Oleh Amirulloh Syarbini
Penulis Buku "Doa-Doa Khusus Wanita"
Penerbit Quanta - Elex Media
Penulis Buku "Doa-Doa Khusus Wanita"
Penerbit Quanta - Elex Media
Pertama, puasa dapat mengendalikan marah. Marah adalah salah satu potensi emosi pada diri manusia. Jika digunakan untuk kebaikan, marah akan menjadi kebaikan. Sebaliknya, kalau digunakan untuk hal negatif marah pasti akan menjadi keburukan. Jadi, marah itu bukanlah sesuatu yang terlarang, hanya harus dikendalikan agar tidak berlebihan dan menimbulkan keburukan.
Ketika melihat ada seseorang melakukan kesalahan yang membahayakan diri dan lingkungannya, kita boleh marah dalam batas-batas tertentu. Ketika anak kita berbuat sesuatu yang menyalahi moral dan etika, kita pun boleh marah dalam batas-batas kewajaran. Jadi "jangan berlebih-lebihan dalam marah." Inilah yang harus ditekankan.
Sebab, seringkali ketika marah, kita lupa diri sehingga mendorong untuk berbuat tidak adil. Misalnya, saat istri berbuat salah, tentu kita boleh marah, tetapi jangan sampai membanting piring, memecahkan kaca lemari, atau memukulnya. Marahlah dengan cara yang wajar. Walaupun ini sulit, kita harus menguasainya.
Marah yang timbul karena rasa ingin memperbaiki keadaan adalah marah yang baik. Tetapi walaupun baik, hendaknya ketika marah kita tetap mengendalikan diri. Sebab, kemarahan seringkali menjadikan kita berbuat tidak adil kepada orang yang sedang kita marahi.
Sementara itu, marah yang timbul karena kesombongan adalah marah yang terlarang. Misalnya, marah yang timbul karena kita merasa sebagai orang yang terhormat. Lalu, kita marah ketika ada orang yang tidak menghormati kita sesuai dengan keinginan kita. Inilah marah yang timbul karena kesombongan. Sungguh, marah seperti ini adalah kemarahan yang ditunggangi oleh setan dan sangat berbahaya.
Ada juga orang yang marah karena merasa benar sendiri. Lalu, ketika ada orang lain yang tidak setuju dengan pendapatnya ia marah besar. Marah jenis itu tentu tidak benar karena memaksakan kebenaran kepada orang lain. Jadi, secara tidak sadar kita mempertuhankan diri sendiri karena seolah-olah kita yang berhak menentukan kebenaran. Sungguh, tidak ada kebenaran mutlak, kecuali Dia Yang Mahabenar.
Dengan berpuasa kita dapat mengenali diri sendiri sebagai hamba yang lemah, bahkan tak berdaya. Dengan berpuasa pula kita akan sadar bahwa kebenaran itu milik Allah Swt. lalu, apa alasan kita untuk mengaku sebagai orang yang harus dihormati? Apa pula alasan kita untuk marah-marah karena merasa tidak dihormati?
Puasa juga mengajarkan bahwa kemenangan bukanlah ketika berhasil menundukkan sepasukan musuh, tetapi ketika kita berhasil menaklukkan apa yang ada dalam dada, yakni rasa marah. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang berbunyi, "Bukanlah orang yang kuat yang menang ketika bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang dapat mengendalikan diri ketika marah." (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua, puasa menumbuhkan sifat jujur dan sabar. Ketika seorang hamba berpuasa Ramadan secara benar, ia akan merasakan kedekatan diri luar biasa dengan Tuhannya. Kedekatan inilah yang akan melahirkan sifat muraqabah, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allah. Kalau seseorang sudah merasa diawasi oleh Allah dimanapun ia berada, maka ia akan senantiasa bersikap jujur dalam setiap keadaan.
Maraknya praktik korupsi di Indonesia saat ini sebenarnya terjadi karena para pejabat kita merasa tidak diawasi oleh Allah. Mereka hanya merasa diawasi oleh atasannya atau KPK. Maka, ketika pengawasan manusia lemah, mereka curi-curi kesempatan untuk melakukan korupsi. Seandainya saja mereka merasa diawasi oleh Allah, saya yakin mereka tidak akan bisa melakukan korupsi, karena pengawasan Allah selalu ada dimanapun dan kapanpun.
Selain itu, puasa juga dapat melatih kesabaran kita. Ketika berpuasa, kita diperintahkan untuk menahan lapar dan haus dari pagi buta sampai maghrib. Kita tidak boleh memakan apapun yang ada dihadapan kita sepanjang waktu buka belum datang. Semua itu diperintahkan oleh Allah semata-mata agar kita memiliki kesabaran, baik sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan, maupun sabar dalam menghadapi ujian atau cobaan.
Ketiga, manfaat lain dari puasa adalah melahirkan sifat ikhlas. Puasa merupakan ibadah yang bersifat individual yang tidak tampak oleh orang lain. Karena itu puasa merupakan ibadah rahasia antara yang melakukannya dengan Allah Swt.
Dalam sebuah hadis Qudsi, Rasulullah Saw bersabda: "Setiap perbuatan anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya."
Para ulama berbeda pendapat mengenai firman Allah Swt, "Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberi balasannya", menjadi beberapa pendapat: pertama, dalam puasa tidak ada riya atau pamer, seperti halnya terjadi pada selain puasa. Karena pamer itu terjadi terhadap sesama manusia, sedangkan puasa itu tak lain adalah sesuatu yang ada dalam hati. Yakni, bahwasanya semua perbuatan hanya bisa terjadi dengan gerakan-gerakan, kecuali puasa.
Ada pun puasa cukup hanya dengan niat yang tidak diketahui oleh orang lain. Kedua, firman Allah, "dan Aku sendiri yang akan membalasnya", menunjukkan bahwa Allah sendirilah yang mengetahui ukuran pahala puasa dan penggandaan upahnya. Adapun ibadah-ibadah lainnya, maka dapat diketahui oleh sebagian orang.
Ketiga, firman Allah "Puasa itu untuk-Ku" menggambarkan bahwa puasa itu adalah ibadah yang paling disukai oleh Allah.
Keempat, penisbahan puasa pada diri-Nya adalah penisbahan yang berarti pemuliaan dan penghormatan, seperti kata-kata Baitullah (rumah Allah).
Kelima, sikap tidak memerlukan makanan, minuman dan syahwat-syahwat lainnya, adalah termasuk sifat-sifat Tuhan. Dan oleh karena orang yang berpuasa itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu sikap yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, maka puasa itu dinisbahkan kepada diri-Nya. Keenam, semua ibadah bisa digunakan untuk menebus penganiayaan terhadap sesama manusia, kecuali puasa.
Namun demikian, para ulama bersepakat bahwa yang dimaksud dengan puasa dalam firman-Nya, "Puasa itu untuk-Ku", ialah puasa orang yang puasanya itu bersih dari riya dan kedurhakaan-kedurhakaan, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dengan kata lain, puasa itu secara langsung akan melahirkan sifat ikhlas pada diri seseorang.
katakepo.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment