Katakepo.blogspot.com - Perusahaan air minum kemasan Aqua dituding sebagai penyebab kekeringan di Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tempat perusahaan itu beroperasi.
Di daerah ini Aqua menjadi perusahaan terbesar menenggak air tanah, sekitar 200 ribu meter kubik tiap bulan. Urutan kedua ditempati Pocari Sweat lewat PT Amerta Indah Otsuka.
Aqua yang memakai bendera PT Tirta Investama ini mengklaim desa itu sejak dulu memang kesulitan air saat kemarau. mereka ogah disebut sebagai biang keladi kelangkaan air bersih di Babakan Pari.
Khusus di Sukabumi, air kita itu artesis, kita tidak menggunakan pompa. Ketika dibor air dari kedalaman 60 sampai 80 meter itu muncul sendiri, kata Direktur Water Resources Department PT Tirta Investama Wahyu Tri Raharja saat berbicang dengan merdeka.com kemarin di kantornya, bilangan Kuningan, Jakarta Selatan.
Berikut penuturan Wahyu kepada Arbi Sumandoyo dan Alwan Ridha Ramdani.
Temuan kami di Babakan Pari, warga mengaku kekeringan sejak berdirinya pabrik Aqua dan saluran air bersih sumbangan Aqua tidak mengalir. Apa tanggapan Anda?
Kalau kita bicara air itu sistem. Ada tanah yang ada air, ada tanah kedap. Kebetulan di Kampung Pojok, sebelum ada Aqua pun memang sudah tidak air. Daerah itu bukan daerah tangkapan air.
Dulu mereka kalau ambil air harus turun. Karena sebelumnya tata guna lahan ada di atasnya jadi perumahan, pabrik garmen juga. Jadi guna lahannya dulu meresap di situ, airnya sekarang tidak meresap. Sekarang jadi air permukaan. Kalau hujan airnya langsung MEngalir begitu saja masuk ke badan sungai.
Sekarang?
Bukan saya membela Aqua. Sekarang di sana terjadi ketidakseimbangan sistem. Karena dulu guna lahannya masih sangat bagus, hutan-hutannya, banyak sawah dan air. Nah, sekarang sudah berganti.
Air masyarakat itu adalah air permukaan. Air permukaan itu ada di atas sampai kedalaman 35 meter. Kalau kita bicara sedikit teknis, air permukaan langsung berhubungan dengan permukaan, terpengaruh faktor cuaca, kegiatan manusia, tutupan lahan, itu sangat berpengaruh. Tutupan lahan berubah, curah hujan berubah, itu akhirnya mempengaruhi air di permukaan.
Bagaimana dengan air Aqua?
Sedangkan kalau kita bicara air Aqua, Aqua itu selalu menggunakan air ada di dalam. Benar, kita memang mengebor. Kita mengebor sampai kedalaman 80 meter. Kita menyedot air hanya kedalaman 60 sampai 80 meter.
Harapan kita, produksi kita dari dalam ini sudah sangat bagus. Tidak ada mikroba, campuran kontaminasi. Jadi kita betul-betul mengambil air dari dalam banget dengan cara dibor.
Khusus di Sukabumi, air kita itu artesis. Kita tidak menggunakan pompa. Ketika dibor air dari kedalaman 60 sampai 80 meter itu muncul dengan sendirinya. Sedangkan air di permukaan kita tutup, kita semen. Sehingga air permukaan terlindungi, itu konstruksi pengeboran.
Jadi Aqua tidak menggunakan mata air?
Ternyata mata air itu tidak lebih baik dari air kita bor. Kenapa? Karena mata air itu proses alam. Terjadi mata air karena patahan sehingga air keluar. Tapi kalau air keluar itu tidak bisa dibagi, air dalem, kedalaman 30 atau 40 meter. Mata air itu justru berhubungan dengan air permukaan.
Tapi kalau kami gunakan mata air, risikonya bagi Aqua potensi kontaminasinya lebih tinggi. Misalnya di atas mata air ada kegiatan apa, jadi nanti bakteri e-colinya bisa ke situ.
Sehingga kita menghindari menggunakan mata air langsung. Di operasional kita lebih menggunakan air dari dalem. Dari sisi kualitas dan kapasitas lebih terjamin.
Bagaimana Aqua menjalankan manajemen sumber daya air?
Kita selalu memulai studi. Ada studi teknis, pemetaan dari universitas, seperti ITB, Unpad, ITS, dan Unibraw. Kita melakukan penilaian awal dari mereka sehingga kita melihat sistemnya seperti apa.
Dari situ kita bisa melihat dekat gunungnya masih sehat atau tidak. Kemudian di daerah tengah apa tata gunanya, sampai perkotaan, sehingga ketahuan neraca keseimbangan air di wilayah tersebut.
Aqua dalam manajemen sumber daya airnya selalu ingin membuat seimbang. Paling bagus adalah begitu hujan yang paling banyak masuk ke dalam tanah. Dia tertahan dalam tanah dan jadi cadangan kita semua. Tapi yang masuk badan sungai lebih banyak jadi banjir.
Kita harus akui kerusakan daerah atas bukan hanya di Sukabumi, tapi seluruh lokasi di Indonesia, itu cukup lumayan parah. Harapan kita kalau air hujan itu minimal 30 persen infiltrasi, sekarang itu sudah mulai bergerak 10 sampai 15 persen infiltrasi.
Faktornya apa? banyak hal. Karena hutan rusak, tata guna dulu hutan jadi vila, sehingga lebih banyak porsi mengalir di permukaan.
Apa yang dilakukan Aqua di lokasi semacam itu?
Kita melakukan dua pendekatan. Kita menyebut alamiah dan yang kedua adalah sosial ekonomi serta pendidikan. Jadi kalau kita bicara pengelolaan sumber daya air, kita tidak mungkin hanya menyuruh bikin sumur resapan, tanam pohon.
Kalau kita tidak melibatkan, masyarakat tidak akan mau. Jadi bagaimana membuat seimbang. Jadi kegiatan alamnya bejalan baik. Contohnya, membuat banyak sumur resepan, kita juga banyak membuat water ponds.
Kemudian sosialnya dengan pemberian air bersih dan sedikit bantuan ekonomi. Misalnya, bantuan kredit mikro, bantuan ternak. Kita juga aktif melakukan edukasi di daerah sekitar.
Meski ada penyedotan berskala besar, itu tidak akan berpengaruh dengan air permukaan digunakan warga?
Tidak. Yang tadi saya sampaikan, di dalam tanah air itu sistemnya berlapis-lapis. Tidak dari atas semua air, kita sebut akiper. Akiper itu ada yang bebas, ada yang tertekan.
Kalau kita bicara gunung, di gunung bawahnya ada banyak lapisan. Kita menggunakan air di kedalam 60 sampai 80 meter. Semakin daerahnya di bawah, maka air akan didapat itu akan jauh (dalam).
Biodata
Nama:
Wahyu Tri Raharja
Tanggal Lahir:
17 Mei 1974
Pendidikan:
Sarjana Geologi dari Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta
Pengalaman Kerja:
Direktur Sumber Daya Air di Aqua Danone (2008-sekarang)
Senior Project Manajer di ERM Consulting Company (2008)
Senior Project Manager di Golger Associates Consultant (2005-2008)
Sarjana Geotkenis di PT Freeport Indonesia (2005)
Ahli geologi di PT Indra Karya (1996-2005)
0 comments:
Post a Comment