Katakepo.blogspot.com - Udara
sangat kering. Apa pun yang berbentuk uap air langsung membeku.
Goggle
(kacamata) saya tidak bisa digunakan karena tertutup es. Saya tidak
bisa melihat dan mencoba berlari bertelanjang mata. Saya takut buta.
Saya mencoba menumpahkan air panas dari termos ke
goggle saya agar esnya mencair. Tetap malah semakin parah, air panas yang ditumpahkan itu langsung membeku.
Goggle saya malah makin tebal lapisan esnya.”
Pelari
ultra-trail (lari lintas alam dalam kondisi ekstrem) Indonesia, Hendra
Wijaya, mengisahkan perjalanannya akhir pekan lalu yang sulit dilakukan
manusia biasa umumnya. Laki-laki berumur 49 tahun itu berlari menempuh
jarak 352,64 mil (566 kilometer) di Kutub Utara. Pelari trail dari Bogor
itu menuntaskan lomba selama delapan hari dari Eagle Plains, Yukon, ke
ujung Samudra Arktik nonstop di Tuktoyaktuk, Alaska, dalam ajang Likeys
6633 Ultra 2015 pada 20-28 Maret. Hendra menjadi orang Indonesia pertama
yang melintasi Kutub Utara sejauh 566 kilometer dengan
berjalan/berlari.
”Lomba ini hanya untuk mereka yang benar-benar ’gila’,” demikian penyelenggara mengingatkan soal lomba itu.
Likeys
6633 Ultra adalah salah satu ajang lari lintas alam paling ekstrem di
dunia. Semua peserta harus mampu bertahan berlari dalam kondisi hamparan
es Kutub Utara yang bersuhu hingga minus 15 derajat sampai minus 20
derajat celsius. ”Bahkan, angka tersebut bisa di bawah minus 20 derajat
celsius hingga minus 32 derajat celsius,” kata Hendra, Rabu (1/4/2015),
yang sedang dalam perjalanan pulang di Bandara Whitehorse menuju
Vancouver, Kanada.
AklimatisasiBeberapa
hari sebelum lomba, dia sudah tiba untuk berlatih dan menyesuaikan diri
(aklimatisasi) dengan iklim setempat. Sejauh mata memandang, hanya ada
hamparan es yang membeku. Kosong, hanya horizon berbatas langit, yang
terdengar hanya deru napas dan suara sledge, gerobak es yang diseret di
belakang. Dimensinya lebar 60 cm x panjang 150 cm x tinggi 40 cm. Di
dalamnya ada barang-barang kebutuhan selama lomba sekitar 40 kilogram.
Berlari
ultra-marathon di Kutub Utara merupakan pengalaman pertama ”Hyperman
Indonesia” itu, mungkin juga bagi bangsa Indonesia. Hendra pernah
berlari di sejumlah lomba lari ultra-internasional, termasuk Ultra-Trail
du Mont Blanc (168 km) di Perancis hingga lari lintas gurun pasir di
Trans- Omania 300 km, Hyperman (berenang 10 km, bersepeda 300 km, dan
berlari 100 km) di Hongkong, serta Tor Des Geants Endurance Trail Run di
Italia 332 km.
Selain lari sejauh 566 km yang diikuti Hendra,
juga dilombakan lari kategori 120 mil (193,12 km). Setiap peserta
membayar biaya pendaftaran sekitar Rp 58 juta. Itu belum termasuk
pengeluaran untuk perlengkapan dan logistik karena lomba ini merupakan
lomba lari mandiri dan setiap peserta harus membawa logistik sendiri.
Sebanyak
27 atlet yang datang dari 12 negara mengikuti lomba dalam dua kategori.
Peserta umumnya berdatangan dari negeri empat musim, kecuali Hendra dan
Than Juang dari Thailand. Mereka berada di antara 19 atlet yang
berlomba di kategori 566 km. Hanya delapan peserta, termasuk Hendra dan
Than, yang berhasil menyelesaikan lomba hingga garis finis. Sisanya
gagal karena berbagai sebab, termasuk cuaca yang sangat dingin,
kelelahan, hingga cedera.
Peserta dapat beristirahat di lokasi
pengecekan (check point) di sepanjang rute. ”Shalat kadang berdiri,
kadang duduk dalam bivvy (mirip kantong tidur),” kata Hendra.
ARSIP LIKEYS 6633 ULTRA 2015
Hendra Wijaya saat mengikuti lomba lintas alam ekstrem Likeys 6633
Ultra 2015 sejauh 566 kilometer di Kutub Utara, 20-28 Maret 2015.
Saat itulah dia bisa istirahat dan mengisi perut. Pengusaha garmen itu
membekali diri dengan makanan berupa power bar atau cokelat batangan.
”Celakanya, pas mau dimakan cokelat itu jadi keras sekali, enggak bisa
digigit. Saya mau siram air panas, tetapi tutup termos enggak bisa
dibuka karena beku. Jadinya seperti membuka mur yang sudah berkarat.
Kadang saya menahan minum sampai 30 km,” ujar Ketua Harian Persatuan
Bola Basket Indonesia Kota Bogor 2006-2008 itu.
Kecepatan
rata-rata berlari/ berjalan Ketua Umum Persatuan Atletik Seluruh
Indonesia Kota Bogor 2010-2014 itu sekitar 5 km per jam.
”Padang mahsyar”Kehadiran
orang Indonesia dalam ajang Likeys 6633 Ultra 2015 sempat diragukan
penyelenggara lomba. Mereka memperkirakan hyperman pertama Indonesia itu
tidak akan sanggup menyelesaikan lomba.
”Mungkin karena tampang saya enggak ganas, minimalis, kecil, dan tenang. Saat awal lomba, saya pun berlari pelan,” katanya.
Setelah
melalui hari kedua, Hendra menunjukkan kelasnya dan terus melangkah
tanpa menyerah. Belakangan dia dijuluki ”Duracell Bunny”, merujuk ke
sebuah iklan batu baterai yang menggambarkan seekor kelinci yang tak
pernah lelah dan terus melangkah.
Walaupun mengaku tidak pernah
berputus asa, Hendra menilai, lomba di Kutub Utara ini sesuatu yang luar
biasa. Sering kali saat berlari dia merasa tidak fokus, mengantuk,
capai, dan lapar. ”Saya terus berlari atau berjalan. Kalaupun pingsan,
toh, nanti akan siuman kembali. Saya biasakan menuntaskan lomba hingga
check point, tetapi makin ke ujung, suhu makin dingin dan lomba makin
susah dijalani,” ujarnya.
Perjalanan di Kutub Utara mendekati 70
km menuju Tuktoyaktuk di Titik 0 Samudra Arktik sudah tidak ada lagi
matahari. ”Semua tertutup awan, serba putih. Saya sempat merasa sedang
berada di padang mahsyar. Di Kutub Utara saja sudah menyeramkan berjalan
atau berlari sendirian,” katanya.
Ditanya apa ada misi khusus agar pemerintah memperhatikan olahraga trail di Indonesia, dia hanya tertawa.
”Ha-ha, biar saja orang lain yang meminta. Kalau saya, akan jalan terus tidak ada yang bisa menghalangi.”