Sunday, September 29, 2013

Proyek nuklir rahasia Zionis

Katakepo.blogspot.com - Pertengahan Juli 1964 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat bersama CIA (dinas rahasia luar negeri Amerika) mengirim pesan bersama. Isinya meminta kedutaan besar negara itu di Argentina dan Israel mengecek sebuah laporan intelijen belum terverifikasi.

Kedua lembaga ini ingin mengetahui apakah Buenos Aires telah sepakat menjual kepada Tel Aviv 80-100 ton uranium oksida, kerap disebut yellowcake atau urania. Bahan ini sangat penting sebagai bahan bakar reaktor nuklir dan bila diproses lebih lanjut bisa menghasilkan plutonium bisa digunakan membuat senjata nuklir.

Washington mendapat informasi soal penjualan itu dari Inggris. London memperoleh kabar awal dari Kanada. Ketiga negara ini sangat cemas terhadap ambisi Israel memproduksi senjata pemusnah massal itu. Transaksi urania antara Israel dan Argentina merupakan bukti kuat ada sesuatu keliru, seperti dilansir majalah Foreign Policy awal Juli lalu.

Kedutaan Amerika di Argentina membenarkan soal penjualan itu sehingga Departemen Luar negeri berada di posisi kikuk. Mereka mesti menanyakan mengenai hal itu kepada Israel, namun di sisi lain harus memastikan program nuklir Israel buat kepentingan sipil.

Program nuklir negara Zionis itu amat sangat dirahasiakan. Salah satu aspek paling misterius adalah bagaimana dan di mana Israel memperoleh bahan baku membuat senjata nuklir. Pada 1960-an intelijen Amerika belum bisa meyakini program nuklir Israel bukan buat kepentingan militer. Bahkan sampai saat ini, negara Bintang Daud itu masih bungkam soal bom nuklir.

Mordechai Vanunu menjadi orang pertama dan mungkin satu-satunya berani membocorkan proyek rahasia itu. Israel telah mrmproduksi 200 bom nuklir, katanya kepada Hamaslovers sembilan tahun lalu. Karena kenekatannya ini, bekas teknisi nuklir Dimona itu sempat dipenjara 18 tahun. Sejak dibebaskan pada 2004, statusnya tahanan kota. Dia tidak boleh meninggalkan Yerusalem. Dia kini menetap di sebuah flat bersama temannya penggiat dari Palestina di Yerusalem Timur.

Cerita Argentina menjual yellowcake ke Israel masih banyak belum terungkap. Sebab Israel terus merahasiakan hal itu dan Amerika juga tetap tutup mulut soal apa yang mereka ketahui saat itu. Gedung Putih selalu bimbang menghadapi program nuklir Israel. Kalau sampai membuka apa yang diketahui atau mencurigai proyek senjata pemusnah massal itu, bakal menimbulkan persoalan diplomatik serius dengan negara-negara Arab dan bahkan Uni Soviet.

Kekhawatiran Amerika terhadap program senjata nuklir Israel sudah berlangsung sejak akhir 1960-an. Sikap itu muncul setelah CIA selama dua tahun penyelidikan berhasil menemukan bukti: Israel telah membangun fasilitas nuklir (sebuah reaktor dilengkapi infrastruktur penunjang) atas bantuan Prancis di Dimona, Gurun Negev.

Awalnya, Prancis setuju memasok bahan bakar reaktor tanpa pengawasan. Ketika Charles De Gaulle berkuasa, kebijakan Negeri Mode ini berganti. Ketika 1963 pembangunan reaktor Dimona hampir selesai, Prancis sangat membatasi kiriman uranium ke Dimona.

Sejak itu, Israel berupaya menghasilkan uranium dari kandungan fosfat, tapi proses ini terbilang mahal. Karena itu, mereka perlu sumber uranium bisa digunakan bebas tanpa diawasi pihak luar. Afrika Selatan masuk bidikan. Prancis mengakui Israel bisa memperoleh uranium dari negara lain, seperti Argentina atau Belgia. Awal 1964, Paris bertanya kepada Washington apakah israel sudah mendapatkan pemasok uranium.

Pemerintah Kanada juga tertarik dengan program nuklir Israel sejak permulaan. Ketika Perdana Menteri David Ben Gurion bertemu Perdana Menteri John Diefenbaker, 25 Mei 1961, Dimona menjadi agenda utama diskusi. Dalam pertemuan dengan Presiden Amerika John Fitzgerald Kenndey beberapa hari kemudian, Ben Gurion berjanji proyek nuklir Dimona untuk kepentingan damai. Namun, laporan rahasia disusun ahli intelijen Kanada Jacob Koop pada Maret 1964 menyimpulkan Israel telah memenuhi syarat buat memproduksi senjata pemusnah massal.

Tak lama setelah laporan ini selesai dibuat, badan intelijen Kanada mendapat informasi dari sumber belum diketahui, Argentina telah mempersiapkan pengapalan 80-100 ton yellowcake ke Israel. Akhir 1964, pemerintah Inggris telah membaca laporan intelijen Kanada itu. Ini berarti Israel memiliki pasokan uranium bebas dari pengawasan, ujar seorang diplomat Inggris. Jika bahan baku ini diproses lebih lanjut, mereka bisa menghasilkan cukup uranium untuk membuat sebuah bom atom dalam 18-20 bulan sejak awal 1964.

London segera membagi informasi intelijen ini kepada Washington. Mereka paham Kanada tidak akan memberi tahu hal itu karena Amerika juga tidak membagi hasil kunjungan mereka ke reaktor Dimona. CIA mulanya ragu, namun pada Juni 1964 Departemen Luar negeri Amerika bersama CIA memutuskan mengecek kebenaran informasi itu lewat kedutaan mereka di Argentina dan Israel. Tiga bulan kemudian, duta besar Amerika di Buenos Aires membenarkan setelah mendapat informasi dari sumber lokal. Pada 1963, Israel sudah mengatur pembelian 80 ton urania dari Argentina.

Gedung Putih akhirnya menanggapi serius hal ini. Seperti Inggris dan Kanada, Amerika sangat cemas satu saja bom nuklir Israel bisa mengancam stabilitas Timur Tengah. Untuk memastikan program nuklir itu bersifat damai seperti janji Ben Gurion, Kennedy dan Perdana Menteri Israel Levi Eshkol mencapai kesepakatan rahasia pada musim panas 1963. Israel mengizinkan ilmuwan Amerika mengunjungi reaktor Dimona. Tim pertama tiba awal Januari 1964. Namun sekarang terungkap Israel tidak mengizinkan mereka melihat semua fasilitas.

Musim gugur 1964, tidak lama setelah kontrak penjualan urania diketahui, sejumlah diplomat Amerika membahas persoalan ini dengan pejabat Argentina. Mereka tidak keberatan dengan pengiriman yellowcake ini, tapi mereka khawatir karena tanpa pengawasan.

Sebab itu, Departemen Luar Negeri Amerika meminta IAEA (Badan tenaga Atom Internasional) dibolehkan mengawasi penjualan selanjutnya lewat laporan dan inspeksi. Laksamana Oscar A. Quihillalt, direktur program tenaga atom Argentina, kelihatan bersimpati kepada Amerika. Tapi dia menegaskan kontrak itu tidak bisa dibatalkan atau diubah.

Ketika Amerika sedang mempelajari pengiriman urania Argentina ke Israel, muncul selentingan pada musim semi 1965. Perusahaan uranium Prancis di Gabon meminta izin kepada paris buat menjual yellowcake ke Israel. Prancis telah menghentikan upaya itu sejak 1963. Apakah Israel akhirnya memperoleh yellowcake dari Gabon selama 1960-an, itu masih menjadi misteri.

Yang terjadi pada pertengahan 1968, Israel mendapatkan 200 ton urania dari Belgia lewat sebuah operasi rahasia rumit dikenal dengan skandal Plumbatt. Penjualan ini melibatkan sebuah perusahaan tersohor Italia milik Mossad. Pemindahan uranium berlaku di tengah laut dari sebuah kapal kargo Eropa ke kapal angkut Israel.

Hingga kini program senjata nuklir Israel masih misterius. Seperti halnya rancangan reaktor Dimona bikinan Prancis. Di sana terdapat sebuah fasilitas bawah tanah, rahasia nuklir Israel terpenting.


0 comments:

Post a Comment