Katakepo.blogspot.com - Kasus human trafficking, menjual anak di bawah umur atau ABG kian
marak, salah satunya LH (17). Perempuan asal Bogor ini merupakan korban
budak seks para mucikari di Bandung. Polisi menangkap 6 mucikari yang
selama ini terendus menjual perempuan kepada para pria hidung belang.
Terjerumusnya
ABG ini ke dalam lembah hitam PSK berawal dari keinginan untuk bekerja.
Diiming-imingi kerja dengan gaji yang tinggi, ABG ini menjadi korban
nafsu para lelaki hidung belang dan kebiadaban para mucikari. Mereka
terjebak dalam lingkungan prostitusi yang menistakan mereka.
Membendung
prostitusi memang bukan perkara gampang, semudah membalikkan telapak
tangan. Sebab, geliat usaha syahwat ini menjadi ladang bisnis yang
menjanjikan. Di dalamnya berbagai pihak bermain. Namun sekali lagi, ABG
itu terjebak, bukan pilihan mereka untuk menjajakan diri menjadi pelepas
dahaga napsu pria hidung belang.
Berikut merdeka.com menghimpun para ABG yang terjerembab ke lembah kehidupan PSK:
Kisah pilu B, ABG yang dijadikan pelacur cilik oleh tetangganya
Merdeka.com - Cerita pilu ini tak pernah terlintas di
benak AOP alias B (13) sebelumnya. Diana, yang merupakan tetangga AOP,
tega menjualnya ke pria hidung belang dengan harga Rp 200 ribu.
Praktik
prostitusi yang dilakukan Diana ini sudah berjalan sejak pertengahan
tahun 2012. Namun, baru terungkap beberapa hari lalu karena selama ini B
takut bercerita.
Meski memanfaatkan B untuk mendapatkan
pundi-pundi kekayaan, ternyata Diana juga kerap menganiaya dan mengancam
B. Dua hal itulah yang membuat B berpikir ulang untuk mengadukan kasus
ini ke orangtuanya.
Akhirnya kasus ini terungkap saat B mengeluh
perutnya yang sering sakit kepada Rury, kerabatnya. Lalu dibawalah B ke
tukang urut. Oleh tukang urutnya, Rury diberitahu bahwa ada yang janggal
pada tubuh B. B pun disarankan melakukan visum ke Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dan hasilnya, B dinyatakan tidak perawan lagi.
"Awalnya,
Senin (18/3) lalu dia mengeluh sakit di perutnya. Awalnya dikira maag,
tapi pas dikasih obat maag, enggak mempan juga. Tapi setelah dibawa ke
tukang urut, baru ketahuan kalau sepupu saya sudah tidak perawan," tutur
Rury di Mapolres Metro
Jakarta Barat, Selasa (26/3).
Mengetahui
hasil visum gadis kelas VII SMP ini tidak perawan, Rury lantas memaksa B
untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan menahan rasa
sedih dan malu, B menceritakan kalau Diana telah menjual keperawanannya
kepada pria hidung belang dengan upah Rp 200 ribu.
"Sekali
berhubungan, sepupu saya itu dikasih Rp 200 ribu. Dan itu sudah
berlangsung tiga kali sejak Juni 2012 sampai Januari 2013," katanya.
Kedua
orang tua B, ayah TK (41) dan ibu TA (40) mendengar kemalangan itu bak
petir menyambar di siang bolong. Diana telah menipu TK. Kepada TK, dia
memang telah meminta izin untuk membawa B kerja dan menjanjikan gaji
tinggi. Tapi bukan sebagai pemuas nafsu lelaki bejat.
TK menambahkan, B sempat ingin kabur saat diminta melayani pelanggan setia Diana. Tapi usahanya gagal, B pun tertangkap.
"Waktu
anak saya tahu disuruh ngelayanin orang dewasa, anak saya sudah coba
mau kabur, tapi dapat ditangkap sama Diana, lalu dipukulin. Waktu itu
anak saya juga nangis sambil teriak-teriak," papar TK, yang sehari-hari
bekerja sebagai buruh, Rabu (27/3).
TA (40) menceritakan bahwa
sejak dipaksa melayani pria hidung belang, tingkah B mendadak berubah.
Sejak kasus prostitusi ini diketahui, B menjadi murung dan suka berdiam
sendiri.
"Kemarin juga tuh, pas ditanyain, kenapa bisa kejebak
pelacuran, dia terus kabur," ujar TA yang sehari-hari bekerja sebagai
buruh cuci.
Atas perbuatan Diana, pihak keluarga akhirnya
melaporkan ke Mapolres Jakarta Barat Rabu (27/3). Polisi langsung
bergegas menahan wanita muda itu.
Rupanya Diana tidak terima. Dia
bahkan mengancam TA, dengan pisau. "Waktu saya tanya soal anak saya,
dia enggak mau ngaku. Saya dan dia juga sempat adu mulut. Pas mau dibawa
paksa sama saya dan warga, eh dia malah ngeluarin pisau," kata TA.
Setelah
kasus ini mulai merebak, warga kembali mendapatkan informasi baru kalau
korban Diana bukan hanya B. Ada beberapa gadis belia yang jualnya
setelah berhasil diming-imingi pekerjaan dengan gaji besar.
Pasca
kejadian itu, B kini murung dan takut beraktivitas keluar rumah.
Sebenarnya, TK dan TA sempat membuat surat perjanjian damai dengan Diana
pada Selasa (19/3) malam dengan uang tutup mulut Rp 1,5 juta. Menurut
TA, penandatanganan surat di atas materai Rp 6.000 itu karena
keterpaksaan. Dia tak tega melihat kesedihan anaknya dan takut
dikeluarkan pihak sekolah.
"Saya takut, nantinya kasus ini ada
pengaruhnya ke anak saya. Saya takut anak saya nanti dikeluarkan dari
sekolah," kata TA sendu.
Kini kasus ini tengah ditangani Polres Jakarta Barat.
Jadi budak seks di Bandung, perempuan 17 tahun dibayar Rp 70 ribu
Merdeka.com - LH (17) terisak, air matanya membasahi
wajah manisnya. Perempuan asal Bogor itu merupakan korban budak seks
para mucikari di Bandung. Polisi menangkap 6 mucikari yang selama ini
terendus menjual perempuan kepada para pria hidung belang.
Penangkapan
dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim
Polrestabes Bandung di tempat praktik prostitusi terselubung di Jalan
Dewi Sartika, Gang Ijan No. 55 Kelurahan Pungkur, Kecamatan Regol, pada
Sabtu (18/4) dini hari. Tempat ini diduga sudah beroperasi sekitar dua
tahun.
Sembari menunduk LH mengaku sudah satu bulan dipaksa
menjajakan diri. "Saya sudah tidak tahan dengan pekerjaan ini dan saya
tidak kuat dengan perlakukan tamu yang kasar," katanya di Mapolrestabes
Bandung, Minggu (19/4).
LH bernasib sial masuk dunia prostitusi
saat dirinya mencari pekerjaan di Kota Bandung. "Saya ke Bandung dan
janjian bertemu di Tegallega. Sesampainya di sana teman saya malah
enggak ada," jelasnya.
Mendapati temannya tidak ada, LH pun
kelimpungan hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang wanita pemilik
warung. LH ditawari pekerjaan menjaga warung. LH pun setuju.
Seiring
berjalan waktu LH bertemu dengan seorang pria yang menawarinya
pekerjaan yang sama di Jalan Dewi Sartika. "Awalnya tidak tahu, tapi
ternyata di gang itu saya terus dipaksa untuk melayani laki-laki. Saya
mau keluar tapi ditahan karena saya punya hutang karena bekerja di
situ," paparnya.
LH pun terus berusaha mencari jalan keluar,
hingga pada satu kesempatan LH kabur. Saat itu LH kebingungan dan
melaporkan kepada seseorang di jalan raya untuk mengantarkannya ke
kantor polisi. "Saya dibawa ke Polrestabes Bandung," jelasnya.
Berbekal informasi tersebut polisi menggerebek rumah prostitusi tersebut dan mengamankan 27 PSK serta enam mucikari.
LH
mengaku setiap harinya dipaksa melayani tiga sampai empat lelaki dari
berbagai usia. Ia mendapatkan bayaran dari pelanggan sebesar Rp 175 ribu
dari setiap kali kencan, namun hanya sedikit upah yang diterimanya.
"Saya cuma dapat Rp 70 ribu sekali kencannya," terangnya.
Kisah duka ABG Sukabumi yang dijual ke diskotek di Babel
Merdeka.com - Sedih bercampur malu tidak bisa
ditutupi dari wajah Entin. Wajahnya yang terlihat hitam mengkilap
terbakar matahari, seolah menjadi bukti hidupnya yang keras.
"Saya
juga bingung, mau apa lagi. Kejadiannya teh sudah begini, kumaha deui
atuh (kenapa lagi?)," ujar Entin terbata dan hampir meneteskan air mata.
Entin,
merupakan ibu dari Sekar (nama samaran) yang menjadi korban perdagangan
manusia. Sekar yang masih berusia 16 tahun, dipaksa untuk jadi
penghibur pria hidung belang di tempat hiburan malam di Bangka Belitung.
Jumat
(13/9) lalu merdeka.com didampingi petugas dari Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi mendatangi
rumah Entin di Nyalindung, Kabupaten Sukabumi.
Cukup sulit untuk
menemukan kediaman Entin. Jalan terjal yang hanya berupa batu kali
ditata, sempit, rimbunan pohon bambu dan melewati pekarangan akhirnya
tiba di rumahnya yang berdinding bilik. Sekitar 2 jam perjalanan dari
Kota Sukabumi.
Entin, seperti halnya warga lain di lingkungannya
sangat sederhana. Takut, sedih, malu bercampur saat rombongan kami
berkunjung ke rumahnya. Bahkan Entin memilih duduk di lantai, sedang
dirinya memaksa kami untuk duduk di kursi ruang tamunya.
"Punteun
bapak ibu, da bumi abdi mah ngan kos kiye. Saayana wae lah (Maaf Bapak
Ibu, rumah saya cuma seperti ini. Seadanya saja)," ujar Entin yang
memaksa rombongan untuk tetap duduk di kursi, sedang dirinya duduk
bersimpuh di lantai tegel.
Ibu tiga anak yang hanya bisa
berbahasa Sunda ini pun mulai menceritakan musibah yang dialami
keluarganya. Anak tertuanya, Sekar mejadi korban human trafficking atau
perdagangan manusia.
Awalnya, Sekar ditawari Dedeh, seorang ibu
rumah tangga yang terhitung masih kerabat jauh. Dedeh tidak tinggal satu
desa dengan Entin. Saat itu, Dedeh menawari Sekar yang hanya tamatan SD
ini untuk bekerja di Bangka Belitung sebagai pelayan restoran.
Bermaksud
membantu ibu dan bapaknya yang hanya buruh serabutan, Sekar akhirnya
menerima tawaran bekerja ke Bangka Belitung. Singkat cerita, Sekar lalu
dijemput oleh seseorang bernama Hendrik untuk dibawa ke Bangka Belitung.
Entin
sendiri sempat melarang kepergian putri sulungnya itu, namun ibunya
(Nenek Sekar) meyakinkannya bahwa Dedeh yang menawari kerja Sekar adalah
orang baik.
"Da abdi mah percaten wae. Ceunah mah damel di
restoran di Bangka (Saya percaya saja, katanya kerja di Bangka
Belitung)" ujar Entin yang pernah menjadi TKW di Arab Saudi ini.
Pertengahan Juni 2012, Sekar pun berangkat menuju Bangka Belitung dijemput Hendrik. Saat itu usia Sekar masih 15 tahun.
Beberapa
minggu kemudian, Sekar memberi kabar bahwa dirinya sudah bekerja di
sebuah restoran di Babel. Sekar juga pernah mengirimi uang Rp 1 juta
kepada ibunya.
Namun beberapa bulan kemudian, Sekar mulai
mengeluh kepada ibunya lewat sambungan telepon. Sambil menangis, Sekar
kerap berujar ingin pulang tapi dilarang oleh majikannya.
Naluri
keibuan Entin pun timbul. Entin meminta seseorang untuk menjemput
putrinya. Namun Sekar merahasiakan alamat restoran tempat dia bekerja.
Entin pasrah dan hanya bisa berdoa untuk keselamatan anaknya.
Sekitar
pertengahan Agustus 2013, Petugas Kepolisian di Bangka Belitung
menggerebek sebuah diskotek. Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan
para wanita penghibur dan para pria hidung belang.
Saat
dilakukan penggeledahan, polisi menemukan beberapa anak di bawah umur
yang dipekerjakan sebagai pelayan tamu. Sekar pun termasuk anak di bawah
umur yang diamankan petugas kala itu.
Atas kerjasama dengan
Polda Jawa Barat, Sekar akhirnya bisa dipulangkan. Sekar juga sempat
menjalani bimbingan oleh Dinas Sosial Jawa Barat, sebelum dipulangkan
kepada orangtuanya.
"Sekar datang Selasa (10/9) kamari (kemarin),
diantar dari Dinsos Bandung. Katanya dia dikerjakan di diskotek, nah
saya teh langsung kaget," ujar Entin berurai air mata.
Sesampainya
di rumah, Sekar pun mengaku kepada kedua orangtuanya bahwa dirinya
tidak bekerja di restoran melainkan di diskotek. Sekar pun mengaku
dipaksa menemani tamu laki, dan minum-minuman keras dengan para tamu.
Kini
Entin sudah bisa sedikit lega, anaknya yang merantau ke negeri seberang
telah kembali ke rumah. Bagi Entin dan suaminya, tidak ada yang lebih
berharga dari berkumpulnya keluarga. Namun dengan alasan tertentu, Sekar
enggan bertemu dengan kami.
"Adiknya Sekar oge damel tapi di
Sukabumi, jadi pelayan di tempat makan (Adiknya Sekar juga kerja di
Sukabumi, jadi pelayan rumah makan)," ujar Imas saat ditanya adik Sekar
yang masih berusia 13 tahun.
Kasus anak di bawah umur yang
bekerja di Sukabumi memang cukup banyak. Dengan alasan ingin mencari
penghasilan untuk membantu keluarga, anak-anak belia usia belasan rela
bekerja.
Dan inilah salah sebab mengapa kasus human trafficking marak terjadi di Sukabumi.
Imingi pekerjaan dan ponsel, Nurul jadikan ABG Lampung PSK
Merdeka.com - Profesi mucikari yang dijalani Nurul
alias NI selama delapan tahun akhirnya terendus polisi. Pada Rabu (11/9)
malam lalu, polisi menggerebek rumahnya yang dijadikan lokasi bisnis
prostitusi, dan ikut menciduk wanita berusia 35 tahun itu.
"NI
tertangkap di tempat usahanya pada Rabu malam pukul 23.00 WIB, dengan
empat korbannya yang masih di bawah umur," kata Kasat Reskrim Polresta
Bandarlampung, Kompol Deri Agung Wijaya, di Bandar Lampung, Sabtu
(21/9).
Dikutip dari Antara, terkuaknya kasus penjualan anak di
bawah umur ini setelah polisi menerima informasi dari seorang warga
Kelurahan Susunan Baru Kecamatan Tanjungkarang Barat yang melaporkan
putrinya, FSL (13) menghilang sejak 10 Agustus lalu. Keluarga menduga
FSL dibawa rekannya DS (14) yang berusia 14 tahun, untuk bekerja di eks
lokalisasi Pemandangan Kecamatan Panjang Bandarlampung.
"Berdasarkan
laporan dari keluraga korban, Polresta Bandarlampung melalui Kanit
Pelayanan Perempuan dan Anak langsung melakukan penyelidikan dengan
menemukan sebuah rumah kontrakan yang dimiliki seorang perempuan
berinisial NI alias Mami alias Bunda," jelasnya.
NI bersama empat ABG itu diamankan di sebuah kontrakan di Jalan Teluk Tomini Way Lunik, Kecamatan Telukbetung Selatan.
"Ketiga anak di bawah umur yang ditemukan bersama dengan FSL yakni TA (14), TS (13) dan DS (14)," ujarnya.
Empat
ABG itu mengaku dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Semula, NI menjanjikan pekerjaan di sebuah kafe dan mendapat ponsel jika
mereka ikut dengan pelaku. Mereka wajib menyetorkan uang hasil melayani
tamu yang dilakukan setiap malamnya, sedangkan gaji baru diterima
setiap tiga bulan sekali.
"Para korban ini pun mengakui tidak
diizinkan pulang oleh NI, kecuali berjanji untuk kembali bekerja kepada
tersangka, serta kembali dengan membawa rekan-rekannya," tegas Deri.
Nurul mengaku membuka usaha prostitusi sejak tahun 2005. Dia juga menyediakan anak buah yang rata-rata masih di bawah umur.
Akibat
perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 2, pasal 11, pasal 12 UU
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, dan pasal 18 ayat 2 dan pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15