Bismillahir-Rahmaanir-Rahim
... Namaku Fajri, aku adalah seorang suami yang telah menorehkan
sejarah pahit pada keluarga, sehingga sampai detik ini perasaan masih
terus dihinggapi rasa bersalah…Rasa sedih yang teramat dalam. Kisah ini
aku harap bisa menjadi nasehat buat para suami-suami agar kelak tidak
akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah aku lakukan dulu.
Aku menikahi seorang wanita diusiaku memasuki 26 tahun tepatnya tahun
2009 kemarin, gadis itu bernama “Rini” . Aku bukan terlahir dari
organisasi islam manapun, tetapi istriku punya latar belakang keislaman
yang cukup kuat, sebelum menikah denganku, beliau adalah seorang aktifis
muslimah yang sangat aktif disebuah organisasi islam didaerah kami,
sementara dari latar belakang pekerjaan, aku bekerja disebuah perusahaan
swasta didaerahku sementara istriku sebelumnya adalah Honorer disebuah
Sekolah Dasar didaerahku pula. Alhamdulillah jodoh telah menyatukan kami
dalam sebuah ikatan pernikahan yang suci setelah hamper setahun lamanya
saling kenal meskipun tidak melewati proses pacaran, dimana setiap hari
aku nyaris bertemu beliau karena ponakanku sekolah dimana beliau
mengajar disitu, aku sendiri tidak tahu sejak kapan rasa suka itu
menghinggapi perasaanku, tetapi manakala rasa suka itu mulai mengusik
hatiku, maka saat itupula disebuah kesempatan kuberanikan diriku untuk
berterus terang pada beliau atas rasa yang mulai menggangu fikiranku,
kuutarakan bahwa aku berniat mempersunting beliau menjadi istriku, kaget
memang kesan pertamanya saat beliau mendengarkan suara hatiku saat itu,
beliau bahkan tidak menyangka kalau aku memiliki perasaan lebih atas
diri beliau, karena selama ini kami hanya bertemu saat aku mengantarkan
ponakanku kesekolah setiap harinya, bertegur sapapun tidak pernah, sebab
bila bertemu denganku, ibu rini selalu menundukan pandangannya dan
berlalu pergi meninggalkan aku, tetapi entah mengapa justru diperlakukan
seperti itu aku malah semakin penasaran dengan beliau , hingga moment
menyatakan harapan dan niatku untuk menikahinyapun menjadi salah satu
pilihan untuk mengakhiri rasa penasaranku terhadap beliau, apalagi
kuketahui dari salah seorang guru lainnya bahwa ibu rini belum pernah
kelihatan bersama lelaki manapun, baik itu teman maupun pacarnya,
kusaksikan kegugupan yang teramat sangat memancar diraut beliau saat
kuutarakan rasa itu, tetapi dengan rasa gugupnya beliau hanya menjawab
bahwa aku diminta untuk bertemu dengan orang tuanya dan melamarnya
langsung dihadapan orang tuanya kemudian berlalu dari hadapanku yang
masih mematung dengan seribu bahasa.
Akhirnya pernikahanpun
dilangsungkan setelah berbagai proses yang cukup melelahkan kami jalani
bersama. Begitu indah hari-hari pasca pernikahan itu kami lalui bersama,
pacaran baru terjalin setelah segalanya menjadi halal, meskipun latar
belakang keislamanku tidak terlalu kuat, namun aku begitu merasakan
indahnya pacaran setelah menikah, istrikupun begitu sangat menjalani
perannya sebagai seorang istri, aku sangat bersyukur karena Rini mau
menerimaku apa adanya, baik kelemahan dan kekuranganku. Bahkan dalam
hal-hal tertentu ia selalu mengingatkan aku, misalnya saja kewajiban
sholat 5 waktuku, dll.., aku sangat bangga dianugerahi istri sebaik
beliau. Pendengar, waktu berlalu begitu cepat dan tanpa terasa Allah
kembali menganugerahiku kebahagiaan berlipat setelah setahun lebih
pernikahan kami, akhirnya Allah menganugerahi kami 2 orang anak kembar,
bayi laki-laki dan seorang bayi perempuan, yang akhirnya kami beri nama
Yusuf dan Zulaehah, subhanallah, hari-hari aku jalani dengan semangat
yang berlipat pula sebab kali ini tanggung jawabku bertambah, selain
seorang istri ada juga 2 bayi kecil amanah Allah yang ada dalam
tanggunganku dan hal itupun yang membuatku semakin semangat dalam
bekerja.
Semenjak kehadiran Yusuf dan Zulaehah ditengah2 kami,
aku telah meminta istriku untuk berhenti menjadi guru honorer di
sekolahnya dulu, semua itu aku lakukan semata-mata karena aku ingin dia
focus mengurusi kedua permata hati kami, apalagi kami tinggal hanya
berdua dan tidak menyewa pembantu rumah tangga, jadi sepenuhnya tanggung
jawab dalam rumah harus dikerjakan snediri oleh istriku, sementara aku
focus dengan pekerjaanku sebagai kepala keluarga yang bertugas menafkahi
keluarga. Alhamdulillah aku saksikan sendiri istriku begitu menikmati
perannya sebagai istri sekaligus ibu bagi anak-anakku, tetapi dengan
berjalannya waktu, kadang kurasakan perubahan dalam diri istriku, aku
sendiri tak mengerti mengapa?, aku mulai cemburu dengan perhatiannya
yang lebih pada anak-anak sehingga melalaikan kewajibannya atas diriku,
entahlah… atau mungkin aku yang berlebihan menanggapinya, kadang karena
kesibukannya mengurus anak-anak membuat aku harus sarapan pagi diluar
kaarena hingga aku akan berangkat kerja makanan untuk sarapan pagipun
belum siap, bahkan aku yang harus menyiapan pakaianku sendiri, begitu
juga terkadang ketika aku pulang dari kantor makanan belum disiapkan
diatas meja makan, mula-mula aku memakluminya karena mengurusi 2 orang
bayi tidaklah mudah apalagi tidak ada pembantu rumah tangga, tetapi
lama-kelamaan aku sudha mulai capek menghadapinya, sebab kurasakan
hampir2 tak ada waktunya mengurusiku, habis menidurkan anak-anak dia
sibuk mencuci pakaian sambil memasak dan banyak sek/’ali pekerjaan yang
dirangkapnya sekaligus, ditambah lagi bila aku sedang kecapean dan
mengambil waktu untuk istirahat tidur beberapa menit, kepalaku selalu
kurasakan pening manakala terganggu dengan pekikan tangisan yusuf dan
zulaehah yang menangis sekaligus, ahhh..pusinggg!!!, ujarku dalam hati.
Pendengar Nurani yang budiman
Hingga karena akumulas dari rasa kesalku pada istriku, akhirnya terjadi pertengkaran hebat diantara kami :
“Hehh kamu mulai malas yaa jadi istri?, kerjaanmu mengurusi anak saja,
kamu fikir aku apa???, hahh!!!, aku juga butuh perhatianmu, aku butuh
sarapan tepat waktu dan makan siang tepat waktu, begitu saja gak ada
yang beres…!!!” ujarku disatiu kesempatan
“maafkan saya mas..,
saya bingung gak tahu harus mendahulukan yang mana dan siapa…, mama
begitu ingin total melayani mas, tetapi disisi lain ada juga anak-anak
kita yang juga tidak kalah penting untuk diurusi, apalagi mereka kembar
mas…, maafkan aku..!!” jawab istriku menyela dengan rasa bersalahnya.
“Alaaaaaaaaaaaaaaahhh, alasannn!!!, banyak koq diluar sana
wanita-wanita yang juga memiliki banyak anak, tetapi mereka bias
professional, bias mengurusi segalanya dengan tepat waktu, kau aja yang
cengeng dan gak punya perhitungan…” selaku dengan nada kasar.
“Astagfirulah mas, aku benar-benar minta maaf kalau memang aku bersalah,
demi Allah aku tidak menyengajai hal itu mas…” jawab istriku dengan
nada memelas.
“hmmm.., kau ini kalau dibilangin pasti menangis,
dan menangis, seolah-olah insaf dari kesalahanmu dan sadar setelahnya,
tetapi seringkali ketika aku sudah maafkanmu selalu saja masih kau
ulangi.., aku capek..!!” ujarku sambil berlalu meninggalkannya, kudengar
sesaat istriku menangis tersedu dalam kesedihannya, tetapi aku tidak
perduli dengannya, karena kekesalan demi kekesalan yang aku rasakan
selama ini.
Suatu hari ketika aku sedang kesal dari kantor dan
kembali kerumah, tiba-tiba aku dapatkan istriku sedang kerepotan
menghadapi kedua anak kami yang menangis secara bersamaan, kulihat dia
kerepotan menanganinya, tetapi karena kau sedang kesal, lapar dan capek
sehingga bukan rasa iba yang merasuk dalam fikiranku melainkan amarah
yang luar biasa.
“Adduhhhh…, jadi ibu kau ini gak becus banget
sih..??, mendiamkan dua anak saja gak bias, berisikkk tahu??, kepalaku
pening mendengarnya…, pusing tau gak” ujarku ditengah kekesalan sambil
berlalu kemeja makan, semula aku berharap bahwa dibalik tudung saji yang
ada diatas meja makan itu ada hidangan makan siang lezaat, tetapi
alangkah geramnya hatiku manakala menyaksikan bahwa yang dihidangkan
diatas meja itu adalah makanan sisa semalam yang belum dibersihkan.
“Riniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…, mana makananku??, bias-bisanya
sampai siang gini kau belum masak..?, istri macam apa kau?, kau fikir
aku apa hah??, dasar istri siallll…, bisanya bikin ulah saja…” ujarku
dengan kemarahan yang teramat sangat.
“maaf mas, saya baru
sempat memasak nasi, dan belum semmpat memasak ikan dan sayurannya,
soalnya dari tadi pagi yusuf dan zulaehah rewel, si yusuf badannya
hangat dan zulaehah tadi pagi kejang-kejang karena panasnya cukup
tinggi.., maafkan saya mas…” jawabnya lagi.
“alaaaa…, alasan
saja…, memang yaa kau suka nyari-nyari alasan untuk berkilah dari
kewajibanmu, istri macam apa kau ini?. Aku ini capek kerja, kerja untuk
kalian, aku lelah setiap hari harus turun pagi pulang sore demi kalian,
apa kurang cukup kau melihat aku kecapean bekerja seharian?.” Jawabku
dengan emosi yang sudah memuncak.
“maaf mas.., demi Allah aku
minta maaf, aku bingung harus berbuat apa, aku sedih melihat anak-anak
rewel karena kesakitan, tadi mas ku telepon tapi tidak ngangkat
teleponku, smskupun mas gak balas, anak kita sakit mas, tolong mengerti
dengan aku…” ujar istriku menyela
“Apa..??, ngertiin kamu..??,
apa aku gak salah dengar??, justru kamu yang harus ngertiin aku…,
sebagai suami sudah cukup kewajibanku menafkahi kalian, pergi
pagi-pulang sore sudah aku lakoni setiap hari sebagai kepala rumah
tangga, jadi masalah apapun yang terjadi didalam rumah itu adalah
kewajibanmu, itu urusanmu rini…, kau tidak perlu lagi mengusik
istirahatku dengan berbagai macam alasanmu itu…” jawabku menimpali
dengan amarah yang meluap.
“Maaf mas,mohon maaf bila kali ini
aku harus membantahmu, maafkan aku pula bila bantahanku ini menyakiti
perasaanmu, tetapi dari pada aku bathin dengan semua ini, lebih baik
seluruh perasaan yang aku rasakan selama ini aku utarakan…, mas…, jadi
selama ini kau fikir hanya kau yang capek?, jadi selama ini kau fikir
hanya kau yang letih?, aku lebih capek mas, aku harus mengurusimu dan
anak-anak kita setiap hari, disaat kau sudah mendengkur tidur aku masih
belum bias tidur karena harus menidurkan anak-anak kita, belum lagi aku
harus terjaga tengah malam karena anak-anak kita menangis, disaat kau
belum bangun aku sudah terjaga lebih dahulu karena harus mengurusi semua
keperluanmu dan anaka-anak kita, memasak, menyapu, menyetrika,
beres-beres rumah. Bahkan terkadang aku harus mengerjakan semuanya
secara bersamaan agar aku masih memiliki waktu untukmu, tetapi aku tidak
bias mas karena anak-anak kita masih sangat kecil untuk memahami semua
itu, mereka butuh perhatianku, mereka butuh digantiin popoknya, mereka
butuh disusui, mereka butuh dimandiin dan tidurkan…, selama ini aku
tidak pernah mengeluh apapun padamu mas…, aku hanya berharap bahwa kau
mau mengerti perasaanku, tetapi setiap hari yang aku dapat darimu
hanyalah cemoohan dan makian, seolah-olah aku ini istri dan ibu tidak
berguna…, kau bahkan tidak merasa iba padaku pada saat anak2 menangis
dan aku sedang memasak dan mencuci pakainan kalian, kau malah menutupi
telingamu dengan bantal…, aku ini manusia mas.., aku bukan robot…kau
kejam mas..kau kejam padaku. Kau bahkan tidak pernah bertanya padaku
apakah aku sudah berisitrahat, apa aku sudah makan atau belum..??, kau
tahu mas…, untuk kalian.., demi mengurusi kalian aku sendiri bahkan
telah lupa mengurusi diriku snediri, akupun lupa apakah aku sudah makan
atau belum…, bahkan aku sakitpun kau tidak pernah mengetahuinya…, dan
seolah tidak mau tahu…, aku ini istrimu mas, aku ini istrimu, bukan
pembantumu…, maafkan aku bila kata-kataku ini menyakiti perasanmu, tapi
inilah suara hatiku…, aku hanya berharap padamu mas, bila terjadi
sesuatu atas diriku, aku titip anak-anakku, tolong jaga mereka, tolong
rawat mereka dengan baik…, jangan kau sia-siakan mereka, dan bila nanti
kau menemukan wanita yang kau anggap pantas untukmu nikahilah dia,
semoga kau bahagia bersamanya…, aku ikhlas mas…” ujar istriku dengan air
mata yang mengalir deras sambil tubuhnya bergetar. Aku tidak mengerti
apa yang terjadi dengan istriku, tetapi beberapa saat kemudian tubuhnya
terguncang hebat dan kejang-kejang, dimulutnya keluar busa yang sangat
banyak. Tubuh kurus itu semakin mengejak dengan hebat dan akhirnya diam
tak bergerak, mendapati hal itu aku shok, aku bingung tak tahu harus
berbuat apa.., kupegang pergelangan tangannya namun tak kudapati nadinya
berdenyut lagi, aku berteriak histeris dan meminta tolong dengan
sekeras2nya, lalu tiba-tiba saja para tetangga berkerumun dan melakukan
pertolongan pada istriku, akan tetapi naas, nyawa istriku tak bias lagi
tertolong saat dalam perjalanan kerumah sakit. Yaa Allah…alangkah
berdosanya aku ini, aku suami yang bejat…, aku suami tak berguna, aku
suami yang tidak pandai berterima kasih pada istri. Aku tahu dia begitu
sayang padaku, aku tahu dia begitu perhatian padaku tetapi sikapku yang
terlalu berlebihan, aku yang selalu cemburu padanya, membuatku khilaf
dan kalap mata yang akhirnya membuat istriku sakit dan aku tidak
menyadarinya, maafkan aku, maafkan aku istriku.., aku yang sangat
berdosa padamu, maafkan aku.
Itulah kisahku, dan saat ini aku
sendiri mengurusi kedua anak-anakku, kenangan-kenangan indah yang pernah
kami lalui bersama dan kenangan-kenangan pahit yang aku torehkan
padanya masih belum lekang dalam ingatanku, perasaan bersalah masih
terus menghantui fikiranku, maafkan aku istriku, aku berjanji insyaa
Allah akan merawat anak-anak kita, dan semoga kau tenang dialam sana.
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ... amin :)
0 comments:
Post a Comment