Katakepo.blogspot.com - Di era Reformasi, korupsi seakan semakin menggila. Padahal salah satu alasan utama Orde Baru dilengserkan karena rezim itu sarat dengan KKN.
Namun, nyatanya korupsi tak juga hilang dari bumi Indonesia. Parahnya, para politikus muda yang menjadi harapan rakyat dapat mengubah bangsa ini menjadi lebih baik justru terlibat dalam berbagai kasus korupsi.
Hal itu tentu saja telah mencoreng citra politikus muda di mata rakyat. Siapa saja politikus muda di era Reformasi yang terlibat korupsi? Berikut ulasannya.
1. Angelina Sondakh
Salah satu politisi muda yang terjerat kasus
korupsi yakni Angelina Sondakh. Wanita kelahiran 28 Desember 1977 ini,
memiliki nama lengkap Angelina Patricia Pingkan Sondakh.
Angie yang sejak kecil menerima berbagai penghargaan itu tersangkut kasus korupsi di dua proyek kementerian. Kasus itu merupakan pengembangan dari kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet Palembang yang menyeret M Nazaruddin dan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram.
Angie merupakan Finalis Puteri Indonesia 2001. Pada Pemilu 2004-2009, Dia terjun ke dunia politik dan terpilih menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
Angie diputus bersalah menerima uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai, perusahaan M Nazaruddin. Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek di dua kementerian, yakni Kemendiknas dan Kemenpora atas permintan Grup Permai.
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Angie 4 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta dan subsider kurungan 6 bulan.
Vonis ini jauh dari tuntutan Jaksa pada KPK yang semula 12 tahun penjara dan denda 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Untuk itu, Jaksa KPK mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, PT DKI Jakarta justru menguatkan putusan pengadilan tipikor, yakni 4 tahun 6 bulan penjara
Angie yang sejak kecil menerima berbagai penghargaan itu tersangkut kasus korupsi di dua proyek kementerian. Kasus itu merupakan pengembangan dari kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet Palembang yang menyeret M Nazaruddin dan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram.
Angie merupakan Finalis Puteri Indonesia 2001. Pada Pemilu 2004-2009, Dia terjun ke dunia politik dan terpilih menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
Angie diputus bersalah menerima uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai, perusahaan M Nazaruddin. Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek di dua kementerian, yakni Kemendiknas dan Kemenpora atas permintan Grup Permai.
Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Angie 4 tahun 6 bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta dan subsider kurungan 6 bulan.
Vonis ini jauh dari tuntutan Jaksa pada KPK yang semula 12 tahun penjara dan denda 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Untuk itu, Jaksa KPK mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, PT DKI Jakarta justru menguatkan putusan pengadilan tipikor, yakni 4 tahun 6 bulan penjara
2. Fahd A Rafiq
Politisi muda dari Partai Golkar Fahd El Fouz
atau Fahd A Rafiq divonis bersalah melakukan perbuatan tindak pidana
korupsi. Fahd merupakan Ketua Gema MKGR, organisasi muda bagian dari
sayap Partai Golkar.
Fahd terbukti korupsi terkait Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, dengan menyuap anggota Banggar DPR Wa Ode Nurhayati. Uang suap senilai Rp 5,5 miliar untuk pengurusan alokasi anggaran DPID tahun 2010 di 3 Kabupaten yakni Aceh Besarm Pidie Jaya dan Bener Meriah.
Fahd dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dan apabila tidak sanggup diganti dengan pidana kurungan 2 bulan.
Saat Fahd tengah menghadapi putusan vonis, belasan anggota Satgas Gema MKGR turut hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Fahd terbukti korupsi terkait Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, dengan menyuap anggota Banggar DPR Wa Ode Nurhayati. Uang suap senilai Rp 5,5 miliar untuk pengurusan alokasi anggaran DPID tahun 2010 di 3 Kabupaten yakni Aceh Besarm Pidie Jaya dan Bener Meriah.
Fahd dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dan apabila tidak sanggup diganti dengan pidana kurungan 2 bulan.
Saat Fahd tengah menghadapi putusan vonis, belasan anggota Satgas Gema MKGR turut hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta.
3. Dendy Prasetia
Dendy Prasetya, putra dari anggota DPR
Zulkarnaen Djabbar turut divonis bersalah atas tindakan korupsinya dalam
proyek pengadaan Alquran di Kementerian Agama. Usia Dendy yang
terbilang masih muda itu, divonis selama 8 tahun atas perbuatan korupsi
yang dilakukan secara bersama-sama oleh ayahnya.
Dendy yang bukan penyelenggara negara itu, menurut Majelis Hakim, tetap terbukti melakukan korupsi. Zulkarnaen, ayah Dendy, melakukan pertemuan dengan Fahd El Fouz (terpidana kasus DPID), membahas proyek pengadaan Alquran.
Zulakrnaen memerintahkan Fahd untuk menjadi broker pengurusan proyek di Kemenag. Fahd yang merupakan Ketua Gema MKGR Golkar mengajak para juniornya yang masih mahasiswa, yakni Vako Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Moelyoputro untuk ikut membantunya.
Dendy dan Fahd juga disebut-sebut mengintervensi para pejabat di Kemenag dengan tujuan memenangkan perusahaannya dalam tender proyek.
Dendy yang bukan penyelenggara negara itu, menurut Majelis Hakim, tetap terbukti melakukan korupsi. Zulkarnaen, ayah Dendy, melakukan pertemuan dengan Fahd El Fouz (terpidana kasus DPID), membahas proyek pengadaan Alquran.
Zulakrnaen memerintahkan Fahd untuk menjadi broker pengurusan proyek di Kemenag. Fahd yang merupakan Ketua Gema MKGR Golkar mengajak para juniornya yang masih mahasiswa, yakni Vako Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Moelyoputro untuk ikut membantunya.
Dendy dan Fahd juga disebut-sebut mengintervensi para pejabat di Kemenag dengan tujuan memenangkan perusahaannya dalam tender proyek.
4. Wa Ode Nurhayati
Wa Ode Nurhayati, politisi muda wanita lahir tanggal 6 November 1981. Wa Ode terpilih menjadi anggota DPR dari Fraksi PAN.
Saat mengikuti Pemilu, mantan aktivis mahasiswa ini mendapat nomor paling terakhir. Sadar karena mendapat nomor undian yang kurang beruntung, Wa Ode kemudian berkampanye lebih proaktif di level pedesaan.
Wa Ode sempat menolak berkampanye lewat baliho. Begitu namanya lolos di Senayan, Wa Ode mengumpulkan alumni aktivis P
mahasiswa di Sultra untuk bergabung di Wa Ode Nurhayati Center. Hal itu guna mengumpulkan aspirasi publik yang nantinya akan disampaikan kepada dirinya.
Namun, secara mengejutkan Wa Ode ditetapkan tersangka oleh KPK pada tahun 2011. Wa Ode diduga terlibat dalam kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal (DPPIDT). Dia diduga menerima suap sebesar Rp 6,25 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq melalui Haris Andi Surahman, pengusaha juga.
Selain ditetapkan tersangka korupsi, KPK juga menetapkan Wa Ode dengan Pasal pencucian uang. Wa Ode diduga menyamarkan, menggubah bentuk harta hasil kejahatan korupsinya.
Majelis Hakim Tipikor memvonis Wa Ode 6 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yakni dengan 12 tahun penjara.
Saat mengikuti Pemilu, mantan aktivis mahasiswa ini mendapat nomor paling terakhir. Sadar karena mendapat nomor undian yang kurang beruntung, Wa Ode kemudian berkampanye lebih proaktif di level pedesaan.
Wa Ode sempat menolak berkampanye lewat baliho. Begitu namanya lolos di Senayan, Wa Ode mengumpulkan alumni aktivis P
mahasiswa di Sultra untuk bergabung di Wa Ode Nurhayati Center. Hal itu guna mengumpulkan aspirasi publik yang nantinya akan disampaikan kepada dirinya.
Namun, secara mengejutkan Wa Ode ditetapkan tersangka oleh KPK pada tahun 2011. Wa Ode diduga terlibat dalam kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal (DPPIDT). Dia diduga menerima suap sebesar Rp 6,25 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq melalui Haris Andi Surahman, pengusaha juga.
Selain ditetapkan tersangka korupsi, KPK juga menetapkan Wa Ode dengan Pasal pencucian uang. Wa Ode diduga menyamarkan, menggubah bentuk harta hasil kejahatan korupsinya.
Majelis Hakim Tipikor memvonis Wa Ode 6 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yakni dengan 12 tahun penjara.
5. M Nazaruddin
M Nazaruddin lahir di Bangun 26 Agustus 1978. Di
usianya yang menginjak kepala 3, Nazaruddin terbilang cukup sukses
dalam karirnya.
Awalnya Nazaruddin seorang pengusaha, kemudian pada Pemilu 2009, Nazaruddin terpilih menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat dengan daerah pemilihan Jawa Timur IV.
Didalam partainya, Nazaruddin dipercaya memegang kas keuangan partai yakni sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Namun, tampaknya justru itu yang membuat Nazaruddin semakin kalap.
KPK mengendus tindakan Nazaruddin tersebut setelah Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram tertangkap basah bersama anak buahnya Mindo Rosalina Manullang. KPK menjadikan Nazaruddin tersangka tahun 2011. Namun, sehari sebelum ditetapkan tersangka, Nazaruddin kabur ke luar negeri.
Nazaruddin menjadi buron dan akhirnya ditangkap di Cartagena, Colombia. Nazaruddin terbukti menerima uang suap sebesar Rp 4,6 miliar dalam bentuk cek. Suap tersebut berkaitan dengan proyek pembangunan Wisma Atlet Palembang.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana selama 4 tahun 10 bulan dan denda 200 juta. Namun, hingga proses ke tingkat kasasi, Mahkamah Agung justru membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tipikor yakni dengan menambah Pasal 11 UU Tipikor.
Dengan demikian, hukuman penjara Nazaruddin bertambah yakni dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Awalnya Nazaruddin seorang pengusaha, kemudian pada Pemilu 2009, Nazaruddin terpilih menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat dengan daerah pemilihan Jawa Timur IV.
Didalam partainya, Nazaruddin dipercaya memegang kas keuangan partai yakni sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Namun, tampaknya justru itu yang membuat Nazaruddin semakin kalap.
KPK mengendus tindakan Nazaruddin tersebut setelah Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram tertangkap basah bersama anak buahnya Mindo Rosalina Manullang. KPK menjadikan Nazaruddin tersangka tahun 2011. Namun, sehari sebelum ditetapkan tersangka, Nazaruddin kabur ke luar negeri.
Nazaruddin menjadi buron dan akhirnya ditangkap di Cartagena, Colombia. Nazaruddin terbukti menerima uang suap sebesar Rp 4,6 miliar dalam bentuk cek. Suap tersebut berkaitan dengan proyek pembangunan Wisma Atlet Palembang.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana selama 4 tahun 10 bulan dan denda 200 juta. Namun, hingga proses ke tingkat kasasi, Mahkamah Agung justru membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tipikor yakni dengan menambah Pasal 11 UU Tipikor.
Dengan demikian, hukuman penjara Nazaruddin bertambah yakni dari 4 tahun menjadi 7 tahun penjara.
0 comments:
Post a Comment