Tuesday, November 5, 2013

Nyaris Tersambar Petir, Saya Waspada Sesudahnya

Katakepo.blogspot.com - Sore itu sekitar pukul 17.00-an. Saya berjalan kaki menelusuri Jalan Radio Dalam di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta. Saya ingin ke layanan fotocopy “Snappy” yang berlokasi di dekat perempatan jalan itu. Sambil berjalan santai, saya menengok kanan-kiri menikmati pemandangan di sekitar jalan dengan deretan toko, butik, dan restoran baru yang menarik. Saya senang dengan suasana sore itu, karena udaranya sejuk dan agak berangin, setelah siang hari panas terik.
Saat saya akan melangkahkan kaki menuju arah toko Snappy, mendadak terdengar bunyi menggelegar yang sangat mengejutkan. Sekelebat saya melihat, dan bahkan hampir menabrak sebuah bulatan bola api yang kurang lebih dua kali ukuran bola voli besarnya. Jantung saya serasa berhenti berdetak, entah berapa lama. Saya terpana, mungkin ternganga, dan seluruh tubuh saya menggeletar. Yang jelas langkah saya terhenti dengan satu kaki terangkat di udara namun tidak bergerak.
Saya belum menyadari apa yang terjadi, sampai akhirnya saya menoleh ke sisi sebelah kiri saya, yaitu jalan raya dengan barisan kendaraan yang semua berhenti. Saya melihat wajah-wajah takjub pengendara mobil yang tampak dari kaca mobil mereka, juga ekspresi aneh para pengendara sepeda motor yang melewati jalan itu, semua mengarahkan perhatiannya ke arah saya. Saya masih bingung. Saya merasa agak malu, karena semua memandang ke arah saya berdiri.
Rupanya mereka bukan saja memerhatikan posisi saya berdiri, namun lebih tepatnya mereka mengamati peristiwa yang tak pernah saya bayangkan dan alami sebelumnya. Sekitar dua depa di depan saya, menjulang sejenis pohon trembesi yang rimbun. Saya baru menyadari bahwa bola api yang akan menghantam saya tadi melewati ruang di antara saya dan pohon itu. Oh ya, saat itu saya baru bisa mengamati dengan lebih jelas bahwa di jalan raya di sisi kiri saya itu, banyak suara gaduh karena alarm mobil yang berdengung ramai. Tempat itu mendadak gelap pekat, karena penerangan listrik di toko-toko dan warung-warung kecil di pinggir jalan itu juga sontak padam.
Suasana berubah drastis. Dari yang semula ramail lancar lalu lintasnya, terang benderang tokonya, menjadi sedikit mencekam. Tidak berselang lama, lalu lintas mulai bergerak kembali namun diiringi dengan rintik gerimis yang menetes satu-satu. Saya segera menepi ke arah toko di sebelah kanan saya. Ada beberapa pelayan toko yang “menonton” kejadian tadi. Mereka berhenti bekerja dan khusus menonton peristiwa di jalan.
“mBak, tidak apa-apa kan? Hati-hati, mBak kalau jalan di wilayah sini. Lagi banyak hujan petir, tapi baru kali ini saya melihat yang sedahsyat ini,” seorang pria menyapa saya yang masih pucat dan merasa lemas.
“Tadi bener ya, Mas, ada petir?” tanyaku ke si bapak yang masih memandangiku dengan wajah heran.
“Lho, tadi kan kilatnya persis mendekati pohon itu?! Saya lihat mBak juga menuju ke arah pohon itu, saya jadi bengong! Minum dulu, mBak?” Saya ditawari minum. Orang-orang di situ tersenyum, mendukung ide si bapak. Ada yang mengangsurkan bangku buat saya duduk di dalam toko itu.
“Terima kasih, semua. Saya harus cepat pulang. Saya ingin cari bajay saja, boleh minta tolong Mas?” pintaku.
Bajay cepat datang, karena di situ memang daerah kekuasaan bajay. Begitu duduk di bajay, kami melewati jalan-jalan kecil, termasuk sebuah lapangan kosong yang luas. Saya berdoa dalam hati untuk mengucap syukur kepada Tuhan karena telah dihindarkan dari musibah.
Saya berpikir, “Sepuluh menit yang lalu saya keluar dari rumah baik-baik saja, dan dengan insiden petir tadi, bisa-bisa detik ini juga saya sudah tamat sebagai warga di dunia yang fana ini. Batas antara hidup dan mati bagi manusia sungguh setipis rambut dibelah tujuh.”
Sementara itu raungan mesin bajay menambah ingar-bingar petang yang masih mencekam dengan gemuruh petir yang terus menggeledek. Saya duduk menciut, bersedekap dan menutupi badan dengan tas lebar. merenung di tengah bunyi petir yang masih membuat saya gemetaran, mendadak saya ingat tentang telepon genggam (HP) yang tadi saya simpan di kantung baju sebelah kanan. Refleks saya mengeluarkan handphone itu. Otak saya baru “nyambung”, mungkin HP di kantung baju ini yang membuat petir mengejar saya. Dengan cepat saya mematikan HP, dan memasukkannya kedalam tas.
Hujan semakin deras, dan itu membuat supir bajay semakin mempercepat laju kendaraannya. Bertudung tas, saya menghambur ke gerbang pagar depan rumah. Lega sekali rasanya.
Pengalaman tak terlupakan itu sudah sekitar lima tahun berselang. Sampai pada suatu hari, dua tahun yang lalu, adik saya memberi kabar bahwa sahabat saya SMA hari itu meninggal dunia karena terkena sambaran petir saat hujan-hujan mengendara dengan vespanya. Saya terhenyak kaget dan sedih. Sahabat ini tidak semujur diri saya. Mungkin Tuhan memanggilnya dengan cara itu. Saya sedih membayangkan anak-anak yang ditinggalkan almarhum.
Setahun ini, ada saja berita tentang korban tewas karena terkena petir. Ada yang sedang berteduh di bawah pohon, ada yang justru akan berteduh dari tengah sawah menuju pondok petani, ada yang terluka lebih dahulu karena menelpon di jalanan saat hujan, dan akhirnya jiwanya tak tertolong juga. Saya teringat foto seekor harimau yang tewas dengan pose berdiri kaku dengan lidah menjulur. Itu foto dari sebuah berita di Koran, tentang harimau di Taman Safari, Bogor yang hendak menyeberang jalan di sekitar semak-semak. Situasinya juga saat hujan rintik-rintik.
Saat musim hujan ini, khususnya di kawasan tempat tinggal hampir setiap hari hujan petir berbarengan dengan angin besar. Tahun lalu, modem internet broadband di rumah mati dan rusak total pas ada petir sangat besar. Berbarengan dengan itu banyak mobil tetangga yang alarm-nya bercuit-cuit, mungkin karena korsleting. Di ruang lain, adik saya sampai gemetaran karena mendadak HP yang dipakainya untuk mengetik SMS bergetar hebat. Mungkin itu juga ada hubungannya dengan aliran listrik yang berasal dari petir di luar, apalagi HP-nya memang sedang diisi baterainya (charging).
Belajar dari pengalaman dan referensi sana-sini, saya ingin mengingatkan kita semua tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan, demi keamanan dalam situasi serupa, antara lain:
HP itu bisa menjadi penghantar listrik. Teve, Radio dan peralatan listrik lainnya juga. Maka hindari penggunaan alat-alat tersebut saat terjadi hujan petir. Cabut juga kabel peralatan itu, atau matikan. Ini juga termasuk AC.
Jangan berdiri di dekat jendela kaca. Tutup gorden jendela untuk lebih amannya. Petir dan angin yang sangat keras bisa memecahkan jendela kaca.
Sikap aman di luar ruangan yang perlu kita lakukan adalah:
Carilah tempat berlindung yang aman, misalnya dengan berteduhlah di bawah pohon-pohon yang tidak menjulang tinggi. Pohon tinggi paling rentan terkena sasaran petir.
Jika Anda sedang berenang atau melakukan kegiatan di laut, segeralah keluar dari air untuk mencari tempat berlindung yang aman di darat.
Pergilah ke tempat yang memiliki dataran cukup rendah, dan jauh dari pepohonan, tiang, dan juga benda-benda berlogam. Pastikan Anda memilih tempat yang juga dapat terhindar dari banjir.
Jangan berbaring atau bermain hujan dengan kaki telanjang. Ini mengundang resiko terkena hantaman petir.
Bila kita menjumpai orang yang tersambar petir, segeralah berikan bantuan. Jangan khawatir kalau korban sambaran petir itu akan membuat kita tersengat aliran listrik juga, karena korban tidak akan membawa muatan listrik ke dalam dirinya.
Semoga kita semua selalu waspada dan mendapat perlindungan dari Tuhan YME.

0 comments:

Post a Comment