Katakepo.blogspot.com - Sore itu sekitar pukul 17.00-an. Saya
berjalan kaki menelusuri Jalan Radio Dalam di bilangan Kebayoran Baru,
Jakarta. Saya ingin ke layanan fotocopy “Snappy” yang berlokasi
di dekat perempatan jalan itu. Sambil berjalan santai, saya menengok
kanan-kiri menikmati pemandangan di sekitar jalan dengan deretan toko,
butik, dan restoran baru yang menarik. Saya senang dengan suasana sore
itu, karena udaranya sejuk dan agak berangin, setelah siang hari panas
terik.
Saat saya akan melangkahkan kaki menuju arah toko Snappy,
mendadak terdengar bunyi menggelegar yang sangat mengejutkan. Sekelebat
saya melihat, dan bahkan hampir menabrak sebuah bulatan bola api yang
kurang lebih dua kali ukuran bola voli besarnya. Jantung saya serasa
berhenti berdetak, entah berapa lama. Saya terpana, mungkin ternganga,
dan seluruh tubuh saya menggeletar. Yang jelas langkah saya terhenti
dengan satu kaki terangkat di udara namun tidak bergerak.
Saya belum menyadari apa yang terjadi, sampai
akhirnya saya menoleh ke sisi sebelah kiri saya, yaitu jalan raya
dengan barisan kendaraan yang semua berhenti. Saya melihat wajah-wajah
takjub pengendara mobil yang tampak dari kaca mobil mereka, juga
ekspresi aneh para pengendara sepeda motor yang melewati jalan itu,
semua mengarahkan perhatiannya ke arah saya. Saya masih bingung. Saya
merasa agak malu, karena semua memandang ke arah saya berdiri.
Rupanya mereka bukan saja memerhatikan posisi
saya berdiri, namun lebih tepatnya mereka mengamati peristiwa yang tak
pernah saya bayangkan dan alami sebelumnya. Sekitar dua depa di depan
saya, menjulang sejenis pohon trembesi yang rimbun. Saya baru menyadari
bahwa bola api yang akan menghantam saya tadi melewati ruang di antara
saya dan pohon itu. Oh ya, saat itu saya baru bisa mengamati dengan
lebih jelas bahwa di jalan raya di sisi kiri saya itu, banyak suara
gaduh karena alarm mobil yang berdengung ramai. Tempat itu mendadak
gelap pekat, karena penerangan listrik di toko-toko dan warung-warung
kecil di pinggir jalan itu juga sontak padam.
Suasana berubah drastis. Dari yang semula
ramail lancar lalu lintasnya, terang benderang tokonya, menjadi sedikit
mencekam. Tidak berselang lama, lalu lintas mulai bergerak kembali namun
diiringi dengan rintik gerimis yang menetes satu-satu. Saya segera
menepi ke arah toko di sebelah kanan saya. Ada beberapa pelayan toko
yang “menonton” kejadian tadi. Mereka berhenti bekerja dan khusus
menonton peristiwa di jalan.
“mBak, tidak apa-apa kan? Hati-hati, mBak
kalau jalan di wilayah sini. Lagi banyak hujan petir, tapi baru kali ini
saya melihat yang sedahsyat ini,” seorang pria menyapa saya yang masih
pucat dan merasa lemas.
“Tadi bener ya, Mas, ada petir?” tanyaku ke si bapak yang masih memandangiku dengan wajah heran.
“Lho, tadi kan kilatnya persis mendekati
pohon itu?! Saya lihat mBak juga menuju ke arah pohon itu, saya jadi
bengong! Minum dulu, mBak?” Saya ditawari minum. Orang-orang di situ
tersenyum, mendukung ide si bapak. Ada yang mengangsurkan bangku buat
saya duduk di dalam toko itu.
“Terima kasih, semua. Saya harus cepat pulang. Saya ingin cari bajay saja, boleh minta tolong Mas?” pintaku.
Bajay cepat datang, karena di situ memang
daerah kekuasaan bajay. Begitu duduk di bajay, kami melewati jalan-jalan
kecil, termasuk sebuah lapangan kosong yang luas. Saya berdoa dalam
hati untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena telah dihindarkan dari
musibah.
Saya berpikir, “Sepuluh menit yang lalu saya
keluar dari rumah baik-baik saja, dan dengan insiden petir tadi,
bisa-bisa detik ini juga saya sudah tamat sebagai warga di dunia yang
fana ini. Batas antara hidup dan mati bagi manusia sungguh setipis
rambut dibelah tujuh.”
Sementara itu raungan mesin bajay menambah
ingar-bingar petang yang masih mencekam dengan gemuruh petir yang terus
menggeledek. Saya duduk menciut, bersedekap dan menutupi badan dengan
tas lebar. merenung di tengah bunyi petir yang masih membuat saya
gemetaran, mendadak saya ingat tentang telepon genggam (HP) yang tadi
saya simpan di kantung baju sebelah kanan. Refleks saya mengeluarkan
handphone itu. Otak saya baru “nyambung”, mungkin HP di kantung baju ini
yang membuat petir mengejar saya. Dengan cepat saya mematikan HP, dan
memasukkannya kedalam tas.
Hujan semakin deras, dan itu membuat supir
bajay semakin mempercepat laju kendaraannya. Bertudung tas, saya
menghambur ke gerbang pagar depan rumah. Lega sekali rasanya.
Pengalaman tak terlupakan itu sudah sekitar
lima tahun berselang. Sampai pada suatu hari, dua tahun yang lalu, adik
saya memberi kabar bahwa sahabat saya SMA hari itu meninggal dunia
karena terkena sambaran petir saat hujan-hujan mengendara dengan
vespanya. Saya terhenyak kaget dan sedih. Sahabat ini tidak semujur diri
saya. Mungkin Tuhan memanggilnya dengan cara itu. Saya sedih
membayangkan anak-anak yang ditinggalkan almarhum.
Setahun ini, ada saja berita tentang korban
tewas karena terkena petir. Ada yang sedang berteduh di bawah pohon, ada
yang justru akan berteduh dari tengah sawah menuju pondok petani, ada
yang terluka lebih dahulu karena menelpon di jalanan saat hujan, dan
akhirnya jiwanya tak tertolong juga. Saya teringat foto seekor harimau
yang tewas dengan pose berdiri kaku dengan lidah menjulur. Itu foto dari
sebuah berita di Koran, tentang harimau di Taman Safari, Bogor yang
hendak menyeberang jalan di sekitar semak-semak. Situasinya juga saat
hujan rintik-rintik.
Saat musim hujan ini, khususnya di kawasan tempat
tinggal hampir setiap hari hujan petir berbarengan dengan angin besar.
Tahun lalu, modem internet broadband di rumah mati dan rusak total pas ada petir sangat besar. Berbarengan dengan itu banyak mobil tetangga yang alarm-nya bercuit-cuit, mungkin karena korsleting.
Di ruang lain, adik saya sampai gemetaran karena mendadak HP yang
dipakainya untuk mengetik SMS bergetar hebat. Mungkin itu juga ada
hubungannya dengan aliran listrik yang berasal dari petir di luar,
apalagi HP-nya memang sedang diisi baterainya (charging).
Belajar dari pengalaman dan referensi sana-sini, saya ingin mengingatkan
kita semua tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan, demi keamanan
dalam situasi serupa, antara lain:
HP itu bisa menjadi penghantar listrik. Teve,
Radio dan peralatan listrik lainnya juga. Maka hindari penggunaan
alat-alat tersebut saat terjadi hujan petir. Cabut juga kabel peralatan
itu, atau matikan. Ini juga termasuk AC.
Jangan berdiri di dekat jendela kaca. Tutup gorden jendela untuk lebih
amannya. Petir dan angin yang sangat keras bisa memecahkan jendela kaca.Sikap aman di luar ruangan yang perlu kita lakukan adalah:
Carilah tempat berlindung yang aman,
misalnya dengan berteduhlah di bawah pohon-pohon yang tidak menjulang
tinggi. Pohon tinggi paling rentan terkena sasaran petir.
Jika Anda sedang berenang atau melakukan
kegiatan di laut, segeralah keluar dari air untuk mencari tempat
berlindung yang aman di darat.
Pergilah ke tempat yang memiliki dataran cukup rendah, dan jauh dari
pepohonan, tiang, dan juga benda-benda berlogam. Pastikan Anda memilih
tempat yang juga dapat terhindar dari banjir.
Jangan berbaring atau bermain hujan dengan kaki telanjang. Ini mengundang resiko terkena hantaman petir.
Bila kita menjumpai orang yang tersambar petir,
segeralah berikan bantuan. Jangan khawatir kalau korban sambaran petir
itu akan membuat kita tersengat aliran listrik juga, karena korban tidak
akan membawa muatan listrik ke dalam dirinya.Semoga kita semua selalu waspada dan mendapat perlindungan dari Tuhan YME.
0 comments:
Post a Comment