Katakepo.blogspot.com - Singapura adalah tempat terbaik untuk startup karena nyaman sebagai tempat tinggal dan mudah untuk melegalkan sebuah bisnis jika Anda punya uang.
Tapi apakah memang negara ini yang jadi incaran investor di Asia Tenggara? Saya rasa tidak. Para investor mengincar negara seperti Indonesia dan Vietnam yang memiliki potensi besar.
Tapi jujur, Indonesia belum siap untuk para investor, setidaknya menurut pendapat saya. Negara ini masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan China atau bahkan India. Tapi negara ini memiliki potensi, itulah mengapa investor berdatangan ke Indonesia. Investor-investor Jepang seperti Batavia, CyberAgent Ventures, dan GREE Ventures telah cukup gencar memasuki pasar Indonesia.
Menariknya, Batavia dan CyberAgent Ventures tidak perlu repot-repot untuk mendirikan kantor di Singapura. Keduanya langsung datang ke Indonesia untuk mengenali budaya lokal dan entrepreneur di negara ini. Dan GREE Venture mendedikasikan setengah dananya untuk startup Indonesia meski kantor mereka berbasis di Singapura.
Indonesia memang sedang bergejolak. Bahkan negara ini membuat pendanaan dan akselerator. Saya juga mendengar dari beberapa sumber bahwa investor China juga mengincar pasar Indonesia. Apapun itu, hal ini tentu adalah berita yang bagus untuk entrepreneur. Tapi, tapi, dan tapi potensi hanyalah potensi. Akankah hal ini terwujud?
Mari kembali ke hal yang mendasar. Apa yang membuat ekosistem teknologi menarik bukanlah uang yang dibawa para investor, tapi entrepreneurnya.
Entrepreneur yang mulai bekerja lebih awal di pagi hari hingga larut malam untuk membuat produk yang dapat memecahkan masalah adalah yang diperlukan untuk itu. Jika entrepreneurnya payah, maka ekosistemnya juga akan payah.
Saya telah berbicara dengan beberapa investor di kawasan Asia Tenggara. Feedback yang paling umum dan paling konsisten yang saya dapat adalah bahwa entrepreneur di Asia Tenggara dan Indonesia terlalu santai, bahkan malas. Beberapa orang menjabarkan kenyataaan pahit ini ke publik. Investor juga mengatakan bahwa lebih mudah untuk mengenali entrepreneur yang bekerja keras di antara kerumunan yang berisi entrepreneur yang malas.
Bahkan investor terkadang menguji seberapa ulet seorang entrepreneur dengan menelepon mereka pada Jumat malam atau mengirimkan email di akhir pekan untuk memeriksa apakah mereka bekerja (saya serius meskipun itu memang sedikit konyol). Saya rasa hal seperti ini bukanlah perbudakan (jika itu yang Anda pikirkan). Jika entrepreneur sangat passionate untuk memecahkan masalah, bekerja hingga larut malam adalah hal yang biasa. Tidak harus dipaksakan sebagai sebuah peraturan. Mestinya hal ini menjadi budaya dari dalam hati entrepreneur sendiri. Semua anggota tim dalam sebuah startup harus memiliki passion dan bekerja keras, bukan hanya untuk uang tapi karena hal yang mereka lakukan bisa berpotensi untuk membuat perubahan besar. Founder harus memimpin dengan contoh dan mempengaruhi dengan tindakannya.
Meskipun demikian, jangan bersedih, karena tidak semuanya terlihat suram. Potensi dan pasar yang besar masih ada. Dan tentu saja, tidak semua entrepreneur malas (Anda tahu siapa Anda!). Kita perlu menggunakan keahlian, dedikasi, dan kerja keras kita karena pasar yang besar saja tidak cukup. Artikel ini pertama kali muncul di Tech in Asia Indonesia
0 comments:
Post a Comment