Katakepo.blogspot.com - Sebuah survei di salah satu universitas di Amerika Serikat menyebutkan, apabila murid kelas konvensional dengan murid kelas
online diuji bersama-sama, maka ditemukan hasil sebanyak 90-100 persen siswa kelas
online memperoleh nilai di atas C dan hanya 60 persen siswa kelas konvensional yang mendapatkan nilai di atas C.
Mengapa bisa begitu? Berdasarkan survei tersebut, kelas
online
memiliki banyak keunggulan. Semua materi dan diskusi mengenai
pembelajaran dapat diulang kembali. Berbeda dengan kelas konvensional,
siswa harus mencatat. Apabila lupa mencatat, maka materi yang diberikan
ke siswa hanya "masuk telinga kanan, keluar telinga kiri".
Setidaknya,
menurut Program Director MM Executive BINUS Business School Tubagus
Hanafi Soeriaatmadja, itulah alasan yang juga melatarbelakangi BINUS
Business School meluncurkan program Master in Management (MM) berbasis
online. Hanafi menjelaskan, melalui program perkuliahan
online, baik murid maupun mahasiswa akan mencerna materi lebih detail.
"Melalui
pendekatan teknologi itulah yang menjadikan kelas MM Online lebih
unggul dibandingkan dengan kelas konvensional biasa," kata Hanafi kepada
Kompas.com, di BINUS Business School, Jakarta, pekan lalu.
Karena tidak ada yang mengontrol secara langsung, maka perkuliahan
melalui sistem hybrid ini membutuhkan kedewasaan dari masing-masing
mahasiswa.
Selain efektivitas waktu, lokasi, dan adanya ketimpangan antara
pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di Jawa dan luar Jawa, ada faktor
lainnya yang menyebabkan sistem pendidikan
online diperlukan
pada masa kini dan akan datang. Pada 2015 mendatang, lanjut Hanafi,
Indonesia akan mengikuti ASEAN Economic Community (AEC). Semua pihak
dapat datang dan bersaing di posisi apa saja.
"Negara anggota
ASEAN lain, selain Indonesia, akan banyak yang masuk ke Indonesia dan
menjadi pekerja ahli di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan
persaingan mendatang akan semakin ketat," kata Hanafi.
Faktor
keempat, Hanafi menyadari, ketatnya persaingan antara industri yang satu
dan yang lainnya. Persaingan industri itu menyebabkan fenomena
"pembajakan" tenaga ahli semakin marak.
"Tak sedikit perusahaan
yang lebih senang membajak daripada mengembangkan bibit potensial yang
ada. Dengan adanya MM Online ini, kami berharap dapat menumbuhkan
bibit-bibit pemimpin potensial," ujar Hanafi.
Sementara itu, faktor keenam adalah fakta bahwa pada tahun 2010 jumlah pelamar strata
1
(S-1) mencapai 2,5 juta jiwa. Padahal, tutur Hanafi, yang diterima
hanya 1,5 juta jiwa, sedangkan jumlah universitas di Indonesia tidak
sebanding dengan jumlah jiwa yang ingin melanjutkan dan mendapat gelar
pendidikan. Apabila hal itu terus dibiarkan, maka pada tahun 2030,
Indonesia akan kekurangan sebanyak 2 juta tenaga terdidik.
"Bagaimana
caranya, ya, pakai teknologi ini. Asalkan mereka punya niat dan
mengerti teknologi, mereka pasti bisa. Sisanya mereka akan di rumah atau
di kantor untuk belajar atau mengerjakan tugas lainnya," kata Hanafi.
Beberapa jenis pekerjaan membutuhkan sistem pendidikan
online,
misalnya pekerjaan di bidang perminyakan dan pertambangan. Kebanyakan
dari mereka bekerja di daerah lain, seperti Sulawesi, Kalimantan, hingga
Papua (
Baca: MM Online... Sedikit Tatap Muka, Kualitas Belajar Tetap Canggih!).
"Mereka
yang bekerja di luar daerah biasanya kesulitan untuk dapat melanjutkan
pendidikan lebih tinggi. Maka, para pekerja itulah yang menjadi sasaran
MM Online. Selain itu, sasaran
lainnya adalah para eksekutif muda
maupun karyawan swasta di Jakarta yang sudah sulit meluangkan waktunya
untuk kuliah lagi. MM Online dapat menjadi solusi," ujarnya.
Untuk Anda yang mengkhawatirkan kuliah melalui MM Online juga akan
mendapat gelar dan ijazah yang sama dengan kelas konvensional, Anda
tenang saja. Pasalnya, para mahasiswa kelas online juga akan mendapat
ijazah yang sama seperti sistem perkuliahan konvensional.
Kunci suksesPertanyaannya, bagaimana dengan
lulusannya nanti? Apakah gelar dan ijazah yang diterima lulusan akan
sama dengan kuliah secara konvensional?
Untuk Anda yang
mengkhawatirkan kuliah melalui MM Online juga akan mendapat gelar dan
ijazah yang sama dengan kelas konvensional, tenang saja. Pasalnya, para
mahasiswa kelas
online juga akan mendapat ijazah yang sama seperti sistem perkuliahan konvensional.
Hanafi pun menjabarkan berbagai kendala dalam pelaksanaan perkuliahan melalui sistem
online. Karena tidak ada yang mengontrol secara langsung, maka perkuliahan melalui sistem
hybrid ini membutuhkan kedewasaan dari masing-masing mahasiswa.
"Apabila
mahasiswa itu tidak memiliki niat maupun kedewasaan untuk belajar dan
mengerjakan semua tugas, maka akan tertinggal dengan mahasiswa lainnya.
Ia juga akan lulus lebih lama daripada mahasiswa lainnya," kata Hanafi.
Selain
menjabarkan beberapa kendala tersebut, Hanafi juga memaparkan berbagai
hambatan yang ditemukan dalam perkuliahan melalui sistem
online ini. Biasanya, mahasiswa kelas
online memiliki
ekspektasi yang tinggi terhadap teknologi. Maka, teknologi terkadang
juga menghambat perkuliahan. Misalnya, sistem yang tiba-tiba
error dan lain sebagainya.
"Karena itulah, MM Online BINUS Business School berkomitmen untuk menjaga kecepatan, ketepatan, dan
reliabilities. Kita harus berani mengambil risiko untuk menjadikan sistem
online menjadi yang utama. Stamford dan Harvard dulu juga pernah gagal, tapi karena serius mengembangkan sistem
online, jadi berkembang sampai sekarang. BINUS juga punya rektorat sendiri yang mengurusi sekolah
online," pungkas Hanafi.