid itu seakan ditampar oleh program Pemkod
tersebut. Ternyata masjid hanya penuh orang-orang yang cari sesuatu
(hadiah) dan waktu diadakan lomba (dhuhur). Masjidnya besar namun tidak
ada jamaahnya, dan kebanggaan itu hanya terletak pada bangunannya.
Ironis.
Dan yang lebih penting dari itu, bahwa masjid
di Bengkulu bukan hanya At Taqwa di mana saat ini sedang diadakan lomba
itu. Jumlah masjid dan mushola di Bengkulu mungkin ribuan dan jutaan.
Yang lebih penting, sejatinya bukan menghadiahi warga yang rajin ke
masjid, namun bagaimana melaksanakan pendidikan agama dan pembudayaan
datang ke masjid kepada seluruh warga Bengkulu.
Sunan Abu Daud meriwayatkan, Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah Al Khuza’i telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Ayyub dari Abu Qilabah
dari Anas dan Qatadah dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidak akan tiba Hari Kiamat sampai manusia bermegah-megahan
dalam membangun Masjid.”
Semoga motivasi yang dibangun oleh Wali Kota
Bengkulu itu, mampu mengembalikan semangat kita kembali ke masjid, bukan
hanya untuk mencari hadiah, apa pun bentuknya. Karena ketaqwaan itu
tidak bisa dihitung secara matematis, namun terkadang hitungan matematis
itu proses yang harus dihargai upaya menuju ke sana.
0 comments:
Post a Comment