Katakepo.blogspot.com - Australia sudah jelas-jelas melecehkan bangsa Indonesia. Sejak lama, negara besar yang berlokasi di Asia itu, memang punya sikap mental seperti sebagian negara barat. Sikap mental lebih hebat, lebih digdaya dan lebih besar dibanding negara-negara di Asia, apalagi dibanding Indonesia. Buat mereka, Indonesia adalah negara besar dan tetangga penting, sekaligus musuh terdekat. Sikap itu sudah kentara sejak lama, dan kali ini hanya sebagai pembuktian saja atas sikap lama mereka itu.
Setiap kali berganti pemerintahan, sikap Australia terhadap Indonesia
tidak banyak berubah. Mereka hanya menganggap Indonesia sebagai negara
ancaman, negara yang paling potensial mengganggu Australia. Mengatakan
Indonesia sebagai partner terpenting hanya di bibir saja. Menyebut
Indonesia sebagai negara sahabat, hanya rekayasa. Sikap asli pemerintah
Australia, justru menganggap Indonesia sebagai negara yang paling harus
diwaspadai di satu sisi, dan negara yang boleh “dilecehkan” pada sisi
yang lain.
Sejak dulu Australia selalu bersikap negatif terhadap Indonesia. Benar, Australia mendukung Indonesia ketika lepas dari penjajahan Jepang dan Belanda, namun setelah itu mereka selalu memusuhi Indonesia. Misalnya tentang kebijakan pencari suaka. Indonesia seringkali tidak dianggap dan seringkali didikte. Musuh kan memang harus didikte, biar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka kadang berbuat sesuka hati. Lalu tentang kondisi Indonesia, Australia juga tidak sungkan-sungkan menerapkan travel warning perjalanan ke Indonesia. Padahal mereka tahu persis, Indonesia adalah negara yang amat luas, sedangkan ancaman keamanan hanya di daerah tertentu saja.
Ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1960-an, Australia ikut campur dengan mendukung Malaysia. Mereka tidak suka dengan Indonesia. Demikian pula ketika terjadi konflik di Timor Timur, Australia adalah penyokong utama kemerdekaan Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste. Demikian pula dalam hal kebijakan terhadap Papua, sampai sekarang Australia masih mencari cara bagaimana agar Papua bisa merdeka dari Indonesia. Mereka memberikan kebebasan dan fasilitas kepada aktivis Papua Merdeka melakukan kegiatan di Australia.
PUNCAK PELECEHAN
Kali ini, tindakan penyadapan yang dilakukan Australia, menjadi puncak dari pelecehan negara itu terhadap Indonesia. Yang ketahuan baru belakangan. Tapi mungkin penyadapan sudah berlangsung sejak lama, karena Australia sebenarnya tidak menganggap Indonesia sebagai sahabat, melainkan sebagai musuh. Maka, Australia pede sekali melakukan penyadapan, karena menyadap musuh menjadi hal yang biasa dalam kegiatan intelijen.
Pemerintah Indonesia yang memang punya kebijakan tanpa musuh, sadar dengan sikap Australia tersebut. Para pakar Indonesia politik dan hubungan internasional juga melihat hal seperti itu. Baik, tapi di balik kebaikannya terselip sikap permusuhan. Itulah Australia. Tidak salah jika Indonesia amat berhati-hati setiap kali berhubungan dengan Australia. Jauh lebih berhati-hati dibanding hubungan dengan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, atau negara-negara Uni Eropa. Letak geografis yang bersebelahan, menjadi faktor yang amat penting.
DUKUNG SBY MARAHI AUSTRALIA
Sikap Presiden SBY yang marah terhadap penyadapan tersebut, sudah tepat. Tindakan lain yang mengiringi sikap itu pun sangat tepat yaitu status hubungan diplomatik diturunkan, duta besar dipanggil pulang serta sejumlah kerjasama dihentikan sementara. Dengan sikap dan tindakan itu, Indonesia menunjukkan kepada Australia, bahwa kita tidak takut terhadap mereka. Indonesia punya harga diri, punya kedaulatan dan punya kekuatan. Jangan macam-macam!
Di sini, kita sebagai bangsa diuji sikap. Semua perbedaan, semua kepentingan, harus dilebur menjadi satu sikap yang sama, yaitu mendukung pemerintah dalam menghadapi sikap Australia. Kita harus menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ada, bahwa bangsa Indonesia bisa, bahwa bangsa Indonesia tidak akan tinggal diam ketika dilecehkan bangsa lain.
Maka, saya dukung penuh tindakan pencet klakson di depan kantor Kedubes Australia di Jakarta, atau konjen-konjen Australia di sejumlah kota. Saya juga mendukung sikap para pegiat media sosial yang membuat halaman-halaman khusus anti Ausralia. Bahkan saya juga mendukung tindakan peretas-peretas situs resmi pemerintah Australia. Kita tunjukkan bahwa kita ada, kita bisa dan kita tidak mudah dilecehkan.
Hilangkan semua perbedaan, dan leburlah menjadi satu tujuan dan satu kepentingan, menghadapi kecongkakkan Australia! Ingat, jumlah penduduk kita adalah 245juta jiwa, sedangkan Australia hanya sekitar 23juta jiwa…
Sejak dulu Australia selalu bersikap negatif terhadap Indonesia. Benar, Australia mendukung Indonesia ketika lepas dari penjajahan Jepang dan Belanda, namun setelah itu mereka selalu memusuhi Indonesia. Misalnya tentang kebijakan pencari suaka. Indonesia seringkali tidak dianggap dan seringkali didikte. Musuh kan memang harus didikte, biar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka kadang berbuat sesuka hati. Lalu tentang kondisi Indonesia, Australia juga tidak sungkan-sungkan menerapkan travel warning perjalanan ke Indonesia. Padahal mereka tahu persis, Indonesia adalah negara yang amat luas, sedangkan ancaman keamanan hanya di daerah tertentu saja.
Ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1960-an, Australia ikut campur dengan mendukung Malaysia. Mereka tidak suka dengan Indonesia. Demikian pula ketika terjadi konflik di Timor Timur, Australia adalah penyokong utama kemerdekaan Timor Timur yang kini menjadi Timor Leste. Demikian pula dalam hal kebijakan terhadap Papua, sampai sekarang Australia masih mencari cara bagaimana agar Papua bisa merdeka dari Indonesia. Mereka memberikan kebebasan dan fasilitas kepada aktivis Papua Merdeka melakukan kegiatan di Australia.
PUNCAK PELECEHAN
Kali ini, tindakan penyadapan yang dilakukan Australia, menjadi puncak dari pelecehan negara itu terhadap Indonesia. Yang ketahuan baru belakangan. Tapi mungkin penyadapan sudah berlangsung sejak lama, karena Australia sebenarnya tidak menganggap Indonesia sebagai sahabat, melainkan sebagai musuh. Maka, Australia pede sekali melakukan penyadapan, karena menyadap musuh menjadi hal yang biasa dalam kegiatan intelijen.
Pemerintah Indonesia yang memang punya kebijakan tanpa musuh, sadar dengan sikap Australia tersebut. Para pakar Indonesia politik dan hubungan internasional juga melihat hal seperti itu. Baik, tapi di balik kebaikannya terselip sikap permusuhan. Itulah Australia. Tidak salah jika Indonesia amat berhati-hati setiap kali berhubungan dengan Australia. Jauh lebih berhati-hati dibanding hubungan dengan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, atau negara-negara Uni Eropa. Letak geografis yang bersebelahan, menjadi faktor yang amat penting.
DUKUNG SBY MARAHI AUSTRALIA
Sikap Presiden SBY yang marah terhadap penyadapan tersebut, sudah tepat. Tindakan lain yang mengiringi sikap itu pun sangat tepat yaitu status hubungan diplomatik diturunkan, duta besar dipanggil pulang serta sejumlah kerjasama dihentikan sementara. Dengan sikap dan tindakan itu, Indonesia menunjukkan kepada Australia, bahwa kita tidak takut terhadap mereka. Indonesia punya harga diri, punya kedaulatan dan punya kekuatan. Jangan macam-macam!
Di sini, kita sebagai bangsa diuji sikap. Semua perbedaan, semua kepentingan, harus dilebur menjadi satu sikap yang sama, yaitu mendukung pemerintah dalam menghadapi sikap Australia. Kita harus menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ada, bahwa bangsa Indonesia bisa, bahwa bangsa Indonesia tidak akan tinggal diam ketika dilecehkan bangsa lain.
Maka, saya dukung penuh tindakan pencet klakson di depan kantor Kedubes Australia di Jakarta, atau konjen-konjen Australia di sejumlah kota. Saya juga mendukung sikap para pegiat media sosial yang membuat halaman-halaman khusus anti Ausralia. Bahkan saya juga mendukung tindakan peretas-peretas situs resmi pemerintah Australia. Kita tunjukkan bahwa kita ada, kita bisa dan kita tidak mudah dilecehkan.
Hilangkan semua perbedaan, dan leburlah menjadi satu tujuan dan satu kepentingan, menghadapi kecongkakkan Australia! Ingat, jumlah penduduk kita adalah 245juta jiwa, sedangkan Australia hanya sekitar 23juta jiwa…
0 comments:
Post a Comment