Terjerumusnya ABG ini ke dalam lembah hitam PSK berawal dari keinginan untuk bekerja. Diiming-imingi kerja dengan gaji yang tinggi, ABG ini menjadi korban nafsu para lelaki hidung belang dan kebiadaban para mucikari. Mereka terjebak dalam lingkungan prostitusi yang menistakan mereka.
Membendung prostitusi memang bukan perkara gampang, semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, geliat usaha syahwat ini menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Di dalamnya berbagai pihak bermain. Namun sekali lagi, ABG itu terjebak, bukan pilihan mereka untuk menjajakan diri menjadi pelepas dahaga napsu pria hidung belang.
Berikut merdeka.com menghimpun para ABG yang terjerembab ke lembah kehidupan PSK:
Kisah pilu B, ABG yang dijadikan pelacur cilik oleh tetangganya
Merdeka.com - Cerita pilu ini tak pernah terlintas di
benak AOP alias B (13) sebelumnya. Diana, yang merupakan tetangga AOP,
tega menjualnya ke pria hidung belang dengan harga Rp 200 ribu.Praktik prostitusi yang dilakukan Diana ini sudah berjalan sejak pertengahan tahun 2012. Namun, baru terungkap beberapa hari lalu karena selama ini B takut bercerita.
Meski memanfaatkan B untuk mendapatkan pundi-pundi kekayaan, ternyata Diana juga kerap menganiaya dan mengancam B. Dua hal itulah yang membuat B berpikir ulang untuk mengadukan kasus ini ke orangtuanya.
Akhirnya kasus ini terungkap saat B mengeluh perutnya yang sering sakit kepada Rury, kerabatnya. Lalu dibawalah B ke tukang urut. Oleh tukang urutnya, Rury diberitahu bahwa ada yang janggal pada tubuh B. B pun disarankan melakukan visum ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan hasilnya, B dinyatakan tidak perawan lagi.
"Awalnya, Senin (18/3) lalu dia mengeluh sakit di perutnya. Awalnya dikira maag, tapi pas dikasih obat maag, enggak mempan juga. Tapi setelah dibawa ke tukang urut, baru ketahuan kalau sepupu saya sudah tidak perawan," tutur Rury di Mapolres Metro Jakarta Barat, Selasa (26/3).
Mengetahui hasil visum gadis kelas VII SMP ini tidak perawan, Rury lantas memaksa B untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan menahan rasa sedih dan malu, B menceritakan kalau Diana telah menjual keperawanannya kepada pria hidung belang dengan upah Rp 200 ribu.
"Sekali berhubungan, sepupu saya itu dikasih Rp 200 ribu. Dan itu sudah berlangsung tiga kali sejak Juni 2012 sampai Januari 2013," katanya.
Kedua orang tua B, ayah TK (41) dan ibu TA (40) mendengar kemalangan itu bak petir menyambar di siang bolong. Diana telah menipu TK. Kepada TK, dia memang telah meminta izin untuk membawa B kerja dan menjanjikan gaji tinggi. Tapi bukan sebagai pemuas nafsu lelaki bejat.
TK menambahkan, B sempat ingin kabur saat diminta melayani pelanggan setia Diana. Tapi usahanya gagal, B pun tertangkap.
"Waktu anak saya tahu disuruh ngelayanin orang dewasa, anak saya sudah coba mau kabur, tapi dapat ditangkap sama Diana, lalu dipukulin. Waktu itu anak saya juga nangis sambil teriak-teriak," papar TK, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh, Rabu (27/3).
TA (40) menceritakan bahwa sejak dipaksa melayani pria hidung belang, tingkah B mendadak berubah. Sejak kasus prostitusi ini diketahui, B menjadi murung dan suka berdiam sendiri.
"Kemarin juga tuh, pas ditanyain, kenapa bisa kejebak pelacuran, dia terus kabur," ujar TA yang sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci.
Atas perbuatan Diana, pihak keluarga akhirnya melaporkan ke Mapolres Jakarta Barat Rabu (27/3). Polisi langsung bergegas menahan wanita muda itu.
Rupanya Diana tidak terima. Dia bahkan mengancam TA, dengan pisau. "Waktu saya tanya soal anak saya, dia enggak mau ngaku. Saya dan dia juga sempat adu mulut. Pas mau dibawa paksa sama saya dan warga, eh dia malah ngeluarin pisau," kata TA.
Setelah kasus ini mulai merebak, warga kembali mendapatkan informasi baru kalau korban Diana bukan hanya B. Ada beberapa gadis belia yang jualnya setelah berhasil diming-imingi pekerjaan dengan gaji besar.
Pasca kejadian itu, B kini murung dan takut beraktivitas keluar rumah. Sebenarnya, TK dan TA sempat membuat surat perjanjian damai dengan Diana pada Selasa (19/3) malam dengan uang tutup mulut Rp 1,5 juta. Menurut TA, penandatanganan surat di atas materai Rp 6.000 itu karena keterpaksaan. Dia tak tega melihat kesedihan anaknya dan takut dikeluarkan pihak sekolah.
"Saya takut, nantinya kasus ini ada pengaruhnya ke anak saya. Saya takut anak saya nanti dikeluarkan dari sekolah," kata TA sendu.
Kini kasus ini tengah ditangani Polres Jakarta Barat.
Jadi budak seks di Bandung, perempuan 17 tahun dibayar Rp 70 ribu
Merdeka.com - LH (17) terisak, air matanya membasahi
wajah manisnya. Perempuan asal Bogor itu merupakan korban budak seks
para mucikari di Bandung. Polisi menangkap 6 mucikari yang selama ini
terendus menjual perempuan kepada para pria hidung belang.Penangkapan dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Bandung di tempat praktik prostitusi terselubung di Jalan Dewi Sartika, Gang Ijan No. 55 Kelurahan Pungkur, Kecamatan Regol, pada Sabtu (18/4) dini hari. Tempat ini diduga sudah beroperasi sekitar dua tahun.
Sembari menunduk LH mengaku sudah satu bulan dipaksa menjajakan diri. "Saya sudah tidak tahan dengan pekerjaan ini dan saya tidak kuat dengan perlakukan tamu yang kasar," katanya di Mapolrestabes Bandung, Minggu (19/4).
LH bernasib sial masuk dunia prostitusi saat dirinya mencari pekerjaan di Kota Bandung. "Saya ke Bandung dan janjian bertemu di Tegallega. Sesampainya di sana teman saya malah enggak ada," jelasnya.
Mendapati temannya tidak ada, LH pun kelimpungan hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang wanita pemilik warung. LH ditawari pekerjaan menjaga warung. LH pun setuju.
Seiring berjalan waktu LH bertemu dengan seorang pria yang menawarinya pekerjaan yang sama di Jalan Dewi Sartika. "Awalnya tidak tahu, tapi ternyata di gang itu saya terus dipaksa untuk melayani laki-laki. Saya mau keluar tapi ditahan karena saya punya hutang karena bekerja di situ," paparnya.
LH pun terus berusaha mencari jalan keluar, hingga pada satu kesempatan LH kabur. Saat itu LH kebingungan dan melaporkan kepada seseorang di jalan raya untuk mengantarkannya ke kantor polisi. "Saya dibawa ke Polrestabes Bandung," jelasnya.
Berbekal informasi tersebut polisi menggerebek rumah prostitusi tersebut dan mengamankan 27 PSK serta enam mucikari.
LH mengaku setiap harinya dipaksa melayani tiga sampai empat lelaki dari berbagai usia. Ia mendapatkan bayaran dari pelanggan sebesar Rp 175 ribu dari setiap kali kencan, namun hanya sedikit upah yang diterimanya. "Saya cuma dapat Rp 70 ribu sekali kencannya," terangnya.
Kisah duka ABG Sukabumi yang dijual ke diskotek di Babel
Merdeka.com - Sedih bercampur malu tidak bisa
ditutupi dari wajah Entin. Wajahnya yang terlihat hitam mengkilap
terbakar matahari, seolah menjadi bukti hidupnya yang keras."Saya juga bingung, mau apa lagi. Kejadiannya teh sudah begini, kumaha deui atuh (kenapa lagi?)," ujar Entin terbata dan hampir meneteskan air mata.
Entin, merupakan ibu dari Sekar (nama samaran) yang menjadi korban perdagangan manusia. Sekar yang masih berusia 16 tahun, dipaksa untuk jadi penghibur pria hidung belang di tempat hiburan malam di Bangka Belitung.
Jumat (13/9) lalu merdeka.com didampingi petugas dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi mendatangi rumah Entin di Nyalindung, Kabupaten Sukabumi.
Cukup sulit untuk menemukan kediaman Entin. Jalan terjal yang hanya berupa batu kali ditata, sempit, rimbunan pohon bambu dan melewati pekarangan akhirnya tiba di rumahnya yang berdinding bilik. Sekitar 2 jam perjalanan dari Kota Sukabumi.
Entin, seperti halnya warga lain di lingkungannya sangat sederhana. Takut, sedih, malu bercampur saat rombongan kami berkunjung ke rumahnya. Bahkan Entin memilih duduk di lantai, sedang dirinya memaksa kami untuk duduk di kursi ruang tamunya.
"Punteun bapak ibu, da bumi abdi mah ngan kos kiye. Saayana wae lah (Maaf Bapak Ibu, rumah saya cuma seperti ini. Seadanya saja)," ujar Entin yang memaksa rombongan untuk tetap duduk di kursi, sedang dirinya duduk bersimpuh di lantai tegel.
Ibu tiga anak yang hanya bisa berbahasa Sunda ini pun mulai menceritakan musibah yang dialami keluarganya. Anak tertuanya, Sekar mejadi korban human trafficking atau perdagangan manusia.
Awalnya, Sekar ditawari Dedeh, seorang ibu rumah tangga yang terhitung masih kerabat jauh. Dedeh tidak tinggal satu desa dengan Entin. Saat itu, Dedeh menawari Sekar yang hanya tamatan SD ini untuk bekerja di Bangka Belitung sebagai pelayan restoran.
Bermaksud membantu ibu dan bapaknya yang hanya buruh serabutan, Sekar akhirnya menerima tawaran bekerja ke Bangka Belitung. Singkat cerita, Sekar lalu dijemput oleh seseorang bernama Hendrik untuk dibawa ke Bangka Belitung.
Entin sendiri sempat melarang kepergian putri sulungnya itu, namun ibunya (Nenek Sekar) meyakinkannya bahwa Dedeh yang menawari kerja Sekar adalah orang baik.
"Da abdi mah percaten wae. Ceunah mah damel di restoran di Bangka (Saya percaya saja, katanya kerja di Bangka Belitung)" ujar Entin yang pernah menjadi TKW di Arab Saudi ini.
Pertengahan Juni 2012, Sekar pun berangkat menuju Bangka Belitung dijemput Hendrik. Saat itu usia Sekar masih 15 tahun.
Beberapa minggu kemudian, Sekar memberi kabar bahwa dirinya sudah bekerja di sebuah restoran di Babel. Sekar juga pernah mengirimi uang Rp 1 juta kepada ibunya.
Namun beberapa bulan kemudian, Sekar mulai mengeluh kepada ibunya lewat sambungan telepon. Sambil menangis, Sekar kerap berujar ingin pulang tapi dilarang oleh majikannya.
Naluri keibuan Entin pun timbul. Entin meminta seseorang untuk menjemput putrinya. Namun Sekar merahasiakan alamat restoran tempat dia bekerja. Entin pasrah dan hanya bisa berdoa untuk keselamatan anaknya.
Sekitar pertengahan Agustus 2013, Petugas Kepolisian di Bangka Belitung menggerebek sebuah diskotek. Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan para wanita penghibur dan para pria hidung belang.
Saat dilakukan penggeledahan, polisi menemukan beberapa anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai pelayan tamu. Sekar pun termasuk anak di bawah umur yang diamankan petugas kala itu.
Atas kerjasama dengan Polda Jawa Barat, Sekar akhirnya bisa dipulangkan. Sekar juga sempat menjalani bimbingan oleh Dinas Sosial Jawa Barat, sebelum dipulangkan kepada orangtuanya.
"Sekar datang Selasa (10/9) kamari (kemarin), diantar dari Dinsos Bandung. Katanya dia dikerjakan di diskotek, nah saya teh langsung kaget," ujar Entin berurai air mata.
Sesampainya di rumah, Sekar pun mengaku kepada kedua orangtuanya bahwa dirinya tidak bekerja di restoran melainkan di diskotek. Sekar pun mengaku dipaksa menemani tamu laki, dan minum-minuman keras dengan para tamu.
Kini Entin sudah bisa sedikit lega, anaknya yang merantau ke negeri seberang telah kembali ke rumah. Bagi Entin dan suaminya, tidak ada yang lebih berharga dari berkumpulnya keluarga. Namun dengan alasan tertentu, Sekar enggan bertemu dengan kami.
"Adiknya Sekar oge damel tapi di Sukabumi, jadi pelayan di tempat makan (Adiknya Sekar juga kerja di Sukabumi, jadi pelayan rumah makan)," ujar Imas saat ditanya adik Sekar yang masih berusia 13 tahun.
Kasus anak di bawah umur yang bekerja di Sukabumi memang cukup banyak. Dengan alasan ingin mencari penghasilan untuk membantu keluarga, anak-anak belia usia belasan rela bekerja.
Dan inilah salah sebab mengapa kasus human trafficking marak terjadi di Sukabumi.
Imingi pekerjaan dan ponsel, Nurul jadikan ABG Lampung PSK
Merdeka.com - Profesi mucikari yang dijalani Nurul
alias NI selama delapan tahun akhirnya terendus polisi. Pada Rabu (11/9)
malam lalu, polisi menggerebek rumahnya yang dijadikan lokasi bisnis
prostitusi, dan ikut menciduk wanita berusia 35 tahun itu."NI tertangkap di tempat usahanya pada Rabu malam pukul 23.00 WIB, dengan empat korbannya yang masih di bawah umur," kata Kasat Reskrim Polresta Bandarlampung, Kompol Deri Agung Wijaya, di Bandar Lampung, Sabtu (21/9).
Dikutip dari Antara, terkuaknya kasus penjualan anak di bawah umur ini setelah polisi menerima informasi dari seorang warga Kelurahan Susunan Baru Kecamatan Tanjungkarang Barat yang melaporkan putrinya, FSL (13) menghilang sejak 10 Agustus lalu. Keluarga menduga FSL dibawa rekannya DS (14) yang berusia 14 tahun, untuk bekerja di eks lokalisasi Pemandangan Kecamatan Panjang Bandarlampung.
"Berdasarkan laporan dari keluraga korban, Polresta Bandarlampung melalui Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak langsung melakukan penyelidikan dengan menemukan sebuah rumah kontrakan yang dimiliki seorang perempuan berinisial NI alias Mami alias Bunda," jelasnya.
NI bersama empat ABG itu diamankan di sebuah kontrakan di Jalan Teluk Tomini Way Lunik, Kecamatan Telukbetung Selatan.
"Ketiga anak di bawah umur yang ditemukan bersama dengan FSL yakni TA (14), TS (13) dan DS (14)," ujarnya.
Empat ABG itu mengaku dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Semula, NI menjanjikan pekerjaan di sebuah kafe dan mendapat ponsel jika mereka ikut dengan pelaku. Mereka wajib menyetorkan uang hasil melayani tamu yang dilakukan setiap malamnya, sedangkan gaji baru diterima setiap tiga bulan sekali.
"Para korban ini pun mengakui tidak diizinkan pulang oleh NI, kecuali berjanji untuk kembali bekerja kepada tersangka, serta kembali dengan membawa rekan-rekannya," tegas Deri.
Nurul mengaku membuka usaha prostitusi sejak tahun 2005. Dia juga menyediakan anak buah yang rata-rata masih di bawah umur.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 2, pasal 11, pasal 12 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan pasal 18 ayat 2 dan pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15
0 comments:
Post a Comment